Cinta seorang gadis psycopath(21+)

KECELAKAAN KERJA



KECELAKAAN KERJA

0"Axel kamu membuat Mama marah. Lagipula kamu sadar nggak sih Apa yang kamu katakan itu sangat menyakitkan sekali untuk Chaliya?" ucap Lina.     

"Kenapa kamu jadi belain dia? Tidakkah kamu seneng, aku menunjukkan di depanmu kalau aku sudah tidak lagi menginginkan dia?" ucap Axel.     

"Aku kian tidak mengerti sama kamu. Kamu, seperti bukan Axel yang aku kenal saja. Benar jika mama jengkel dan mengataimu dungu. Kau benar-benar dungu." Lina mengambil tasnya dan pergi meninggalkan Axel.     

Axel hanya diam tidak ada gunanya baginya jika mengejar Lina. Ia pun juga kesal. Akhirnya, dia memutuskan pulang ke rumah.     

Setelah dari mertuanya Dina pergi ke rumah sang kakek untuk menemui buah hatinya. Baru saja sampai di sana dan belum sempat bertemu dengan Rajatha, dia sudah menerima kabar baik dari mertuanya.     

"Halo Ma. Mama bagaimana? Apakah Axel masih di sana?" Lina terus berjalan menuju kamar yang kakek sediakan untuk putranya.     

"Oh, mama ada kabar baik untuk kamu. Tiga hari lagi profesor yang Chaliya maksudkan, akan mengadakan sebuah pertemuan di Jakarta pusat, sekalian Dia meminta waktu profesor tersebut untuk bertemu dengan kita. Apakah kamu bisa?"     

"Tiga hari lagi, Ma? Harusnya bisa karena aku tidak akan memiliki jadwal kesibukan selain dengan axal dan keluarga ini. Keluarga aku tidak butuh aku untuk menemani hari dan acara penting mereka. Karena, aku tidak bisa menuju syurga menyusul mereka sebelum mati. Itupun, jika nanti aku masuk surga," jawaban wanita itu sambil tertawa konyol, dan cenderung menghibur dirinya sendiri.     

Elizabeth tersenyum kecut. Tak tahu harus berkata apa untuk meringankan beban dalam hati Lina. Sekalipun dia sudah merasa baik sebagai mertua terhadap menantu nya. Pasti tetap beda mana orang tua asli dan orang tua dari suaminya. Seakrab apapun, tetap ada jarak di antara keduanya tetap saja seperti ada batas.     

"Mama mengerti sebaik apapun mama, tetap tidak bisa menandingi ketulusan yang dimiliki oleh orang tua kandung. Meski sekeras apapun malah mencoba. Tapi berpikirlah panjang, demi Rajata tidak memiliki nasib seperti dirimu, jangan putus asa dan buru-buru menyusul mereka ke surga demi putramu," ucap Elizabeth.     

"Mama jangan terlalu diambil hati. Aku hanya bercanda saja. Maksudku supaya mama tidak perlu sungkan sungkan mengatakan atau menentukan jadwal waktu kapan saja untuk mengajakku. Karena aku menantu sekaligus putrimu, apalagi aku juga tidak bekerja untuk apa waktuku jika bukan untukmu dan Axel? Lagipula adapun kakek juga dia tidak pernah mengajakku tanpa mengajak kalian berdua," ucap Lina sambil tertawa.     

"Dasar kamu ini anak nakal! Untung saja kamu berada di rumah kakek mu, jika masih di sini berani kau menggoda Mama kan gue jewer telinga mu," jawab Elizabeth lega.     

"Ampunilah aku, Mama."     

"Ya sudah karena kau sudah berada di rumah kakek mu, maka kemudian dan juga putra mu. Mama masih lelah dan perlu istirahat," ucap Elizabeth.     

"Baik mama, bye... Selamat istirahat." Lina pun mematikan panggilan, dan menyimpan ponselnya ke dalam tas lalu berlari menuju kamar Rajata, ketika dia mendengar suara bayi yang tertawa terkekeh di sana. Dia sudah tidak sabar melihat dan memeluk buah hatinya itu.     

"Rajatha, Mama sudah kembali!" teriak Lina sambil tersenyum. Namun senyumannya memudar ketika dia melihat apa yang terjadi di dalam kamar tersebut.     

