Cinta seorang gadis psycopath(21+)

PENYAMARAN SEMPURNA



PENYAMARAN SEMPURNA

0"Siapa dia? Apakah kau mengenalinya?" tanya Dwi dengan muka serius.     

"Emangnya kenapa Apakah kau ada masalah dengan orang tersebut?" tanya Bob setelah cukup lama memperhatikan video wanita tersebut kemudian memandang ke arah Dwi mencoba mencari jawaban dari mata gadis itu apabila dia tidak mau mengatakannya.     

"Aku bertanya padamu kau mengenali atau tidak bukan malah bertanya balik kepadaku," jawab Dwi.     

"Tidak... aku tidak mengenalnya."     

"Kau kan seorang polisi tidak bisakah kamu mengenalnya dari gestur tubuhnya?     

"Ya nanti di kantor coba aku tanyakan pada yang lain siapa tahu mereka mengenali gesture tersebut emangnya siapa sih?"     

"Itu adalah caraku untuk menyamar supaya tidak ketahuan dan tetap aman."     

"Terus itu kau? Dapat ide dari mana berdandan seperti itu sungguh lucu sekali," ucap Bob sambil tertawa.     

"Ide mengalir begitu saja ketika aku membuka lemari pakaianmu. Sebesar apapun Hudi yang aku kenakan tapi jika masih memakai celana kurasa Seperti apa gestur tubuh kok masih tetap terlacak oleh polisi tapi jika begini selama ini aku tidak pernah kan perkuliahan bila memakai sarung."     

"Hahaha kok benar tapi ini lucu sekali."     

"Bob! Aku minta tolong sama kamu apakah kamu bisa menolongku?" tanya Dwi penuh harap.     

"Minta tolong apa itu coba katakan siapa tahu aku memang bisa membantumu."     

"Aku tahu waktuku untuk bebas sudah tidak lama lagi titik karena cepat atau lambat pasti akan ketahuan lagi pula aku juga masih belum sedangkan aku minta tolong sama kamu tolong temukan keberadaan Dicky yang akurat untukku."     

"Untuk apakah menemuinya dia sudah jelas-jelas tidak menginginkan mu!"     

"Iya aku tahu itu justru karena itu aku ingin bertemu dengannya untuk yang terakhir kali."     

"Untuk yang terakhir kali kenapa?"     

"Sudahlah kamu membantuku atau tidak?"     

"Baik, aku akan membantumu."     

****     

Dengan mengenakan pakaian serba hitam, mengawasi sekitar rumah Chaliya.     

Tidak berselang lama, sebuah mobil yang tak lain itu adalah mobil milik Dicky masuk ke dalam halaman rumah tersebut.     

'Bob, kau memang benar-benar bisa diandalkan,' batin Dwi ketika melihat seorang pria tampan bertubuh tinggi besar dan tegap turun dari mobil tersebut.     

Dia yang semula tersenyum membanggakan bantuan dari Bob yang memang benar-benar bisa diandalkan, kini dia harus menahan emosi supaya tidak meledak ketika melihat pria yang disukai memeluk dan memberikan kecupan pada ujung kepala wanita yang paling dia benci.     

"Sialan Kenapa sih harus bermesraan di sini?" umpatnya lirih.     

"Aku tahu kamu sakit jika mengingat kejadian di dalam rumah ini. Maafkan aku. Ini semua salahku."     

"Sudah ya jangan untuk masalah ini lagi aku sudah berusaha ikhlas kok. Mau ikhlas atau tidak ya harus dipaksakan kan memang bukan keinginan kamu," ucap Chaliya, sambil menyentuh pipi dan rahang Dicky yang kokoh. Lalu, di balas pelukan dan kecupan dari Dicky yang membuat Dwi menjadi kesal, tak tahan lali pergi, dan membatalkan rencananya sendiri.     

"Tidak apa-apa. Aku takan baik-baik saja. Masuk ke dalam rumah tidak akan jadi masalah. Karena, ini adalah rumahku aku menempati lebih dulu sebelum kalian," jawab Alea dengan penuh percaya diri karena dia sangat yakin dengan apa yang ada dalam pikirannya     

Nadia memasuki ruang tamu semua memang baik-baik saja hanya saja ketika pandangannya ke pajak pada single sofa di ruang tengah yang menghadap ke TV, seketika tubuhnya menjadi bergetar. Hatinya terasa sangat panas ubun-ubunnya seperti mau meledak. Dia seolah-olah melihat kembali adegan itu dimana ketika suaminya tengah bercinta dengan wanita lain yang dianggap sudah seperti saudara sendiri.     

