Cinta seorang gadis psycopath(21+)

MAKAN SIANG BERSAMA



MAKAN SIANG BERSAMA

0Awalnya mereka berdua berpikir setelah pulang dari rumah sakit langsung menuju ke rumah kakek untuk menjemput Rajata putra mereka. Namun akhirnya hal itu pun diurungkan karena Dina khawatir akan terjadi hal buruk yang tidak diinginkan.     

Meskipun Axel tidak mengeluarkan lagi banyak darah, tapi lukanya masih belum sepenuhnya mengering. Dia takut itu akan memancing Rajata menjadi agresif dan melakukan apa saja demi bisa menghisap darah dari luka yang timbul di tubuh papanya.     

"Jadi bagaimana ini apakah kita langsung pulang ke rumah saja? Atau kamu mau ke rumah mama?" tanya Axel, dengan wajah layu karena dia sedikit merasa kecewa.     

"Terserah kamu aja kamu maunya gimana kita pulang ke rumah atau ke tempat mama saja?" jawab Lina. Kali ini dia pun tidak bisa menghibur suaminya. Sebab, dia pun juga turut berduka akan hal itu.     

'Ya sudah lebih baik aku akan menelpon mama saja," ucap Axel.     

Lina hanya mengangguk pelan. Sementara, mobil yang dikemudikan oleh pak Supri juga terus melaju dengan cepat.     

"Halo Mama Mama ada di mana sekarang?" tanya Axel, begitu panggilannya sudah diangkat.     

"Sekarang mama ada di rumah, Xel. Kamu apa kabar Apakah dokter jadi mengizinkan kamu pulang siang ini?" tanya Elizabeth.     

"Iya Ma aku tadi nah sekarang sudah keluar dari rumah sakit kami sudah berada di dalam mobil. Sebenarnya kami ingin langsung datang ke rumah kakek untuk menjemput Rajata. Tapi, Lina melarang."     

Elizabeth menghela napas dalam-dalam. Iya tahu betapa sedih dan terpukulnya perasaan putranya. "Kalian datanglah ke rumah, saat ini Mama sedang kedatangan tamu yang bersedia membantu kita. Sekalian makan siang bersama," ucap wanita paruh baya tersebut sebab hanya itu yang bisa dia lakukan untuk sedikit mengalihkan kesedihan putranya karena tidak bisa bertemu dengan bayinya.     

"Baik, ma. Kita akan menuju ke sana sekarang," jawab Axel.     

"Pak langsung ke rumah mama ya," ucap Axel pada pak Supri.     

"Nyonya, tuan Axel dan nyonya Lina sudah sampai," ucap salah satu asisten rumah tangga Elizabeth.     

"Di mana mereka sekarang suruh saja langsung masuk ke sini," ucap Elizabeth.     

"Baik dan yang besar akan segera saya sampaikan padanya."     

Tidak berselang lama Axel dan Lina pun masuk ke ruang tamu.     

"Bagaimana kabarmu Axel?" tanya Chaliya. Sengaja dia menyapa pria itu bukan karena apa. Namun niatnya murni hanya karena ingin menjalin hubungan baik dengan keluarganya supaya tidak ada dendam di antara mereka.     

"Karena aku sudah pulang, harusnya kau bisa berpikir sendiri kalau aku sudah baikan tidak perlu bertanya," jawab pria itu dengan ketus.     

Mendengar jawaban tersebut jelas dikit tidak terima. Istrinya sudah menyapa dengan baik santun dan berusaha memperbaiki hubungan. Namun Kenapa Axel malah menjawab seperti itu.     

Mengerti bahwa suaminya tersulut emosi, Chaliya segera mengambil tindakan hanya menahan dengan menekan tangannya pada paha Dicky, supaya dia tidak berdiri dan nyolot, yang justru nantinya malah hanya akan memperkeruh keadaan.     

"Axel, ini tamu mama! Dia menyapamu dengan baik, tidak bisakah kamu menjawabnya dengan baik pula? Kau jangan kekanak-kanakan seperti itu. Dia datang jauh-jauh ke sini, hanya demi membantu kita, supaya bisa menyelesaikan masalah Rajatha," bentak Elizabeth.     

