Laga Eksekutor

Berdua di Gudang



Berdua di Gudang

0Saat ini Mahesa tidak memiliki uang sepeser sen di tangannya. Namun, dia tetap memberhentikan taksi. Ketika turun dari taksi, sang sopir yang merupakan seorang pria paruh baya berusia empat puluhan mengerutkan kening, "Anak muda, apa kamu tidak bisa membayar?"     

"Apa? Bagaimana mungkin? Uh… aku… aku tiba-tiba teringat bahwa aku harus pergi ke tempat lain. Bisakah bapak membawaku ke sana?" Mahesa tersenyum gemetar.     

Sopir itu memandang Mahesa dengan curiga. Jika Mahesa benar-benar tidak bisa membayarnya, itu akan menjadi nasib buruknya. Mahesa secara alami melihat keraguan pengemudi, dan tersenyum, "Pak, jangan khawatir, aku akan membayarmu. Kamu dapat mengantarkan aku ke sebuah perusahaan, tidak jauh dari sini."     

"Benarkah?"     

"Tentu saja benar." Setelah beberapa detik, Mahesa berkata dengan malu-malu, "Tolong antar aku ke Jade International. Lalu, bisakah kamu meminjamkan ponselmu? Aku lupa membawa ponselku."     

Sopir itu ragu-ragu sebentar, dan akhirnya menyerahkan ponselnya. Setelah mengambil benda itu dari tangan sopir taksi, Mahesa memasukkan nomor Zafran.     

"Halo? Siapa ini?" Setelah beberapa saat, suara Zafran keluar di telepon.     

"Aku saudaramu!"     

"Mahesa? Maaf, kupikir ini telepon penipuan." Zafran tersenyum minta maaf.     

"Aku sedang meminjam ponsel dari pengemudi taksi. Aku akan tiba di perusahaan. Cepat keluar. Aku akan menunggumu di depan pintu perusahaan. Pinjami aku uang."     

"Ah? Oke, aku akan segera keluar."     

Usai menutup telepon, Mahesa menyerahkan ponsel tersebut kembali kepada pengemudi, "Pak, terima kasih, kamu orang yang sangat baik".     

Bahkan saat Mahesa menelepon tadi, sopir taksi itu sebenarnya sudah memasang telinganya untuk mendengar pembicaraan Mahesa. Untungnya dia kini yakin bahwa Mahesa bisa membayar ongkosnya. Itu membuatnya menghela napas lega.     

Pengemudi taksi itu tersenyum, "Tuan, apakah Anda ingin saya berhenti di depan?"     

"Ya, itu perusahaannya."     

Saat Mahesa tiba, Zafran sudah menunggu di depan pintu. Ia melihat Mahesa turun dari mobil dan berjalan sambil tersenyum, "Mahesa, sudah berhari-hari kamu hilang. Oh, ada apa dengan wajahmu? Kamu dihajar oleh kakak ipar?"     

"Diam, mana uangnya?"     

"Aku tidak hanya punya begitu banyak uang, hanya ada ini." Zafran mengeluarkan lima lembar uang pecahan seratus ribu dan memberikannya pada Mahesa.     

Setelah membayar ongkos taksi, Mahesa tidak berencana untuk masuk ke perusahaan, tetapi ingin mengobrol dengan Zafran. Dia juga harus segera kembali ke kantor pusat. Meskipun dia tidak memiliki hubungan yang baik dengan istrinya, dia menghilang selama satu atau dua hari. Jadi, dia harus menunjukkan dirinya agar Widya tidak terlalu khawatir.     

"Mahesa, apa yang kamu lakukan? Kenapa kamu tidak memiliki satu rupiah pun?" Zafran mengeluarkan sebatang rokok dan menyerahkannya kepada Mahesa.     

Mahesa menarik napas, "Ceritanya panjang, bagaimana kabarmu?"     

