Cinta seorang gadis psycopath(21+)

MASA KELAM DWI



MASA KELAM DWI

0"Ayah ingat aku ini putrimu harusnya kau melindungi ku bukan malah mencelakakan ku seperti ini!" ucap Dwi dengan suara lirih sambil menangis dan memohon bersujud di bawah kaki ayahnya.     

Namun sama ayah yang sudah dibutakan oleh harta dia tidak peduli dengan permohonan yang diucapkan oleh putrinya. Dengan tega dia meraih koper berisi uang tersebut lalu pergi meninggalkan tempat itu dan tak lupa dia juga mengucapkan bersenang-senang untuk tuan Haris yang telah membeli keperawanan putrinya seharga satu miliar.     

Setelah sang ayah pergi, kini di dalam ruangan tersebut hanya ada dia dengan si tua itu yang tengah menatap dirinya dengan tatapan lapar.     

"Semakin pria tua itu mendekati Dwi, Dwi semakin mundur, menangis dan memohon supaya pria itu tidak melakukan apa-apa terhadapnya.     

"Tuan, saya tahu sebenarnya ada adalah orang baik. Jadi, saya mohon! Yang melakukan apa pun terhadap saya. Saya berjanji akan membayarnya atau mengabdikan diri saya sebagai pembantu di rumah Anda seumur hidup tanpa Ki di gaji cukup beri saja saya makan," ucap Dwi memelas.     

Pria itu menyeringai. memegang dagu Dwi dan mengangkatnya ke atas memaksa supaya gadis kecil di hadapannya menatap wajahnya yang terlihat seram dan beringas.     

"Apa kamu bilang? Perilaku supaya tidak melakukan apapun terhadapmu? Halo apakah Kau pikir aku bisa mengabulkan permintaan sedangkan ayahmu sudah bawa setengah lebih dari harga dirimu?"     

Saat itulah Dwi sadar bahwa memohon dengan cara ini akan sia-sia. Akhirnya dia pun nekat pria tua itu dan berusaha kabur melalui jendela kaca yang ia pecahkan.     

Sadari bahwa wanita yang baru saja dibeli oleh tuannya telah kabur, beberapa anak buah pria itu berlari mengejar. Hingga di sebuah jalan, ia nyaris tertabrak oleh mobilnya Dicky. Dicky lah yang menolongnya, membawa ke tempatnya, dan memberikan banyak teman yang baik padanya. Karena dia masih mengalami trauma, dan tidak mau bicara sama siapapun, maka saat itu Dicky lah yang setiap hari datang untuk menghibur, memberinya makan, dan menumbuhkan kembali rasa percaya diri sekaligus mempercayai orang lain.     

Dicky sendirilah yang menyakinkan bahwa semua orang yang berada di sini semua sama. Mereka semua bersaudara, tidak ada yang saling tikung.     

Sejak saat itulah, rasa cinta di dalam hatinya untuk Dicky tumbuh. Di mana Dwi, Dicky adalah sosok pria sempurna yang bisa menghargai wanita. Sebab, dia tidak pernah membawa wanita satupun ke tempatnya.     

Padahal, di luar sana, dia memiliki banyak wanita yang hanya dijadikan sebagai alat pemuas saja.     

Sejauh ini Dwi dengan percaya diri tetap mencintai Dicky dan memiliki keyakinan sendiri bahwa kelak Dicky juga akan mengerti dan mencintai dirinya. Namun, semua itu sirna disaat Dicky mengumumkan bahwa dia sudah menikah. Tidak sampai satu tahun, ia meminta dirinya dengan Christie untuk menjadi pengawal pribadi istrinya.     

"Tuan... Apakah benar kau benar-benar mencintai istrimu dengan sepenuh hati? Apakah benar kalian tidak terpisahkan? Ini hanyalah masalah sepele. Mungkin bisa saja kau menahan tidak memarahi istrimu. Tapi, bagaimana jika seandainya nanti kesalahan terlalu fatal? Dan itu terjadi di saat dia sudah tak lagi mengandung anakmu?" ucap Dwi seorang diri sambil menatap foto Dicky dari layar ponselnya.     

"Brak!"     