"Sudah lama tidak perlu merasa sangat berjasa begitu padanya. Lagipula di masa lalu dia juga pernah membuatku malu bukan hanya aku bukakan kita semua," jawab Axel entah sejak kapan dia berubah menjadi pribadi yang pendendam tidak seperti sebelumnya.     

"Tante mungkin Axel saat ini memang sedang tidak baik. Mungkin alangkah lebih baiknya apabila saya dan suami saya memohon diri saja. Terkait soal itu nanti saya pasti akan mengabari," jawab Chaliya.     

Dicky hanya memperhatikan istrinya..dia terlihat baik-baik saja. Padahal ucapan Axel jelas sangat sekali menyinggung dirinya. Dipandang dari segi manapun dan dengan nada apapun jika itu kalimat yang dilontarkan sungguh sangat tidak sopan, karena jelas kalimat itu sangat menyinggung bagi lawan bicara yang diajak berbicara.     

"Chaliya, bibi membuat hidangan makan siang ini khusus untuk menyambutmu. Ini rumah tante, dan kau datang ke sini untuk Tante. Jangan pedulikan siapa pun berbicara macam-macam terhadapmu, sekalipun orang itu memiliki hubungan kerabat dengan Tante, oke?"     

"tidak masalah tante kita bisa ngobrol lain kali. Harap dimaklumi saja walaupun dia sudah pulang pasti juga masih merasa sakit, jadi apapun yang dikatakan seseorang itu hanya membuat mood-nya menjadi buruk, iya kan Sayang?" ucap Chaliya, sambil tersenyum memandang suaminya.     

Dicky diam tidak menjawab. Kalaupun Axel masih merasa sakit, itu diakibatkan dari kecerobohannya sendiri. Sudah tahu dia itu sedang mengemudikan mobil, Kenapa harus melamun? lagipula, jika istrinya membuat malu dirinya karena kabur dari pernikahan, bukankah rasa malu itu sudah hilang dan sirna seiring berjalannya waktu. sementara akibat kecerobohan yang dilakukan Axel membuat istrinya kehilangan satu-satunya orang tua yang menjaganya, mama Thassane, apakah waktu bisa membuatnya kembali?     

namun pria itu berusaha sebisa mungkin supaya tidak tersulut emosi. dia tetap tenang bukan karena dia takut atau tidak berani membuat kerusuhan di rumah orang ketika dirinya tengah bertamu. melainkan itu karena permintaan dari sang istri sendiri.     

"baiklah kami akan makan siang bersama kalian. sebab kita tidak mau membuat kerja keras orang menjadi sia-sia," jawab Chaliya.     

saat makan di meja makan yang besar, dan mewah, yang terdapat banyak sekali meni hidangan yang tersedia, mereka melalui hanya dengan diam tanpa adanya obrolan.     

yang terdengar memecah keheningan hanyalah sendok garpu yang saling berbenturan dengan piring keramik tersebut.     

usai makan siang, Chaliya langsung memohon diri. untuk pulang.     

Elizabeth mengantarkan mereka sampai depan pintu, sebab mereka tadi memasukkan mobil ke dalam halaman.     

sementara di ruang makan, Lina masih harus mengurus Axel, yang menjadi sangat manja ketika dia mengalami kecelakaan. apa-apa minta dilayani dengan baik dan diambilkan padahal yang ingin diambil berada dekat dengan dirinya, tanpa berdiri dan melakukan usaha keras tangannya masih dapat menjangkau.     

"Apakah kamu sudah makannya tidak mau nambah lagi?" tanya Lina dengan sabar.     

"Aku sudah kenyang. bisakah kamu mengantarkanku ke kamar sekarang?" tanya axel.     

Dina mengambil gelas di depan Axel dan mengisinya dengan air hingga penuh, lalu memberikan pada suaminya. "kamu ingatkan apa pesan Dokter tadi terakhir kali sebelum kita keluar dari rumah sakit? selain banyak istirahat dan makan makanan yang bergizi kamu juga harus banyak mengkonsumsi air putih supaya kondisi tubuh kamu segera pulih, dan supaya tidak mengalami pengentalan darah," ucap Lina lalu meletakkan gelas itu di depan Axel.     

sebenarnya dia sedikit keberatan ketika istrinya memberikan satu gelas besar berisi air hingga penuh, dan sang istri meminta, supaya dia menghabiskan air tersebut dengan alasan itu adalah saran dari dokter.     

