Cinta seorang gadis psycopath(21+)

MENJADI ANAK ANGKAT



MENJADI ANAK ANGKAT

"Ah, mungkin kalian berdua bingung. Jadi begini kemarin Chaliya dan suaminya datang kemari mengatakan ingin menjadi relawan untuk membantu menjaga anak-anak panti selama beberapa hari kedepan.     

Kami mengiyakan saja tidak tahu apa alasannya tapi setelah tahu alasannya bahwa dia baru saja keguguran, saya kasian, mengajaknya ngobrol ke sana kemari, saya tahu dia sudah tak lagi memiliki orang tua, dan dan kami juga tidak memiliki anak karena satu-satunya anak perempuan kami telah tiada. Dia tidak keberatan memanggilku dengan panggilan ibu maka, saya menganggap dia adalah putri saya dan saya pun dianggap seperti orang tuanya sendiri," ucap Yulita, memberi isyarat pada Elizabeth.     

Elizabeth yang bisa mengerti isyarat yang diberikan oleh Yulita segera menyahut, dia berkata sambil tertawa, "wah ini adalah sebuah keluarga yang bagus, walaupun mungkin tidak ada hubungan darah dan tidak menunjukkan bukti DNA bahwa kalian adalah ibu dan anak. Namun setidaknya, hubungan dekat seperti orang tua dan anak Antara kalian tidak akan menimbulkan sakit dan luka akibat cemburu. Kecuali aku yang melakukan itu kalau bukan putraku yang membantuku yang akan cemburu karena, Chaliya dulu adalah mantannya Axel."     

Mendengar celoteh dari Elizabeth, semua tertawa termasuk Lina. Sedikitpun wanita itu tidak merasa sakit hati karena tahu bahwa, Chaliya sama sekali tidak pernah menyukai Axel. Yang ada di hatinya kalau itu hanyalah Andra, dan sekarang dia memiliki suami yang mirip dengan mendiang kekasihnya itu.     

"Mama yang selalu memasang ekspresi wajah serius dan tidak pernah bicara apabila tidak berkepentingan, ternyata bisa ya bercanda juga," tukas Lina.     

Tanpa terasa, waktu sudah menunjukkan pukul 2 siang. Mereka terlalu asyik mengobrol hingga melupakan segalanya.     

Namun meskipun mereka pulang malam sekalipun tidak akan ada yang marah. karena status Elizabeth adalah seorang janda Dia tidak memiliki suami, lalu Lina... Dia pergi bersama mertuanya, suami lah mana berani marah apabila dia pulang terlambat.     

"Astaga Mama ini sudah jam 2 lebih!" seru Lina terkejut.     

"Biasa sajalah, Lin... Kamu tidak perlu lebay ketakutan seperti itu," ucap Elizabeth seolah tahu apa yang ditakutkan oleh menantunya.     

"Rajata sejak tadi belum tidur, Ma. Kasihan dia Dia itu tidak bisa tidur kalau tidak di kasurnya sendiri," elak wanita itu. Padahal, bukan itu sebenarnya yang menjadi alasannya ingin segera kembali. Sengaja menjadikan sejarah sebagai alasan supaya mama mertua nya mau segera berpamitan dan pulang.     

"Oke baiklah, kalau begitu Mama akan pamit dulu," jawab Elizabeth. Sedikit banyak dia juga percaya dengan apa yang dikatakan Lina. Sebab biasanya 11.00 rajatas sudah tidur hingga pukul 1 siang. Tapi ini sudah jam 2 lebih Rajata sama sekali tidak tidur. Masih aktif bermain walau terkadang rewel karena ngantuk.     

"Chaliya, jeng Yuli, kai pergi dulu ya. Kasian, ini cucuku tidak bisa tidur kalau tidak di kasurnya sendiri kata emaknya," ucap Elizabeth.     

"Oh iya. Terima kasih atas donasi yang sudah kalian berikan pada kami tiap bulannya. Ini benar-benar sangat membantu sekali," ucap Yulita.     

"Sama-sama semoga memberi manfaat kepada anak-anak panti semua," jawab Elizabeth.     

"Jeng, datanglah kemari meskipun tidak membawa donasi juga tidak masalah. Barangkali ingin menemui Chaliya, sepertinya, mulai saat ini dia akan lebih sering berada di sini daripada di rumahnya sendiri," ucap Yulita lagi.     

