Cinta seorang gadis psycopath(21+)

TAMU TAK TERDUGA



TAMU TAK TERDUGA

1"Ting tong ting tong!"     

"Iya, sebentar!" jawab Chaliya. Dia mempercepat langkahnya. Untuk berlari, dia tidak berani ambil resiko.     

Namun, orang yang berada di balik pintu itu sepertinya sangat tidak sabar, meskipun tuan rumah sudah menjawab, dia tetap saja memencet bel dengan brutal seperti depkolaktor yang menagih hutang.     

"Iya, sebentar," ucap Chaliya lagi sambil membuka pintu lebar.     

Awalnya, ia merasa biasa-biasa saja mungkin jika yang datang adalah seseorang yang menyebalkan, mungkin, dia akan mengomelinya. Namun, setelah melihat siapa yang datang seketika Ia pun terdiam.     

Begitupun dengan orang yang sedari tadi tidak sabar menunggu pintu dibuka. Dia juga diam.     

"Kamu... " Chaliya bingung. Ingin mengatakan ngapain datang ke rumahnya tiba-tiba, rasanya tidak pantas. Apalagi jika langsung mengusirnya.     

"Oh, kamu Xel? Masuklah!"     

Karena bibi sedang pergi ke minimarket terdekat untuk membeli sesuatu yang yang kelupaan tidak dibeli, dan 2 di dekat nya pergi entah kemana. Chaliya yang menyiapkan minuman dan hidangan untuk tamunya.     

"Minumlah," ucap Chaliya sedikit canggung.     

"Iya." Pria itu langsung meraih gelas yang ada di hadapannya, dan menyesap teh hangat yang disajikan oleh tuan rumah supaya tubuhnya terasa sedikit hangat. Kebetulan, cuaca hari ini sangat dingin. Teh hangan cocok untuknya.     

"Jadi, aku ke sini berniat untuk meminta maaf atas apa yang aku katakan padamu kemarin. Maaf, itu pasti sangat menyinggungmu," ucap Axel dengan kepala tertunduk.     

"Tidak masalah. Wajar jika kau benci denganku. Aku bisa memaklumi itu," jawab Chaliya.     

"Kenapa rumahmu sepi?"     

Chaliya baru ingat, dia di rumah sendirian. Sangat tidak baik baginya jika hanya berdua saja dengan Axel di sini.     

Mengingat, Axel sendiri juga sedikit saiko jadi orang. Melakukan apapun demi ambisinya.     

"Oh, aku baru ingat. Aku harus segera ke kantor suamiku. Ada barang miliknya yang ketinggalan di rumah tadi."     

"Apa perlu aku mengantarmu?"     

"Tidak usah. Terimakasih atas niat baiknya," ucap Chaliya.     

"Apakah kamu belum memaafkan aku?"     

"Kenapa bertanya demikian? Aku sudah memaafkan kamu, Xel!"     

"Kalau memang kamu sudah memaafkan aku, Kenapa kamu menolak aku antar ke kantor suamimu? Apakah kamu tidak tulus berkata memaafkan aku? Berkata demikian, hanya karena sudah muak melihat ku?" cecar Axel.     

"Aku menolak bukan karena aku tidak tulis memaafkan kamu, loh. Tapi, seperti yang sudah kuketahui aku ini adalah seorang wanita yang sudah menikah. Menolak satu mobil dengan pria lain itu aku lakukan karena aku menghargai dan menjaga hati suami ku. Sebab, sekalipun dia tidak pernah bersikap baik kepada wanita lain yang nanti akan timbul rasa GR demi menjaga perasaanku.     

Kamu kan juga sudah menikah, jadi alangkah lebih baiknya kamu tidak melakukan itu demi menjaga perasaan istri kamu!" Chaliya tersenyum, kemudian beranjak menghentikan taxi.     

Sementara Axel, dia terlihat sangat kesal dan menjambak rambutnya sendiri setelah taxi yang dinaiki oleh Chaliya lenyap dari pandangannya.     

****     

"Lihat! Chaliya itu memang gadis baik, dia tidak hanya cantik. Namun, hatinya juga penuh dengan ketulusan," puji kakek Hardi.     

"Tanpa lihat hasil dari kamera kecil di baju Axel ini, aku juga sudah tahu lebih dulu darimu, Pah. Kalau dia adalah wanita baik," tukas Elizabeth.     

"Iya, papa memang salah mengatakan itu padamu. Kau memang tahu segalanya dan sangat up to date," jawab kakek tua itu. Terlihat sinis.     

