Cinta seorang gadis psycopath(21+)

KEMBALI BEKERJA



KEMBALI BEKERJA

0Karena kelelahan banyak begadang mengerjakan naskah serta WFH, Alea kadi bangun kesiangan, alhasil, dia nyaris terlambat saatntiba di kantor.     

"Kamu sakit, Alea?" tanya Max, khawatir saat tiba-tiba melihat asisten pribadinya nampak seperti kurang sehat.     

"Tidak, Pak, saya tidak apa-apa," jawan Alea sungkan. Dia merasa tidak nyaman saja mendapat perhatian dari atasan. Terlebih, di depan staf lain.     

"Kamu pucat sekali, tidak apa-apa kamu cuti dulu, saya antar kamu pulang," ucap Max, penuh perhatian.     

"Tidak perlu, Pak. Saya masih bisa bekerja, kok. Kan saya sudah tiga hari ambil cuti. Masa iya mau balik lagi?" jawab Alea, tersenyum melangkah menjauhi Maxmiliam, karena ia sudah merasa tidak nyaman dengan tatapan teman-temannya. Terlebih Fanya, yang sejak dulu sangat mencolok sekali jika naksir pada sang CEO tampan tersebut.     

Baru beberapa langkah Alea berjalan, tiba-tiba saja tubunya terasa limbung, ambruk dan tak sadarkan diri.     

Dengan sigap Max menopang tubuh Alea, selamat tidak sampai terjatuh, atau, kepalanya akan membentur lantai.     

Dengan bantuan satpam, Max membawa Alea ke dalam mobilnya di parkiran, kemudian, ia mengantar ke rumah sakit.     

Jalanan Jakarta tidak pernah sepi, dan selalu macet, membuat Max semakin tidak tenang, sementara Alea masih juga tidak sadar.     

"Alea, kalau kamu sakit harusnya jangan memaksakan diri," ucap Max, sambil memandang Alea yang tergeletak tak sadarkan diri si sebelahnya.     

Cukup lama Max memandang Alea, tiba-tiba saja tangannya tertuntun untuk menyentuh wajah yang nampak tenang itu, "Kamu cantik juga Alea," ucapnya lirih sambil mengelus pipi dan menyisipkan rambutnya di belakang telinga Alea.     

Tigapuluh menit menembus kemacetan, akhirnya mereka tiba di Rumah sakit, saat Max hendak menggendong tubuh Alea, tiba-tiba tangannya merasakan ada benda keras di pinggang Alea, ia berhenti dan berusaha merabanya, justru hal itu membuat ia penasaran, "Permisi Alea, maaf, ya!" serunya lalu mengabil benda itu dan ternyata sebuah pisau lipat.     

Tapi Max hanya tertawa dan melemparkan ke mobilnya asal, "Ini yang kau gunakan untuk mengancamku malam itu, kan, Lea? Kamu benar-benar unik, ya." Pria itu terkekeh.     

Alea sudah sadar, namun ia bersikeras untuk tetap kembali ke kantor, dengan ringan Max menyerahkan kembali Pisau Alea, "Ini tadi ga sengaja ketemu, kamu kemana-mana ga bisa jauh dari benda itu, ya? Sungguh sangat berantisipasi."     

"Oh, iya, dengar, kan apa kata dokter? Tensimu sangat rendah akibat sering begadang, lagian, melek terus ngapain sih? Nunggu lilin apa cari togel?" tawa Axel Maxmiliam menggema dalam mobil.     

Sementara Alea tidak bisa untuk tetap diam, ia ikut tertawa bersama Max, meskipun tidak menimpali joke-joke yang Max lontarkan.     

"Alea, aku suka melihatmu tertawa, izinkan aku mengisi hatimu agar kau selalu tertawa lepas tanpa beban seperti itu," ucap pria itu sambil menyentuh tangan gadis di sebelahnya.     

"Pak, saatnya kerja!" seru Alea, melepaskan sabuk pengaman, membuka pintu mobil lalu keluar, meninggalkan Max begitu saja.     

Max hanya mengamati Alea yang berjalan menjauhi mobilnya, "Tuhan, mungkin aku mulai mencintainya, aku ingin mendapatkannya, bantu aku Tuhan mendapatkan dia!"     

Maxmiliam pun langsung keluar mobil meninggalkan tempat parkir, mencari Alea ke ruangan para staf, sekedar memastikan kalau ia baik-baik saja.     

"Kamu jangan terlalu memaksakan diri untuk bekerja. Aku takut kamu pingsan lagi," ucap pria bermata biru keabu-abuan itu.     

"Tidak akan. Saya baik-baik saja kok, Pak."     

"Syukurlah kalau begitu. Kamu ternyata berat juga walau badannya kecil," ledek Max, yang akrab disapa dengan nama Axel oleh orang terdekatnya itu, sambil tertawa tertahan memandang Alea.     

Alea yang merasa malu dengan ledekan bosnya, tanpa sadar mencubit lengan kekar yang terbungkus dengan kemeja warna biru muda.     

"Anda ini apaan, sih? Lagian siapa juga yang meminta untuk angkat saya?"     

Secara refleks, Axel menarik lengannya, dan mengelusnya karena cubitan gadis di depannya itu ternyata lumayan sakit.     

"Memang, bagaimana jika aku tidak mengangkatmu? Masa iya aku seret? Nanti bajumu kotor."     

Sementara di sekeliling mereka para staf saling berbisik dan menatap iri ke arah Alea. Selain salah satu karyawan laki-laki. Dia nampak sedih melihat kedekatan Alea dan big bos di kantornya. Ya itu Andra.     

Di mata semua orang, Max adalah seorang workaholic. Dia seorang yang benar-benar penggila kerja tingkat tinggi. Tidak mau membuat sedetikpun waktunya secara sia-sia. Sejak awal dia masuk perusahaan sudah menanamkan prinsip time is a money. Tapi, kenapa, dia membuang banyak waktu hanya demi staf biasa? Ngobrol hal yang tidak ada kaitannya dengan pekerjaan, dan bercanda seperti itu? Apa hubungan di antara keduanya? Jelas itu menimbulkan banyak tanda tanya pada semua orang yang menyaksikannya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.