"Aku tahu dan aku sudah memperkirakan itu," jawab Elizabeth kemudian mereka berpelukan dan saling cium pipi kemudian sama-sama pulang.     

Chaliya merebahkan tubuhnya yang terasa lelah di atas kasur dalam kamar yang tersedia di panti itu yang memang disiapkan untuk para relawan.     

"Haaaah, nikmat sekali rasanya kalau dah kek gini," gumam Chaliya sambil merentangkan kedua tangannya seraya berbaring.     

"Bagaimana harimu tadi Sayang apakah menyenangkan?" tanya Dicky yang juga berbaring disebelahnya.     

"Selama hidupku bahkan aku belum pernah merasakan kebahagiaan yang sebahagia ini."     

Dicky terdiam. Ia kemudian dia duduk. Dengan ekspresi wajah melas pria itu bertanya kepada istrinya, "Apakah kamu tidak bahagia ketika menikah denganku dan menjadi istriku selama ini?"     

Chaliya seketika mengalihkan pandangannya dari atas langit-langit pada wajah suaminya yang terlihat putus asa. Di aku duduk berjajar dengan suaminya kemudian memeluk tubuh pria itu dari samping.     

"Kamu bertanya seperti itu, seperti orang asing yang tidak mengenalku saja. Aku bahagia Tapi, kebahagiaan untuk saat ini aku tidak bisa mengucapkan dengan kata-kata sulit untuk dijelaskan. Jika kau benar-benar mencintaiku dan mengerti Seperti apa karakter ku, harusnya kamu ngerti maksud dari perkataanku barusan," jawab thalia berusaha sebisa mungkin memberi pengertian pada suaminya supaya tidak salah paham.     

"Hahaha kenapa kamu memasang raut wajah merasa bersalah seperti itu, Sayang? Aku tuh cuma nge-prank kamu bercandain kamu nggak serius kok. Iya aku ngerti seperti apa apa perasaanmu saat ini dan dulu. Aku adalah satu-satunya pria yang kamu cintai di dunia ini, jadi aneh dong kalau kamu tidak merasa bahagia dengan pernikahan kita," jawab Dicky sambil tertawa terbahak.     

"Idih kamu ngeselin banget sih, Dick! Aku menjelaskan seperti itu karena takut kamu nanti malah salah paham dan cemburu pada anak-anak panti. Kan nggak lucu kalau sampai kamu melarang aku datang ke panti asuhan. Tidakkah kamu lihat anak-anak kecil tapi begitu menyukaiku dan sangat senang bermain denganku daripada dengan Lina, atau pada kakak pengasuh yang dipekerjakan oleh ayah dan ibuku?" ucap Chaliya menjelaskan.     

Dari kedua sorot mata wanita itu menunjukkan bahwa dia sangat membanggakan diri ketika anak-anak itu jauh lebih menyukai dirinya daripada Elizabeth Lina bahkan ibunya.     

Padahal yang menghampiri mereka adalah anak-anak yang baru pertama kali ini bertemu. Karena yang dia temui dulu ketika masih bekerja bersama Axel sudah tidak ada pada diadopsi oleh orang tua asuh yang pasti bisa memberikan kehidupan yang jauh lebih layak dari pada panti asuhan ini sendiri.     

"Sebagai suamimu aku berjanji tidak akan pernah melarangmu datang ke panti asuhan ini atau panggilan sangat manapun selama kamu suka. Tapi ada syaratnya," ucap Dicky serius.     

"Begitu saja pakai syarat ya memang Apa syaratnya kalau boleh tahu?"     

"Ya kamu harus tahu kalau tidak tahu bagaimana kamu bisa memenuhi syarat tersebut? Syaratnya cuma satu kamu nggak usah terlalu capek dan lelah karena itu tidak baik untuk kondisi kesehatan kamu. Apalagi kamu kan juga baru saja keguguran, yang bisa dan yang pandai menjaga diri, oke?"     

Chaliya tersenyum manja sambil menjatuhkan pelukannya pada dada Dicky. "Kau memang satu-satunya suamiku yang terbaik. Paling mengerti aku tanpa harus aku jelaskan. Terima kasih banyak untuk semuanya, ya?"     

"Sama-sama Sayang. Ini sudah siang lebih baik kita tidur saja. Kamu pasti sangat lelah."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.