***     

Tiba di rumah Axel langsung menuju kamar dia memberantakan isi kamarnya termasuk benda-benda yang tertata rapi di atas nakas.     

"Argh! Kenapa sih yang aku lakukan selalu saja salah di mata mereka. Sebelumnya aku menunjukkan betapa aku masih mencintai Chaliya, dan menghalalkan segala cara supaya mendapatkan dia kembali, tapi itu salah aku sampai di amuk masa. Kini di depan Lina dan Mama aku tunjukkan pada mereka berdua bahwa aku sudah tak lagi menginginkan wanita itu. Tapi, juga salah.     

Bahkan sedikitpun Lina tidak mau mengerti dan menaruh simpati terhadapku. Dia tidak menunjukkan sikap senangnya malah memarahiku dan mengatakan bahwa aku adalah orang dulu yang tidak tahu berterima kasih. Alu harus bagaimana? Haruskah aku jujur dengan perasaanku, dan menunjukkan kejujuran ini pada mereka semua agar mereka tahu bahwa didalam hatiku sebenarnya masih tersimpan nama chaliya, bukan Lina. Selama ini, sebenarnya aku menganggap dia tidak lebih dari seorang pelampiasan. Tapi, kenapa?"     

Axel kian marah dan emosi saat mengingat, betapa terlihat jelasnya Chaliya mencintai Dicky sebagai suami. Sudah tidak ada Andra Kenapa muncul lagi sosok yang wajahnya sangat serupa? Bahkan, menurut cerita yang didengar Dari mamanya dia jauh lebih hebat daripada dirinya. Kekayaan yang dia miliki murni dia raih atas usaha dan jerih payahnya sendiri, tidak seperti dia yang hanya mengandalkan keluarga dan menjadi pengurus perusahaan keluarga Wijaya.     

Puas mengamuk, dan memberantakan semuanya, Axel terdiam sesaat ia nampak memikirkan sesuatu. Hingga beberapa menit kemudian dia nampak tersenyum seperti telah mendapatkan sebuah ide atau jalan keluar dari masalah nya sendiri.     

"Oke, aku mengerti sekarang. Bukankah kau hanya mencintai Andra? Bersedia pindah dan mengubah kewarganegaraan dari Thailand ke Indonesia juga demi dia bukan? Setelah kematiannya kamu nikah dengan Dicky yang memiliki wajah mirip dengan Andra. Ayo sama-sama kita lihat apakah dia mengetahui tentang masa lalumu terkait Andra?" Gumam Axel seorang diri sambil menyeringai jahat.     

****     

"Aku ngapain saja di rumah tidak ada artinya jika aku terus berdiam diri dan berputar-putar di dalam kamar. Sekalipun aku sudah menemukan kepastian kapan bisa bertemu dengan profesor tersebut, mungkin alangkah lebih baiknya apabila aku menyusul Ina pergi ke rumah papa saja. Melihat kondisi Rajata secara langsung. Sebab setelah kejadian itu aku sama sekali tidak melihatnya," gumam Elizabeth seorang diri. Kemudian, ia segera bersiap, dan buru-buru berangkat. Baru kemarin siang dia tidak bertemu dengan cucu semata wayangnya itu, rasanya sudah benar-benar rindu saja.     

Saat Elisabeth mengemudikan mobil, tiba-tiba ponselnya berdering. Lina kembali menelpon. Tanpa rasa curiga Dan panik atau berpikir yang bukan bukan wanita paruh baya itu langsung mengangkat panggilan tersebut, dengan santai dia bertanya, "Iya, Lin. Ada apa?"     

"Mama! Kau cepatlah ke sini," ucap Lina seperti menangis.     

"Iya sayang ini mama sedang dalam perjalanan menuju ke rumah papa. Apakah ada masalah?" tanya Elizabeth mulai panik.     

"Mama cepat saja ke sini dan dia sendiri apa yang terjadi di rumah ini," ucap Lina     

Kemudian, ia menutup panggilan.     

Elizabeth melemparkan asal ponselnya kemudian ia mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Supaya dia bisa melihat apa yang terjadi sebenarnya di rumah papanya. Dia sama sekali tidak berfikir mengenai cucunya. Mainkan, dia takut, Axel yang sebelumnya memang sudah bermasalah dengan Lina di rumahnya, menyusu istrinya ke tempat kakek mertua dan membuat kegaduhan di sana hingga membuat Dina ketakutan dan menangis.     