"Eh, tapi tunggu deh, Pa. Apakah menurutmu tidak ada yang salah dengan ekspresi Axel barusan?" tanya Eliabeth sambil melihat ke arah papanya.     

"Memangnya apa? Kamu kalau ngomong itu yang jelas biar papa juga ngerti apanya yang aneh, Elis?" tanya pria tua tersebut.     

"Sebentar sebentar!" Elizabeth kembali mengulang video, di mana Axel memaksa Chaliya supaya mau diantarkan. Ketika wanita itu kekeh pada pendiriannya dan tetap menolak, Axel terlihat begitu frustasi. "Ini seperti ada yang salah dengan dirinya," ucap Elizabeth kemudian.     

Pria tua itu memandang Elizabeth kemudian mengangkat kedua bahunya. Memberi kode bahwa dia tidak mengerti dengan tingkah anak muda zaman sekarang. Sebab pada zamannya dulu tidak seperti itu.     

"Papa coba katakan apa komentarmu tentang Axel? Bagaimanapun dia adalah cucumu," paksa Elizabeth. Dia sepertinya sudah malas untuk berpikir.     

"Menurut cerita kamu tidak hari yang lalu Axel menghina Chliya, dan membuat gadis itu malu. Tapi, kenapa sekarang dia terlihat seperti... " Kakek Hardi tidak berani melanjutkan kalimatnya. Bukan takut tebakannya salah. Namun, malah justru sebaliknya.     

"Lalu Apa kesimpulan yang papa dapatkan?"     

"Di depan kita semua dia menunjukkan bahwa dia sangat membenci Chaliya. Namun, sebaliknya. Ketika tidak ada siapapun dia malah menunjukkan sikap peduli nya, yang mengarah ke gagal move on. Kurang apa Lina itu? Dia sebagai istri juga sangat taat dan menghargai Axel. Dia juga sudah cantik meskipun tidak secantik Chaliya. Tapi, cinta kan bukan soal fisik, Lis?"     

"Ya sudah kita tunggu saja dia pulang Setelah dia pulang baru kita beri pelajaran!" ucap Elizabeth dengan gemas sambil meremas kedua tangannya sendiri.     

"Ada apa, Ma? Siapa yang mau dikasih pelajaran?" tanya Lina yang tiba-tiba muncul sambil membawa satu teko teh melati untuk mama dan kakek mertuanya.     

Segala Elizabeth menutup laptop meskipun belum dimatikan. Demi menjaga perasaan menantunya ia tidak ingin adegan yang baru saja dilihat dari kamera tersembunyi yang dipasang di kancing baju Axel, diketahui oleh Lina.     

"Tidak ada. Kami hanya membahas salah satu karyawan pabrik yang kurang ajar dan perlu dibereskan," ucap Elizabeth. Dia berusaha bersikap tenang namun tetap saja terlihat kalau dia telah menyembunyikan sesuatu dari Lina. Hanya saja, Lina diam tidak mau memperpanjang masalah itu.     

"Oh, iya Ma." ucap Lina kemudian ia pergi meninggalkan dua orang itu dan menghampiri Rajatha.     

"Sabar, ya sayang. Semoga, seminggu lagi profesor itu datang membawa kabar baik untuk kita semua, ya itu dia menemukan penyebab dari keanehanmu, sekaligus menemukan penawarnya," ucap Lina sambil menghaluskan kening putranya.     

***     

Chaliya yang sebenarnya berbohong pada Axel kalau dia akan ke kantor suaminya untuk mengantarkan berkas yang ketinggalan, tetap memutuskan pergi ke kantor. Lagipula, Dicky pasti tidak akan marah padanya. Memang, saat pernikahan kemarin keduanya tidak mengadakan pesta resepsi yang besar dan megah. Namun, Dicky sudah mengenalkan dia di depan seluruh stafnya.     

"Selamat pagi, Nyonya," sapa salah satu staf yang kebetulan berpapasan dengan Chaliya.     

"Selamat pagi," jawab Chaliya sambil tersenyum ramah pada siapapun yang menyapanya.     

Dia menuju ke tempat resepsionis, dan bertanya, "Permisi, selamat siang. Apakah Pak Dicky ada di ruangannya?" tanya Chaliya dengan santun.     

