Cinta seorang gadis psycopath(21+)

HIGH KARBO



HIGH KARBO

3'Bagaimana juru kunci itu bisa tahu banyak tentang hal itu. Apakah benar tidak bisa berbicara dengan arwah seseorang yang sudah mati? Jika tidak, atau sekedar hanya mengada-ngada, Kenapa yang dikatakan oleh juru kunci itu bisa sama persis dengan apa yang Chaliya katakan. Seorang pria yang dimaksud oleh juru kunci itu, pasti adalah Andra, kan?' batin Elizabeth.     

"Ma, apakah kau mendengarku?" tanya Axel sambil melihat kearah mamanya dengan pandangan yang tidak bisa dijelaskan. Hanya saja yang ada dalam pikirannya, pria itu menebak kalau mamanya tidak konsentrasi dengan apa yang dia bicarakan.     

"Iya, tentu saja mendengarkan."     

"Kenapa melamun, begitu, sih ma?" tanya Axel dengan tatapan penuh selidik.     

"Mama yang tidak melamun hanya berpikir saja, memang ada kasus seperti itu, ya? Lagipula ini sudah lama jika memang itu bukan Alya lalu, siapa? Ini sudah lima tahun lamanya kalau memang ada keluarga yang merasa kehilangan putrinya pasti juga akan melakukan pencarian bukan? Tidallah mereka merasa kehilangan dan melapor pada polisi?"     

"Iya juga, ya Ma." Axel juga berfikir demikian."     

"Sudahlah masalah ini jangan diambil serius, kamu iya kan aja apa yang dikatakan oleh juru kunci itu. Tapi ya sudah cukup mengiyakan saja tidak lebih dari itu," ucap Elizabeth. Berbelit-belit dan tak jelas, apa yang mau dikatakan sebenarnya.     

"Tentu saja alu tidak mengambil pusing masalah ini. Kita fokus saja dengan masalah Rajatha, jangan apa yang dikatakan oleh juru kunci itu, kan maksut mama? Jika memang AAlea masih hidup, dan dia muncul ke permukaaan, bukankah itu lebih mudah bagiku untuk meminta maaf?"     

"Ya, kamu memang benar. Kira-kira, Chaliya dan suaminya sudah tiba di rumah apa belum, ya?" gumam Elizabeth.     

"Aku juga tidak tahu. Jika mereka langsung pulang ke rumah ya pasti sudah. Namun, jika masih mampir ke tempat lain, ya... aku tidak bisa memperkirakannya," ucap Axel.     

"Biar mama mengirim pesan chat padanya, bagaimana, dia sudah sampai, dan bertanya pada Dicky apa tidak kalau gitu." Elizabet pun langsung mengetik pesan lalu mengirimnya pada Chaliya. "Sudah, kita cukup menunggu kabar selanjutnya saja."     

"Mama, kau istirahatlah. Pasti lelah seharian mondar mandir begitu," ucap Axel.     

"Ya, kau juga istirahatlah! Mama memang sudah sangat mengantuk sekali," jawab Elizabeth. Ia pun menghempaskan tubuhnya di aras sofa panjang berbaring kemudian memasang selimut dan memejamkan mata.     

Axel melihat mamanya yang sepertinya sudah terlelap. Ia merasa iba pada wanita yang sudah bertaruh nyawa sendirian melahirkan dirinya ke dunia. Belum lagi, setelah kelahirannya, ia [un juga bersusah payah membesarkan dirinya seorang diri. Dia bukan tidak memiliki seorang ayah. Tapi, ayahnya memang lebih memilih menjalani hidupnya sendiri dengan wanita lain.     

"Maafkan aku, Ma. Selama ini belum bisa membahagiakan mu. Kau bahagia selama ini karena usahamu sendi, Ma," gumam Axel.     

****     

Kala itu Chaliya dan Dicky selesai mandi. "Mau makan apa, Sayang?"     

"Ini sudah malam. Kasian bibi kan jika disuruh masak. Sekali-kali bikin mie instan pake telur, yuk," ucap Chaliya sambil tersenyum jahil mengatakan idenya.     

"Apa? Kau benar-benar tidak peduli dengan tubuhmu, ya?" tanya Dicky, heran. Meskipun sudah lama istrinya tidak menyandang status sebagai model, namun tetap saja Dia menjaga tubuhnya seperti dulu. Tidak makan makanan yang berkalori tinggi apalagi makanan yang berlemak seperti gorengan atau mie instan. Dengan alasan, Jika dia tetap cantik jika suaminya berpaling ia bisa mendapatkan pengganti yang lebih baik dari suaminya.     

