Laga Eksekutor

Apakah Dia Masih Pantas Menjadi Ayahmu?



Apakah Dia Masih Pantas Menjadi Ayahmu?

0"Ayah, apa maksudmu?" tanya Widya.     

"Apa maksudmu? Jangan kira aku tidak tahu bahwa Mahesa dulunya penjaga keamanan di kantor cabang. Kamu yang memindahkannya ke pusat, kan? Hanya kamu yang benar-benar bisa melakukannya. Apa kamu sudah gila? Kamu biarkan petugas keamanan bertindak sebagai asisten direktur operasi? Apa dia punya kemampuan?" Kemarahan Pak Widodo meluap.     

Pak Hamzah memberitahu Pak Widodo bahwa Mahesa awalnya adalah seorang penjaga keamanan di kantor cabang. Orang seperti itu dipromosikan menjadi asisten direktur seolah-olah dia adalah seorang pria jenius. Dia ditunjuk oleh Widya secara pribadi. Dia juga melakukan pekerjaannya di kantor pusat dengan tidak baik karena sering keluar saat jam kerja.     

Kemarahan Pak Widodo kali ini lebih besar dari sebelumnya karena mengetahui latar belakang Mahesa. Dulu di berpikir bahwa dia berutang pada Widya, jadi dia tidak peduli jika Widya ingin menikah. Dia juga tahu Widya tidak akan mengecewakannya. Putrinya itu sudah mengelola perusahaan dengan sangat baik hingga bisa tumbuh lebih kuat dalam beberapa tahun dan menjadi pemimpin industri.     

Pak Widodo dan putrinya tidak banyak berkomunikasi, tetapi di dalam hatinya dia sangat bangga. Namun, dalam insiden hari ini, dia percaya bahwa semuanya adalah salah Widya. Dia adalah presiden perusahaan, tetapi dia mengizinkan mantan penjaga keamanan seperti Mahesa untuk memukuli wakil presiden dan pemegang saham di Jade International. Jika masalah ini menyebar, perusahaan akan dicap buruk. Dampaknya akan sangat besar.     

Pak Hamzah telah menjalin persahabatan dengan Pak Widodo selama lebih dari 20 tahun. Tanpa bantuan Pak Hamzah sebelumnya, tidak akan ada Pak Widodo yang sekarang sukses, apalagi Jade International. Selain itu, Yudi juga sudah dianggap sebagai putranya sendiri oleh Pak Widodo. Saat tahu Yudi dipukuli, tentu saja dia marah.     

"Dia dipromosikan ke posisinya, bukan dipindahkan, memangnya kenapa? Aku adalah presiden perusahaan, bukankah aku punya hak ini?" Widya berkata dengan dingin.     

Terlepas dari masalah ibunya, Widya memiliki pendapat tentang ayahnya yang hanya mementingkan Keluarga Hamzah. Hubungan persahabatan adalah hal yang harus dijaga, tapi pekerjaan adalah masalah lain. Pak Hamzah telah berusaha keras untuk perusahaan, tetapi dia juga telah mendapatkan apa yang pantas didapatkan. Dia memiliki 12% saham perusahaan, pemegang saham terbesar ketiga setelah Pak Widodo.     

Selain itu, Widya sudah menyadari ada yang tidak beres dengan keluarga itu. Yudi muncul terlalu kebetulan dan mengejarnya terlalu tiba-tiba. Pasti ada niat busuk di hatinya. Mengapa ayahnya ini tidak bisa melihat ada masalah di sini? Itu membuat Widya semakin marah pada ayahnya.     

Menikah dengan Mahesa saat itu adalah bagian dari alasan balas dendam Widya pada pria itu. Alasan yang lebih penting adalah karena Pak Widodo selalu saja membicarakan rencana pernikahan Widya dengan Yudi. Widya sudah lama mengerti bahwa setelah menikahi Yudi, Keluarga Hamzah akan mengambil kesempatan untuk menguasai Jade International. Dengan begitu, Keluarga Widodo mungkin akan terancam.     

"Apakah kamu pikir kamu benar tentang masalah hari ini?" Pak Widodo memarahi Widya lagi.     

"Aku benar, aku tidak salah. Ayah, aku ingin bertanya, apakah kamu tahu penyebab masalah ini? Tahukah kamu mengapa Yudi dipukuli oleh Mahesa? Kamu tidak tahu, kan? Karena kamu tidak tahu, apa hakmu untuk memarahiku di sini?"     

Widya sangat kecewa. Bagaimana bisa ayahnya memihak orang lain? Untung saja tadi Mahesa tiba tepat waktu. Jika saja tidak ada Mahesa, Widya tidak berani memikirkan apa yang akan dilakukan Yudi padanya. Pria itu pasti akan memerkosanya.     

"Apakah kamu akan terus membuatku kesal?" Wajah Pak Widodo tetap menunjukkan ekspresi marah. Dia tidak ingin mengetahui penyebab insiden pemukulan itu karena apa pun alasannya, memukul Pak Hamzah dan anaknya adalah sesuatu yang salah.     