***     

"Astaga! Lina Apa yang sebenarnya terjadi Bagaimana bisa seperti ini?" tanya Elizabeth, dia juga bingung dan tak tahu harus berkata apa melihat ini.     

"Aku tidak tahu, Ma. Saat aku tiba di sini dan membuka pintu aku sudah melihat Rajata penuh darah dan memainkan jari salah satu bibi yang bekerja di sini," jawab Lina sambil menangis. Dia sangat sedih dan terpukul untuk hari ini.     

Lagipula ibu mana yang menginginkan anaknya seperti ini? Tidak normal menyukai darah dan, tahu bagaimana cara mendapatkannya, yaitu dengan melukai tubuh seseorang yang diinginkannya, kemudian, darah akan keluar, dan dia menghisap dengan lahap.     

Elizabeth merasa ngeri dengan sesuatu yang dipegang oleh cucunya yang berasal dari potongan tubuh manusia. Namun apabila tidak nekat, dia khawatir aja tak akan menggigit jari itu dan merasakan dagingnya, yang nantinya akan membuat dia suka dan ketagihan. Maka dia pun memberanikan diri merampas benda tersebut dan melemparkannya jauh dari jangkauan sang cucu, lalu dia menggendong cucunya membawa ke kamar mandi untuk dibersihkan.     

"Kita ini manusia normal kan sayang? Maka bukan itu makananmu," ucap Elizabeth.     

Setelah membersihkan cucunya di kamar mandi dan mengganti pakaiannya ia memberikan sebotol susu, dan berusaha menidurkannya.     

Tidak berselang lama, bayi itu terlelap dalam pangkuan Elizabeth, perlahan-lahan dia meletakkan cucunya di atas kasur dan meminta baby sisternya untuk menemani sementara dia akan berbicara dengan Lina dan papanya.     

"Mama."     

"Elis!"     

Ucap bapak dan menantunya bersamaan ketika mendapati dirinya tiba di ruang keluarga.     

"Rajatha, sudah tidur dengan pulas. Susi menemaninya. Setelah aku membawanya ke kamar mandi dan memandikan dia, dia mau minum susu seperti bayi pada umumnya."     

"Syukurlah!" Ucap dua orang itu bersamaan. Terlihat sangat jelas betapa leganya mereka setelah mendengar apa yang dikatakan oleh Elizabeth.     

"Kakek sebenarnya apa yang terjadi, sebelumnya?! Kenapa bisa Rajata melakukan hal tersebut bahkan sampai memotong jari pelayan? Apakah ada yang salah?" tanya Elizabeth. Sebab Setelah membersihkan tubuh cucunya, dia tidak seperti bayi kranjingan yang hanya menginginkan darah. Dia mau meminum susu, mungkin juga makan bubur selama tidak mencium aroma darah."     

"Papa tidak tahu Lis seperti apa detailnya. Yang papa lihat tadi saat pelayan itu masuk ke dalam kamar untuk membawakan termos berisi air panas, tiba-tiba Rajata tertawa dan mengejarnya. Selain itu berpikir mungkin bayi tersebut menyukai dirinya Ia pun lantas berhenti lalu menggendong namun di luar dugaan, Rajata memegang ibu jarinya dan menariknya kuat hingga patah. Kami juga tidak habis pikir Bagaimana bisa seorang bayi yang baru berusia 9 bulan bisa sekuat itu. Sementara orang seperti kertas aja masih membutuhkan alat tajam untuk bantuan," jawab pakai arti Wijaya menjelaskan dengan panjang lebar.     

"Aku mengerti. Sekarang di mana pelayan itu berada? Aku ingin menanyakan sesuatu padanya," ucap Elizabeth.     

"Dia berada di kamar pelayan. Dokter telah menangani luka nya," jawab kakek Hardi Wijaya.     

"Baiklah, aku harus menemuinya sekarang," ucap Elizabeth kemudian dengan cepat dia berbalik arah dan keluar meninggalkan kamar tersebut.     

Tiba di kamar pelayan, dia mendengar suara rintihan seorang wanita.     

Tanpa ragu-ragu Elizabeth yang masuk ke dalam ruangan tersebut, dia melihat apa yang terjadi di dalam. Ternyata benar seorang dokter dibantu oleh suster telah menangani tangan kanan pelayan itu yang ibu jarinya patah.     