"Aku tidak apa-apa, tapi aku bertemu dengan wanita cantik, apa kamu mau melihatnya?" Zafran berkata dengan nada menggoda.     

Mahesa menendang pantat Zafran, "Aku tidak ingin terlibat urusanmu!"     

Zafran terkekeh, "Mahesa, kudengar kondisi di kantor pusat lebih baik. Aku jadi ingin pindah ke sana."     

"Ada apa? Apa kamu kekurangan uang? Bukankah kamu memenangkan hadiah terakhir kali?"     

Setelah mendengarkan kata-kata Mahesa, wajah Zafran langsung berubah. Mahesa pun mengerutkan kening, "Ada apa?"     

"Ini bukan masalah besar. Aku memang masih memiliki puluhan juta di tanganku, tetapi keluargaku menelepon dan mengatakan bahwa kesehatan ibuku sedang tidak baik, jadi aku mengirimkan semua uang itu padanya. Sekarang aku hanya memiliki beberapa ratus ribu," kata Zafran.     

Mahesa tahu bahwa Zafran adalah anak yang berbakti meskipun dia ceroboh. Untuk mengurangi beban keluarga, dia membiarkan adik perempuannya pergi ke sekolah dan memilih untuk tidak melanjutkan studinya, sehingga dia kini hanya bisa menjadi penjaga keamanan.     

Mahesa sangat mengagumi temannya ini. Terkadang dia mengagumi seseorang bukan karena ia memiliki kemampuan yang hebat, tapi karena orang itu bisa menjalani kehidupan dengan jerih payahnya sendiri.     

"Jangan khawatir, aku akan bertanya jika ada posisi kosong di kantor pusat. Seharusnya tidak ada masalah besar, tapi kamu jangan mempermalukan aku, ya?" kata Mahesa percaya diri.     

Bos di kantor pusat adalah istri Mahesa. Jika meminta hal kecil seperti ini seharusnya tidak ada masalah. Selain itu, pekerjaan Zafran sebagai satpam memang tidak cocok untuk pria itu. Ia membutuhkan ruang yang lebih baik untuk pengembangan diri. Jika tidak, dia tidak akan memiliki kesempatan untuk maju.     

"Kamu benar-benar dermawan teman baikku!" Zafran memeluk Mahesa, dan berlari kembali ke perusahaan dengan cepat.     

Melihat punggung Zafran, Mahesa mengulurkan tangannya untuk membersihkan tubuhnya sambil berteriak, "Orang gila! Aku akan membunuhmu!"     

Setelah itu, Mahesa kembali ke kantor pusat Jade International. Saat tiba di perusahaan, banyak karyawan yang memandangnya dengan tatapan aneh. "Hai, teman-teman, kenapa kalian melihatku seperti itu?"     

"Kamu datang bekerja dengan baju itu lagi?" Seorang gadis mungil dan cantik bertanya sambil tersenyum.     

Mahesa meliriknya, "Bukankah ini bagus?"     

"Ya, tentu saja!" Gadis itu tidak bisa berkata-kata.     

Mahesa berjalan ke kantor direktur, tapi tidak menemukan Sukma di sana. Dia masih bertanya-tanya ke mana perginya wanita berkacamata itu. Setelah mengambil segelas air, sambil menyalakan komputer, dia mengangkat kakinya dan merokok dengan santai.     

Di sisi lain, Sukma sedang mengganti bajunya yang tidak sengaja kotor karena terkena tumpahan kopi. Untunglah ia menyediakan pakaian cadangan di kantornya, kalau tidak, ia akan menderita. Saat sudah melepas pakaiannya di dalam sebuah ruangan, ia terkejut karena pintu tiba-tiba terbuka. Ternyata itu adalah Mahesa yang sudah menghilang selama dua hari.     

"Aaaa!" Sukma panik dan menutupi dadanya, wajahnya langsung memerah, dan dia berkata, "Mahesa, apa kamu tidak tahu bagaimana cara mengetuk pintu?"     

