Cinta seorang gadis psycopath(21+)

APAKAH KEBETULAN?



APAKAH KEBETULAN?

0Axel menjadi banyak diam setelah melihat sendiri biodata penulis psycopat yang memiliki kebiasaan tak wajar seperti yang dimiliki oleh Alea wanita yang diam-diam selama ini ia sukai. Meskipun kali ini sudah tidak diam-diam lagi. Melainkan, tinggal menunggu hari lagi untuk menunggu jawaban atas cintanya.     

"Kenapa semuanya begitu kebetulan begitu? Awalnya, memang aku melihat papanya Alea begitu sehat, normal dan terlihat jelas kalau beliau memang baik-baik saja. Lalu, terakhir saat mengantarkan Alea pulang dari rumah sakit, dia memang terlihat seperti gangguan kejiwaan saja. apa sebenarnya yang terjadi Alea? Walaupun Andrea S itu kau, tapi kehidupanmu tak sama dengan kisah yang ada dalam novel, mu kan? Kau bukan terlahir dari keluarga broken, kan? Hubungan ayah ibumu baik-baik saja, kan? Katakana padaku Alea.     

Semua itu hanya imajinasi liar yang hinggap dalam benakmu yang kau tumpahkan dalam bentuk tulisan. Tapi, kau tidak melakukan pembunuhan setragis itu."     

Axel merebahkan tubuhnya di atas kasur. Beberapa hari ini pikirannya terasa sangat lelah dan tertekan sekali. Bukan terkait pekerjaan. Urusan bisnis dan kantor semua berjalan sangat lancar berkat Alea yang memang memiliki kinerja yang sangat baik. Tapi, Alea lah yang jadi beban dalam pikirannya. Meskipun berkali-kali ia menampik tentang fakta itu, tetap saja ia merasa tidak tenang. Kini pria berdarah Jerman pemilik manik mata biru keabu-abuan tersebut tahu, bagaimana takut dan kalutnya Wulan kala itu. Dia sungguh memaklumi itu.     

"Wulan. Aku harus meminta maaf padanya," ucapnya seorang diri kemudian beranjak meninggalkan ranjang yang menjadi sakti bahwa dirinya bebrapa hari ini menjadi pribadi yang cenderung pemalas dari pada biasanya.     

"Ada apa, Xel?" tanya Wulan yang melihat kakak angkatnya dari bayangan cermin di ambang pintu kamar.     

"Aku minta maaf sama kamu."     

Seketika gadis itu pun meletakkan sisir di tangan dan memutar tubuhnya menghadap kea rah Axel. "Untuk apa?"     

"Aku sudah ilfeel sama kamu sebelumnya. Tapi, Wulan. Siapa tahu saja, yang ditulis Ale aitu murni berasal dari imajinasinya saja. Aku sebelumnya pernah kerumahnya. Kulihat, kedua orangtuanya baik-baik saja. Aku tidak yakin kalau om Rafi berselingkuh. Kau juga tahu, kan bagaimana kehidupan social Alea? Dia baik, mudah bergaul walau sebagian segan padanya karena memang tidak banyak bicara. Tapi, dia bukan pribadi yang tertutup dan hancur."     

Wulan diam sesaat. Ia nampak memikirkan sesuatu. Dalam novel-novel yang pernah ia baca, dan dalam kehidupan nyata yang pernah ia lihat selama ini, memang kebanyakan seseorang yang terlahir dalam keluarga broken pasti moralnya hanur. Tapi, Alea… dia tipe orang yang supel, rilex dan mudah bergaul dengan siapa saja. memang dia membatasi pergaulannya karena kesibukannya sebagai karyawan suatu perusahaan besar, dan juga sebagai penulis yang kini tengah naik daun.     

"Kau benar. Dia memang tidak nakal. Tapi, apa salahnya antisipasi sih, Xel? Kamu jaga jarak saja darinya."     

"Ya, aku tidak akan lagi dekat-dekat dengannya," jawab Axel dengan yakin. Tapi, rupanya dia ingar dengan apa yang baru saja ia katakana. Begitu menerima panggilan dari Alea, wajahnya langsung berseri dan dengan tergesa-gesa ia pergi meninggalkan kamar Wulan untuk sekedar mengangkat panggilan dari gadis yang baru saja ia katakana akan menjaga jarak darinya.     

Wulan yang tidak tahu kalau kakak angkatnya akan mengangkat panggilan dari wanita psikopat tersebut hanya menghela napas. Di dalam benak gadis itu, Axel adalah pria gila kerja. Sampai detik ini. Jadi, ia mengira kalau Axel mengangkat panggilan dari rekan bisnisnya.     

"Halo, Alea. Ada apa?" tanyanya dengan bahagia.     

"Tidak ada. Apakah aku tidak boleh menelfonmu di luar jam kerja?" jawab gadis itu dengan suaranya yang khas. Tenang, kharismatik namun memiliki daya pikat tersendiri bagi Axel, Andra dan pria lain yang diam-diam mengagumi dirinya.     

"Oh, kenapa tidak? Tentu saja boleh. Kau boleh menelfonku kapan pun kau mau."     

Alea tersenyum tipis. Tergores rasa bangga menjadi dirinya yang memiliki hubungan dengan big boss di kantornya. Tentu saja senyuman itu tidak dalap diketahui oleh lawan bicaranya yang barada di seberang sana.     

"Ada apa Alea? Kamu bilang jika memang ada sesuatu yang perlu disampaikan."     

"Apa, ya?" jawab Alea masih dengan senyumannya yang tertahan.     

"Apa saja terserah. Rindu misalnya, kangen gitu dan pengen ketemu. Kan, akum au," jawab Axel sambil tersenyum juga.     

"Baik, kalau kau ingin bertemu, ayo! Di mana? Kebetulan sekali aku juga kangen kamu," jawab Alea dengan perasaan yang berbunga-bunga.     

"Yes!" Axel mengepalkan kedua tangannya ke atas lalu menariknya ke bawah kegirangan seperti tim sepak bola jagoannya memang dengan selisih besar saja. "Aku akan menjemputmu segera," jawab pria itu kemudian mematikan panggilan dan bergegas menuju kamar, mengambil jaket jeans warna biru terang, menyisir rambut yang sudah dia kasih pomade dan menatanya sekeren mungkin.     

"Xel, kau ma uke mana?" tanya Wulan data keduanya berpapasan di ruang tengah.     

"Aku ada urusan sebentar Wulan. Kau di rumah saja baik-baik ya? jangan lupa makan," ucapnya, langsung berlalu begitu saja mengabaikan Wulan yang tengah nonton film kartun di sana.     

Wulan menganggap Axel benar-benar menjaga jarak dari Alea. Jadi, sedikitpun ia tidak menaruh curiga dan prasangka kalau dia akan menemui Alea. Karena, perubahannya beberapa hari ini yang cenderung tak ingin bertemu dengan gadis tersebut membuat dia berfikir Axel sudah tak lagi menginginkannya. Jadi, dia cuek-cuek saja. melanjutkan menonton.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.