Pertengkaran antara ayah dan putrinya ini membuat Mahesa terdiam beberapa saat. Setelah mencobanya beberapa kali, dia tidak mengatakan apa-apa. Dia berdiri dan bermain-main dengan dua jempolnya, bingung harus bersikap bagaimana.     

Melihat kemarahan yang meningkat di kedua sisi, Mahesa akhirnya berbicara, "Baiklah, aku pikir kita harus makan dulu. Kalian bisa terus membuat keributan setelah makan karena akan ada lebih banyak energi."     

Widya menoleh dan menatap Mahesa dengan tajam seolah memberitahu bahwa jika Mahesa berbicara lagi, dia akan mati. Saat dia ingin membuka mulutnya, dia sudah mendengar suara ayahnya, "Diam! Kamu masih ingin makan? Ini semua ulahmu! Kamu masih mood untuk makan? Sudah kubilang, Mahesa, kamu tidak bisa lepas dari kejadian ini hari ini. Aku akan mengirimmu ke penjara." Pak Widodo langsung menatap Mahesa dengan ganas.     

"Kalian benar-benar tidak ingin makan?" tanya Mahesa kecewa.     

"Mahesa!" Widya memelototinya lagi.     

"Kamu tidak mau makan? Aku lapar sekali." Mahesa pun mengabaikan mereka berdua, dan duduk untuk mulai makan hidangan yang dimasaknya sendiri.     

"Kamu ingin makan? Aku akan membiarkanmu makan." Pak Widodo bergegas menghampiri dan membuang semua piring di atas meja makan. Hidangan yang ada di sana semuanya dilempar ke tubuh Mahesa.     

PRANG!     

Diiringi beberapa suara keras dari piring yang terlempar itu, Mahesa mengepalkan tinjunya. Widya panik. Kali ini suaminya itu pasti sangat marah, "Mahesa, tenang, jangan salahkan ayah. Dia hanya sedang marah."     

Melihat Widya yang buru-buru menghampirinya, kemarahan Mahesa menghilang dalam sekejap. Bagaimana mungkin dia tidak mengerti maksud istrinya? Jika bukan karena istrinya, Mahesa pasti akan menghabisi Pak Widodo.     

"Ayah, apa yang kamu lakukan? Tidak bisakah kamu tidak bersikap berlebihan?" bentak Widya.     

"Oke, Widya, kamu memang benar-benar putri yang baik. Biarkan saja Mahesa memukuli Pak Hamzah dan Yudi. Kamu bisa membawa pulang pria liar ini untuk hidup bersamamu. Tapi tahukah kamu bahwa itu memalukan?"     

"Ayah, jangan bicara terlalu banyak! Aku adalah putrimu, bagaimana kamu bisa mengatakan itu? Mahesa dan aku sudah menikah!"     

Widya tidak bisa menahan diri saat mendengar ayahnya mengatakan bahwa dia telah membawa pulang pria liar. Itu membuat air matanya jatuh dalam sekejap. Tidak masalah jika orang lain berbicara tentang hal itu, tetapi yang berbicara sekarang adalah ayahnya sendiri. Kenapa dia begitu tega?     

"Bukankah dia memang pria liar? Kamu bilang kamu sudah menikah? Apakah menurutmu aku bodoh? Apa statusmu? Apa statusnya? Kamu belum pernah menikah. Widya, aku benar-benar tidak melihat bahwa kamu menyukai orang seperti itu. Tapi jika itu benar, kamu pasti sudah tidak punya rasa malu."     

"Ayah…" Widya menangis, tubuhnya lemas. Dia terhuyung-huyung dan hampir jatuh, tetapi untungnya, Mahesa memeluknya.     

Pak Widodo mendengus dingin. Di sisi lain, Mahesa tertawa. Dia mengeluarkan sebatang rokok yang diletakkannya di asbak tadi, dan mengambil dua isapan. Dia membantu Widya ke kursi untuk duduk. Kemudian, dia memandang Pak Widodo dan tersenyum, "Pria liar?"     

"Apa menurutmu kamu bukan pria liar?" tanya Pak Widodo dingin.     

"Ayah, sebelumnya aku bisa menahan amarahku dengan baik, tetapi kamu benar-benar ingin memaksaku melakukannya. Jika begitu, maka aku tidak keberatan." Mahesa menjentikkan jelaga, dan berkata dengan ringan.     

Widya mengguncang seluruh tubuhnya. Pandangannya yang kabur karena air mata kembali jernih usai mendengar perkataan Mahesa, "Mahesa, jangan, aku mohon."     

"Apakah menurutmu dia masih ayahmu? Dia berkata bahwa aku pria liar, jadi apa yang akan kamu lakukan? Jika dia memiliki sedikit tanggung jawab sebagai seorang ayah, haruskah dia mengatakan itu?" Mahesa tampak tenang, tetapi Widya tahu bahwa rasa tenang Mahesa membuktikan bahwa dia sedang marah.     

Pak Widodo gemetar. Baru kemudian dia menyadari bahwa dia tidak mempertimbangkan apa yang dikatakan olehnya barusan. Kalimat itu seperti pisau tajam yang menusuk hati putrinya dengan keras.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.