"Maaf, aku benar-benar tidak sengaja, aku hanya ingin mengambil lap karena airku tumpah." Mahesa menatap dada Sukma yang mempesona sambil mengangkat alisnya.     

"Brengsek! Cabul! Jangan lihat ke sini!" Sukma melemparkan tas arsip ke arah Mahesa.     

"Maaf, maaf, aku tidak tahu kamu ada di dalam. Selain itu, aku bahkan tidak tahu bahwa ada ruang ganti di sini. Setahuku ini gudang tempat menyimpan lap dan pel," kata Mahesa tanpa rasa bersalah.     

"Keluar!" Sukma merasa malu dan marah.     

"Iya, iya, aku akan keluar." Mahesa berbalik dan berjalan perlahan. Namun, dia tiba-tiba berhenti dan berteriak, "Tikus! Tikus! Ada tikus besar!"     

Sukma panik. Dia dengan cepat mengenakan pakaiannya, lalu berjalan keluar dengan marah. "Mahesa, apakah kamu cari mati, ha?"     

"Ada apa? Apa aku membuatmu takut?"     

"Percaya atau tidak, aku akan membunuhmu karena telah mengintipku." Di ruangan ini, Sukma adalah bosnya. Dia tidak terima Mahesa mengintipnya seperti ini saat dia sedang ganti baju. Untung saja Sukma tidak mengganti celana dalamnya. Jika dia mengganti celana dalamnya tadi, Mahesa pasti tidak akan bisa berkedip.     

"Maaf! Maafkan aku! Jika kamu memukulku lagi, aku akan melawan." Mahesa dengan kuat memegang tangan Sukma dan memandangnya dengan tatapan main-main. Matanya terfokus pada payudara Sukma yang besar.     

"Brengsek, lepaskan!"     

"Siapa yang menyuruhmu untuk memukulku? Aku pasti akan melawan. Lagipula aku tidak sengaja mengintip tadi." Mahesa berkata dengan suara yang menggoda.     

Melihat penampilan Mahesa saat ini, Sukma bergidik. Bajingan ini pasti akan memanfaatkan dirinya lagi. "Apakah kamu masih berani melihatku seperti itu? Jaga matamu, cabul!"     

"Tentu saja aku berani!" Mahesa melepaskan tangan Sukma, dan dengan cepat memegang pinggulnya.     

Wajah Sukma memerah tiba-tiba, bahkan lebih merah dari sebelumnya. "Mahesa! Aku akan membunuhmu!"     

PLAK!     

Mahesa memukul pantat Sukma dengan gemas. Dia tertawa, "Sukma, pantatmu benar-benar kenyal! Sangat sensual!"     

"Sialan, bajingan, aku benar-benar akan membunuhmu."     

"Ayo!" kata Mahesa provokatif.     

"Nantikan kematianmu!" Sukma sangat marah. Dia memukul Mahesa dengan kedua tangannya. Sementara Sukma menggertak, Mahesa meremas payudaranya. Milik Sukma lebih besar dari Widya, bahkan lebih lembut hingga Mahesa tidak bisa berhenti meremasnya.     

Saat dadanya diserang, wajah Sukma seperti apel merah. Dia pun menggigit tangan Mahesa.     

"Aduh, lepaskan!" teriak Mahesa.     

"Jangan berpikir untuk memanfaatkan aku lagi!"     

"{Aku hanya ingin tahu apakah payudaramu sehat atau tidak." Mahesa berkata dengan polos.     

"Beraninya kamu!"     

"Hei, aku tidak takut padamu." Mahesa mengulurkan tangannya dan memukul pantat Sukma lagi, lalu kedua tangannya meraih dada lembut wanita itu.     

Saat Sukma menikmati sentuhan Mahesa, tiba-tiba pintu kantor terbuka, "Bu Sukma, Bu Widya memanggil An- Aaaa!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.