Ketika duit terlalu asyik menikmati wajah rupawan seorang pria di dalam ponselnya, tipe-tipe kentut di dalam kamarnya terbuka lebar. Dia terkejut dan buru-buru keluar dari aplikasi itu, dan menampilkan ponselnya kembali ke layar utama. Gadis itu menoleh ke belakang di sana nampak Chris mengenakan celana jeans panjang dan sweater rajut, serta kemeja kotak yang diikat di pinggangnya. Ia juga memakai topi yang diarahkan ke belakang, sementara punggungnya menggendong ransel.     

"Halo, Dwi. Selamat malam! Aku sudah lama sekali tidak kembali. Apakah kamu tidak merindukanku?" tanya gadis itu dengan senyumannya yang selalu ceria.     

Aduh hanya tersenyum tipis kemudian meletakkan ponselnya diatas nakas lalu duduk sambil membaca buku yang sejak tadi terletak di atas tempat tidurnya.     

Merasa tidak memiliki respon yang hangat dari sahabatnya, Kris berlari menghampiri Dwi dan pendaratan tubuhnya dalam keadaan telungkup tepat di sebelah dulu yang tengah bersandar.     

"Hei kamu ini kenapa diam terus? Apakah ada yang salah dengan dirimu?" tanya Christie.     

"Lagi pula kan aku pernah banyak bicara sepertimu?" jawab Dwi dengan sinis.     

Merasa ada yang tidak beres dengan sahabatnya, Chris memandang wajah Dwi dengan seksama.     

"Kamu ada masalah apa? Jika mau cerita saja jangan bersikap seperti itu sama aku," uap Chris dengan sabar.     

"Segala kamu tenang saja tidak perlu mengkhawatirkan aku. Aku bisa dan tahu bagaimana cara mengatasi masalahku sendiri. Karena kamu baru saja tiba, mungkin kamu lelah. Istirahatlah, Sudah makan malam apa belum?" tanya Dwi dengan datar.     

Chris terus saja memperhatikan mimik sahabatnya. Melihat dengan jelas kalau dia memang memiliki beban pikiran yang tidak ringan, jawab dengan serius barusan bukanlah keinginannya. Dia hanya sedikit lepas kendali saat hatinya benar-benar lelah. Namun, sesungguhnya dia benar-benar tidak ingin melukai perasaannya. Apa arti persahabatan ya supaya tetap utuh disebut juga harus mengalah dan mengesampingkan perasaannya dengan sikap Dwi barusan.     

"Iya, kau benar. Aku menang baru saja tiba dan aku sangat lelah. Sebutkan Aku sudah makan malam, tapi karena aku tidak begitu kenapa nggak makan tadi, bila kau mau berbaik hati memberikan aku Aku tidak akan menolak," ucap Chris.     

Dwi tersenyum tipis. Kemudian beranjak meninggalkan kamar.     

"Kamu gantilah baju dulu. Aku akan membuat sesuatu untukmu."     

"Baiklah!"     

"Tuan sama nyonya di mana? Masa sudah tidur?" tanya Christie. Dia tiba di rumah pukul delapan lebih tadi.     

"Mereka keluar sejak pagi jam tuju," jawab Dwi tanpa mengalihkan pandangannya pada panci di atas kompor.     

"Aku kenapa ya merasa ada yang aneh saja di sini," ucap Chris lagi.     

"Apanya yang aneh? Mungkin itu hanya perasaan saja. Ini kami semua baik-baik saja." Dwi menuang mie instan yang sudah matang dari dalam panci kecil bertangkai panjang ke dalam manguk. Tak lupa dia menambahkan telur rebus yang dipotong 2 dan menaburkannya dengan bawang goreng barulah dia menyajikan dan memberikan kepada Chris.     

"Sudah jangan banyak berpikir sekarang kamu makan saja ini," ucap Dwi, katakan 1 mangkok mie rebus yang masih banyak pada mini bar.     

"Wah, ini banyak sekali, Dwi? Aku mah nggak bisa menghabiskannya?" ucap Chris selain telur rebus utuh, di dalamnya juga sudah ada telur yang direbus bersamaan dengan mie dan kucingnya setengah matang.     

"Siapa yang bilang harus kamu makan sendiri?" ucap Dwi sambil menunjukkan kalau dia memegang dua sendok dan dia garpu.     

Chris pun tertawa, dan mereka bersama menikmati mie rebus itu.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.