"Selamat siang, Nyonya. Tuan berada di ruangannya. Apakah perlu saya antar?" jawab salah satu dari dua resepsionis itu dengan ramah. Tahu siapa yang datang dan ingin bertemu dengan bos utamanya, ia pun menawarkan diri mengantar tamunya yang terhormat untuk menemui Tuhannya tanpa meminta izin ataupun menelepon.     

Selain dia tahu bahwa Chaliya adalah istri dari Dicky, sebelumnya bete juga pernah berpesan apabila istrinya datang untuk menemuinya, dia harus segera dipersilahkan apabila ingin menemui dirinya, ya langsung saja. Selama tidak rapat. Biarkan menunggu di ruangannya.     

"Tidak perlu saya bisa jalan sendiri ke sana," jawab Chaliya. Sungguh, demi apapun wanita itu tidak ingin merepotkan staf yang bekerja di perusahaan suaminya.     

"Tidak apa-apa Nyonya, apabila dia mengantar Anda di sini kan masih ada saya. Anda tidak perlu sungkan, di sini kami juga harus mendengarkan Nyonya," jawab salah satu resepsionis itu, menyahut.     

"Terimakasih atas niat baik kalian. Aku sangat tersanjung. Tapi, sungguh aku tidak apa-apa berjalan ke sana sendiri. Lagipula aku juga tidak perlu berjalan jauh kan, m?"     

"Baiklah, Nyonya."     

Chaliya tersenyum dan berjalan menuju lift yang bisa mengantarkan dirinya menuju ruangan suaminya.     

"Halo," ucapkan Chaliya, tanpa mengetuk pintu langsung membuka pintu tersebut dan memasukkan kepalanya ke dalam untuk melihat suasana di dalam sana suaminya sedang apa?     

Dicky yang tengah mengerjakan proyek penting pun seolah tidak mendengar. Saking fokusnya.     

"Halo... Apakah ada orang?" ucap Chaliya lagi. Mencoba menggoda suaminya.     

Tapi, lagi-lagi nihil. Tidak ada jawaban dari pria itu.     

Entah, dia yang memang berubah atau hanya sekedar bawaan dari bayi yang ada dalam kandungannya, ia berubah menjadi sedikit manja akhir-akhir ini.     

"Coba saja lihat kalau kamu sudah berada di perusahaan. Siapa pun yang datang kau tidak menyadarinya," umpat Chaliya kesal.     

Merasa tidak sabar menunggu di luar akhirnya wanita itu pun langsung masuk begitu saja. Berdiri di samping Dicky. Tapi, masih saja diabaikan. Akhirnya, tak ada pilihan lain. Chaliya membuka kacamata Dicky dan kembali menyapanya.     

"Hey, selamat pagi, Sayang!"     

"Chaliya? Kau... Kapan datang?" tanya Dicky salah tingkah pada istrinya sendiri. Padahal, sudah sejak tadi dipanggil-panggil dia juga tidak merespon.     

"Aku baru saja datang! Kenapa? Apakah kau terkejut?" Tanya wanita itu sambil tertawa udah memainkan kacamata milik suaminya.     

"Tentu saja aku terkejut. Memangnya kamu masuk dari mana Kenapa aku tidak menyadari kedatanganmu? Bahkan aku juga tidak mendengar suara pintu terbuka," jawab Dicky.     

"Sebenarnya sudah beberapa kali aku mengetuk pintu. Aku membukanya sendiri dan mengintip dari luar sana memanggil kamu hingga beberapa kali. Tapi rupanya kamu benar-benar fokus dengan pekerjaanmu hingga kamu mengabaikan dan mungkin saja telingamu sedang tidak berfungsi untuk mendengarkan apa yang ada di sekitarmu. Makanya aku diam-diam masuk ke sini dan mengambil kacamatamu agar pandanganmu teralihkan ada orang yang dengan berani mengambil sesuatu yang kau pakai tanpa izin," ucap Chaliya sambil tertawa.     

"Oh, maafkan Aku. Aku memang benar-benar sibuk akhir-akhir ini. Ada banyak perusahaan besar yang mengirim pengajuan kerjasama. Jadi aku harus memfilter mana yang memberi keuntungan besar pada perusahaan. Itu membutuhkan pikiran yang harus benar-benar fokus dan serius. Jadi maaf apabila hari ini berkali-kali kau memanggilku tapi aku mau ngabaikannya. Itu di luar kemauanku," jawab Dicky.     

"Tidak masalah. Aku suka pria yang tengah serius seperti yang kamu lakukan barusan."     

"Oh, benarkah memangnya kenapa begitu?" tanya Docky sambil tersenyum tipis.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.