Cinta seorang gadis psycopath(21+)

MAKAN SIANG UNTUK AYAH



MAKAN SIANG UNTUK AYAH

"Aku gak tahu, ya kamu ngomong apa. Ya sudah, kau ikut aku!" Dengan kasar Alea menarik rambut Intan yang penuh darah ke toilet kamar. Sementara Alea membersikan darah-darah itu hingga tidak meninggalkan sisa. Sepreinya juga ia bakar di halaman belakang. Tapi, sebelum meninggalkan gadis malang itu di dalam toilet, Alea sudah mengambil ponselnya lebih dulu.     

"Sudah. Sudah selesai," ucap Alea dengan senang dan bangga. Ia sudah membersihkan bukti, kemudian, ia kembali menuju ke kamar Intan dengan maksud hendak membawa gadis itu ke suatu tempat untuk dikuliti hidup-hidup. Tapi, Intan yang sudah kehabisan banyak darah dan merasakan sakit yang sangat luar biasa sudah terkulai lemah setengah sadar. Mengetahui itu, jelas Alea sangat kecewa.     

"Heh, bangun! Bangun Intan! Aku masih belum puas main denganmu, ayolah." Alea terus menggerak-gerakan badan Intan yang terkulai tak berdaya. Wajahnya tak lagi dikenali, darahnya rata menodai seluruh wajahnya. "Intan! Kau jangan mati dulu. Aku belum puas sama kamu!"     

Intan tak merespon. Tapi, hembusan napasnya masih dapat Alea rasakan saat meletakkan jarinya di depan hidungnya.     

Alea terdiam sesaat. Ia nampak berfikir. Kemudian, tatapannya ia edarkan ke arah tempat penyimpanan sabun dan alat mandi yang ada di situ. Ia melihat sebuah besi stainless, sebagai alat pengambil komedo yang bagian ujungnya runcing. Alea mengambil benda itu kemudian menusukkan pada kedua mata Intan. Setelah darah mengalir dari dua mata Intan, Alea tertawa terbahak, ia benar-benar puas. Tak pernah ia merasa sepuas dan sebahagia ini sebelumnya.     

Tidak berselang lama, Intan nampak kejang-kejang, kemudian melemah dan tidak bergerak sama sekali.     

Gadis itu sudah mati. Sekarang, Alea tinggal mencari cara bagaimana agar dia bisa membawa Intan pergi dari rumahnya, agar tidak ketahuan. Sementara dia tadi datang ke sini menggunakan jasa taxi online. Dia tidak mungkin, juga, kan memesan taxi online untuk membawa jenazah ini? .     

Alea menggigit kukunya sendiri sambil mondar-mandir ke sana ke mari berusaha memutar otak. Hingga muncul sebuah ide, untuk dia pergi ke rental mobil dan menyewa. Setelahnya, ia kembali lagi, untuk membawa jenazah Intan, pelakor ibunya.     

Di sebuah hutan Alea menghentikan mobilnya, mengeluarkan jasad Intan, menyeret hingga ke tengah hutan.     

Cukup lama ia mencari tempat yang pas, sampai memakan waktu hampir 1 jam. Ia berhenti mengeluarkan lagi pisau serta gergaji yang ia bawa dan mulai memisahkan bagian-bagian tubuh intan.     

Aroma anyir darah menyeruak di udara. Membuat lolongan srigala semakin kencang bersahutan, segera Alea berlari menjauhi potongan tubuh Intan, dia tak ingin ambil resiko jika srigala itu datang dengan pasukan besar. Lalu memakannya saat merasa kurang kenyang atas suguhan yang dia hidangkan.     

"Tak ada hukuman yang lebih pantas selain menjadikan dagingmu sebagai santapan serigala liar, bukan?" senyum puas menghiasi bibirnya. Bahkan, Alea juga menjilat sisa darah dari pisau kesayangannya, kemudian ia berlari menuju mobil, sambil menenteng kepala Intan yang wajahnya sudah sangat seram dan tak terkenali.     

Sesampai rumah Alea langsung berganti pakaian, dalam hati ia mengutuk Intan melihat luka di dahinya, seolah belum puas dengan apa yang telah ia lakukan padanya, "Awas kamu Intan, besok akan kubakar tulang-tulangmu itu," gumamnya seroang diri.     

Setelah itu dia duduk di meja kerjanya, membuka laptop menuliskan kisah yang baru saja dia alami sebagai Revanda, tokoh utama dalam novelnya adalah Revanda.     

"Yes, sebentar lagi ini selesai, dan tidak menunggu sebulan lagi, novel keduaku segera terbit," ucapnya puas, sambil menutup laptop. Tak ada penyesalan di hatinya atas penguluran waktu. Dari beberapa kejadian, malah bisa memberi nyawa pada karyanya.     

"Alea, kamu belum tudur?"     

"Ibu, ada apa malam-malam ibu kemari?" Alea sedikit terkejut, saat tiba-tiba ibunya masuk begitu saja ke dalam kamarnya. Beruntung sekali, ia tidak membawa apa-apa ke mari. Kepala Intan juga dia simpan di dalam freezer rumah nya. Toh, aman, Jevin masih akan lama di Luar negeri.     

"Tidak, kamu baik-baik saja, kan?"     

"Iya Bu, aku baik-baik saja!"     

"Dahi kamu terluka, kenapa, Alea?"     

"Oh, ini? Tadi alea terpeleset dan jatuh di toilet kantor, Bu. Tidak apa-apa besok juga sembuh." Alea tersenyum palsu, berkilah meraba lukanya.     

"Benar tidak apa-apa?" panik Yulita berusaha melihat dahi Alea lebih dekat namun dicegah oleh Alea.     

"Ibu, ini sudah malam, ibu istirahat saja ya," ucapnya sambil mendorong pelan Yulita sampai depan pintu, lalu menutup dan menguncinya.     

***     

"Sarapan dulu, Mas!" seru Yulita.     

"Aku tidak merasa begitu lapar."     

"Sarapan lah sedikit saja, biar perutmu tidak sakit," jawab Yulita dengan lembut. Seolah rumah tangganya tidak terjadi masalah.     

"Ayah sudah kenyang dengan memainkan gawainya, Bu. Biarkan saja! Tidak sarapan tidaklah membuatnya mati," sahut Alea, ketika tiba di meja makan dan meraih segelas susu yang ibunya siapkan untuknya.     

"Tidak, Lea. Ayah menunggu balasan dari atasan ayah, apakah jadi meeting atau tidak," jawab Rafi sambil tertawa dan mengelus punggung putri semata wayangnya.     

"Oh, dari atasan? Nanti dia juga akan menemuimu dalam rantang, Ayah," cetus Alea sambil tertawa.     

"Kamu bicara apa, Lea?"     

"Oh, tidak. Ayah kalau tidak enak makan, ya sudah nanti Alea bawakan makan siang. Spesial buat Ayah."     

"Jadi putri ayah ingin memberi makan siang spesial buat ayah?"     

"Ya, sangat spesial," ucap Alea, meyakinkan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.