Namun akhir-akhir ini dia benar-benar aneh. Makan sembarangan dan cenderung suka mengemil makanan dengan karbo tinggi.     

Kadang biji juga pusing, dibuatnya. Kalian makan dengan nasi putih, sayurnya bayam dengan campuran jagung manis, lauknya perkedel kentang. Nanti, setalah makan, dia ngemil singkong rebus, kadang juga singkong goreng.     

"Saat ini aku memang sedang ingin makan-makan apa saja yang ingin aku makan. Urusan tubuh setiap hari kan aku olahraga. Makan apa saja itu tidak masalah semakin dalam takaran dan olahraga tetap rutin. Jadi, Apakah kamu masih akan menghalangi ku?"     

"Tidak, Sayang. Mana berani, aku melanggar titah sang ratu?" jawab Dicky, mengangkat kedua tangan dan tertawa garing.     

"Ya sudah sekarang aku pengennya makan mie instan rasa soto kuah dan kamu yang memasak." Chaliya tersenyum manis sedikit genit. Memohon, sekaligus menggoda.     

"Baiklah. Aku akan memasukkannya untukmu."     

"Terimakasih, suamiku," jawab Chaliya memasang wajah imut.     

Chaliya segera beranjak dari ranjang dan mengikuti Dicky yang keluar untuk memasakkan makan malam untuk mereka.     

Saat di dapur menemani suaminya memasak, wanita itu juga bertingkah Tidak seperti biasanya. Emang dia sering ngobrol dengan suaminya. Namun topik obrolan mereka tidak jauh dari masalah bisnis dan rencana mereka ke depannya. Hanya saja kali ini beda, dia lebih sering menceritakan sesuatu yang tidak begitu penting, dan, sepertinya tidak akan jadi masalah apabila tidak tahu. Meskipun mengetahui, juga tidak memberi pengaruh apa-apa terhadap kehidupan mereka.     

"Kenapa rumah sepi sekali, ya? Ke mana Chris dan Dwi pergi?" tanya Chaliya.     

"Tadi pagi dia izin untuk berlibur. Karena kau bersama tante Elizabeth telah pergi ke Jakarta jadi aku mengizinkannya. Mungkin mereka baru akan kembali besok pagi saat jam kerja."     

"Oh, jadi kita free? Lalu, ke mana bibi?"     

"Dia juga sedang ke rumahku. Di rumah ini benar-benar hanya ada kita berdua. Kamu ingin melakukan apa sekarang?" tanya pria itu menantang.     

"Sekarang? Aku hanya mau makan mie kuah rasa soto dengan telur setengah matang. Bukannya sejak tadi aku sudah mengatakan itu padamu berkali-kali? Lalu kenapa kamu masih bertanya?" Jawab Chaliya kesel.     

"Baiklah, apakah kau tidak mau, makan dengan lobster atau kepiting?"     

"Itu makanan Sultan. Aku tidak mau itu. Pokoknya hari ini aku benar-benar kepengen banget dengan telur setengah matang. Beruntung hanya ada kamu di rumah, karena aku memang ingin kamu yang masakannya."     

Dicky tersenyum tipis, kemudian mencubit gemas dagu Chaliya, dan menyiapkan bahan-bahan yang dibutuhkan.     

"PING!"     

Chaliya segera mengambil ponselnya menggeser lebih dekat di depannya dan melihat siapa yang mengirimkan pesan semalam ini.     

Wanita itu seketika mengurutkan kedua alisnya saat mengetahui bahwa tante Elisabeth lah yang mengirim pesan untuknya. Mungkin terlalu lama dia bercanda dengan Dicky, maka dia melupakan tentang topik utama yang harus dibahas bersama suaminya mengenai masalah dari keluarga Wijaya, yang sebenarnya juga masalah untuk dirinya.     

"Cha, Bagaimana Apakah kau sudah mengatakan ini pada suamimu? Kira-kira dia bisa tidak membantu tante sekeluarga?"     

"Oh, Aku bahkan sampai melupakan ini," gumamnya lirih. Kemudian wanita itu tersenyum sambil mengetik pesan balasan dan mengirimkan pada sang pengirim pesan tadi.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.