"Cha... " panggil Dicky. Dia tidak tahu harus meneruskan kalimatnya seperti apa? Jelas dia sedang tidak baik-baik saja namun berbicara tidaklah mendapatkan hasil apa-apa selain bertindak. Hanya saja dia tidak tahu harus bertindak yang bagaimana. Untuk memeluk istrinya saja Dia tidak memiliki keberanian merasa dirinya sangat kotor.     

"Kamu nggak perlu terus-terusan merasa bersalah. Kali ini adalah salahku yang masih belum bisa melupakan hal itu. Jika saja aku bisa melupakan sejak dulu, pasti tidak akan seperti ini, kan? Sebelumnya aku juga sudah mengatakan bahwa ini adalah rumahku aku yang lebih dulu menempati tempat ini bersama kenangan ku bukan dia," ucap Chaliya sambil terisak dan menjatuhkan pelukannya kepada dada bidang Dicky.     

Dengan tangan yang kaku dan sangat dipaksakan dia membalas pelukan istrinya dan mengusap punggungnya supaya Alya bisa lebih merasa lebih baik dan tenang.     

"Percayalah aku tidak apa-apa aku baik-baik saja. Bukankah memang luka itu susah dan lama sekali sembuhnya? Namun walaupun begitu mustahil untuk sembuh Dan tak lagi sakit kan kalau pun ada bekasnya?" ucap Chaliya lagi.     

"Iya sayang kamu benar aku mengerti sekali seperti apa perasaanmu saat ini. Jika memang kamu menangis menangislah jika kau merasa sakit lampiaskan padaku aku siap tidak akan marah dan melawan," bisik Dicky di dekat telinga Chaliya.     

"Glontang!"     

Chaliya langsung menjauhkan tubuhnya dari tubuh Dicky ketika mendengar suara seperti panci jatuh dari dapur.     

"Apakah di dalam rumah ini ada orang?" tanya Chaliya, sedikit merasa canggung karena ia takut jika orang itu melihat apa yang baru saja Dia berbuat. Meskipun mereka adalah pasangan yang sudah sah, dan hanya berpelukan saja. Tapi sambil menangis dan ditenangkan seperti sebuah drama saja. Dia sangat malu.     

"Rumah ini tidak pernah kosong, supaya biar ada yang tepat membersihkan dan merawatnya," jawab Dicky.     

"Memangnya siapa yang berada di dalam rumah ini selama aku pergi?"     

"Siapa lagi? Ya bi Ina, lah."     

"Apa? Bi Ina? Dengan siapa dia tinggal Apakah dia tidak takut setelah adanya insiden di tempat ini?"     

"Kenapa harus takut? Dwi tidak menebas kepala Christie di sini. Lagipula dia di sini tidak sendirian kok dia mengajak salah satu teman sesama pelayan dari rumahku untuk menemaninya tinggal di sini."     

"Oh, bagus kalau begitu."     

"Duh, Nyonya... Setelah sekian lama pergi ya akhirnya kau kembali juga. Setengah mati rasanya bibit sangat merindukanmu Nyonya," ucap bibi Ina. Yang sukses membuat Chaliya tertawa.     

"Barusan tadi, Bibi menjatuhkan apa tadi di dapur?" tanya Chaliya mengalikan topik pembicaraan.     

"Itu... Panci. Mau bikin kopi, malah tergelincir dari tangan," jawab bi Ina.     

"Ya sudah, lanjutkan saja. Saya mau ke atas dulu melanjutkan packing barang," ucap Chaliya.     

Selama beberapa menit menapaki anak tangga untuk menuju ke dalam kamarnya di lantai atas, Chaliya merasa seperti ada yang aneh pada bibi. Dia memang seorang yang sangat baik dan perhatian pada dirinya. Hanya saja selama ini sepertinya sekalipun bi Ina tidak pernah melawak. Apakah dia tahu dengan bebanku akhir-akhir ini? Batin Chaliya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.