"Bagaimana kondisinya dokter?" tanya Elizabeth tegas. Namun tetap saja sebagai seorang manusia yang memiliki hati nurani, dia tidak bisa menyembunyikan rasa panik dan kecemasannya terhadap pelayanan tersebut.     

"Ini tidak membahayakan nyawa jenuh dan juga dirinya, hanya saja dia menjadi cacat. Bisa diatasi dengan menggunakan ibu jari pasangan apabila anda tersedia. Tapi untuk melakukannya tidak di sini, mainkan harus ke rumah sakit."     

"Saya bersedia dan akan menanggung seluruh biaya nya. Lalu bagaimana keadaannya sekarang?" tanya Elizabeth. Sepertinya dia tidak mau berbelit-belit dengan dokter itu. Ingin segala permasalahan segera terselesaikan dengan baik.     

"Pendarahan nya sudah berhenti tidak sederas tadi. Harusnya Ini adalah sebuah pertanda baik," jawab dokter itu.     

"Terima kasih Dokter atas pelayanan terbaik Anda."     

Dokter itu pun akhirnya berpamitan untuk pergi. Kini, di dalam kamar tersebut hanya ada dia, layarnya jadi korban dan 2 orang temannya yang menemani dirinya.     

"Ini masalah keluarga sebelum kalian masuk untuk bekerja di rumah ini, kepala pelayan sudah menegaskan bukan apapun yang terjadi di dalam rumah tidak boleh sampai keluar. Apalagi, di sebar luaskan. Entah itu melalui sosial media atau kalian bercerita pada kerabat yang tidak bekerja di sini jangan sampai. Ingat sebelum melanggar berpikirlah, ternyata pernyataan ini terdapat di dalam surat kontrak kerja yang kalian tandatangani. Apabila ini terjadi, kalian tahu kan Apa konsekuensi dan resiko nya?"     

"Iya Nyonya saya mengerti. Saya menyadari dan berusaha untuk ikhlas bahwa ini, adalah sebuah kecelakaan. Jikapun saya nanti pulang kampung keluarga dan orang tua saya menanyakan terkait ibu jari saya, saya juga akan mengatakan ini terjadi karena kecelakaan. Bukan sengaja dipotong oleh Tuhan kecil yang tiba-tiba saja berubah menjadi mengerikan seperti itu," jawab pelayanan yang jadi korban.     

"Baiklah sekarang aku tanya sama kamu, Bagaimana awalnya Rajata melakukan penyerangan terhadap mu hingga jarimu terputus?" tanya Elizabeth.     

"Saya sendiri juga tidak tahu nyonya. Sebelumnya Susi meminta supaya saya memasakan air panas untuk membuat susu tuan kecil. Lalu aku membuatkannya dan mengantarkan termos berisi air panas tersebut ke dalam kamarnya.     

Awalnya di dalam kamar tersebut terasa tenang, pohon kecil bermain dengan tuan besar dan baby sisternya dengan baik. Namun ketika dia melihat saya masuk ke dalam ruangan tersebut, segala perhatiannya hanya tertuju pada saya Dia tertawa dan merangkak dengan cepat menghampiri saya.     

Berpikir bahwa dia datang menyukai saya dan meminta untuk digendong, maka saya pun berjongkok dan meluruskan kedua tangan bersiap untuk menggendongnya. Namun, tidak kusangka, dia langsung menggigit ibu jari saya dan menariknya hingga patah. Saya pun terkejut Bagaimana bisa dia melakukan itu tanpa menggunakan sedikit atau alat bantu."     

"Baiklah pertanyaan selanjutnya Apakah saat ini kau sedang menstruasi?"     

Gadis itu yang nampaknya masih perawan, terlihat gelagapan dan malu-malu. Dia meremas ujung roknya untuk menetralisir rasa panik. Kemudian menoleh ke arah teman seolah meminta dukungan untuk memberi jawaban tersebut. Hingga akhirnya dia pun menjawab, "Iya, nyonya. Benar. Sejak kemarin saya memang menstruasi. Hanya saja, baru tadi saya bertemu langsung dengan tuan kecil. Saya cukup terkejut dan sama sekali tidak menyangka ini bisa terjadi. Namun, semua harus kembali pada takdir mungkin ini memang sudah suratan takdir saya. Saya harus ikhlas.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.