"baiklah karena aku ingin segera sembuh maka aku akan menuruti mu, Sayang. Aku tidak mau kamu bersedih karena melihatku yang sakit seperti ini," ucap Axel sengaja dia membuat drama hal ini supaya ke depannya Lina lebih mengerti dirinya.     

"anak bayi yang sudah kamu minum sampai habis ya?" ucap Lina sambil menepuk pundak Axel. sedangkan dia langsung berlari berhambur keluar untuk menyusul Chaliya.     

"Chaliya!" teriak Lina ketika wanita itu hendak masuk ke dalam mobilnya.     

mendengar teman lamanya memanggil dirinya, dan berlari untuk menghampirinya maka kalian pun diam sejenak, dia menoleh ke belakang lalu melempar senyum ke arah Lina.     

"Chaliya, atas nama suamiku aku benar-benar minta maaf. Aku tidak tahu kenapa dia tiba-tiba saja begitu, padahal selama ini dia tidak pernah membahas tentang kamu menunjukkan kebenciannya atau apa tidak tahu aku sendiri juga terkejut Kenapa tiba-tiba bisa menjawab seperti itu. tolong, jangan ambil hati dan jangan terlalu dipikirkan, ya?" ucap Dina memohon dengan sangat sambil menggenggam kedua tangan Chaliya.     

"tidak masalah aku mengerti mungkin dia juga masih sakit hanya saja tidak mau mengatakan. Karena bagaimanapun dimana-mana namanya seorang pria pasti juga gengsi jika menunjukkan betapa lemahnya dia di depan wanita manapun. apalagi di sana ada kamu istrinya," ucap Chaliya sambil mencubit hidung Lina.     

"Iya mungkin saja begitu Jadi aku minta maaf ya?" ucap Linda lagi yang membuat Chaliya hanya tertawa dan berkata,     

"dari sejak kamu keluar sampai detik ini kau sudah mengatakannya sebanyak 3 kali. memangnya kamu ingin mengatakan sebanyak apa permintaan maaf itu sudahlah Axel juga sudah meminta maaf dan aku pun juga sudah memaafkannya jadi kamu tidak perlu menjadikan ini beban pikiran, aku takut nanti kau sudah kurus makin kesini makin kurus orang-orang akan membully mertua mu. nanti dia jadi bahan omongan jadi mertua galak," ucap Chaliya dengan diri sambil melirik kearah Elizabeth yang memperhatikan menantunya tengah mengobrol dengan baik dengannya.     

"hahaha Apakah kamu melihatku Karena setelah melahirkan tubuhku jadi membengkak seratus persen?"     

"maaf aku tidak bermaksud menyinggung mu jadi tolong maafkan aku ya sudah karena ini sudah hampir sore aku harus segera kembali ke Bandung kasihan suamiku besok pagi sekali dia harus datang ke kantor untuk bekerja."     

"baiklah terima kasih banyak ya hati-hati di jalan kabari kami jika kalian sudah sampai dengan selamat," ucap Chaliya kemudian dia masuk ke dalam mobil dan melambaikan tangan dari kaca jendela yang dia turunkan.     

setelah mobil melesat jauh dari kediaman Elizabeth kali ya tiba-tiba saja menangis dengan kencang. jelas hal itu membuat Dicky menjadi bingung.     

"Sayang, Kamu kenapa tiba-tiba menangis Apakah ada yang sakit?" katanya pria itu panik dia bingung harus terus atau berhenti sejenak untuk menenangkan istrinya.     

"Dicky, Kenapa sih menjadi orang baik itu sangat sulit? sakit sekali. andai saja ini, adalah ragaku sendiri. apa sih pemilik raga ini tidak selalu datang dan ikut campur urusanku, pasti sejak pertama Axel mengatakan kata-kata yang sangat tidak enak untuk didengarkan, aku sudah dulu menamparnya dengan kata-kata," jawaban kita itu sambil terus menangis.     

"aku mengerti itu pasti sangat sakit. kamu yang sabar ya di sini ada aku," hibur Dicky sambil mengelus punggung Chaliya     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.