Laga Eksekutor

Jangan Sentuh Wanita Lain!



Jangan Sentuh Wanita Lain!

0"Istriku, kamu terlihat sangat cantik ketika kamu tersenyum," kata Mahesa sambil memandangi wajah Widya dengan tatapan genit.     

"Cabul!" Widya menjawab dengan malu-malu.     

Sementara Widya tidak memperhatikan, Mahesa memeluknya dan mencium pipinya yang putih, "Tidak, kamu memang wanita paling cantik. Jika kamu tidak bergerak, maka aku yang akan bergerak."     

"Lepaskan aku!" Widya meronta dengan sekuat tenaga, tapi tetap saja tidak bisa bergerak.     

"Peluk saja sebentar. Anggaplah ini hadiah untukku." Mahesa membawa Widya ke dinding. Dia membenamkan kepalanya di dada Widya yang menjulang tinggi, lalu menggosoknya dengan keras.     

Widya mengatupkan bibirnya dan mencubit Mahesa dengan marah, "Mahesa, jangan terlalu berlebihan!"     

"Hei, istriku, dadamu sangat lembut dan hangat." Mahesa tersenyum.     

"Kamu… brengsek! Aku…" Wajah Widya memerah, lebih tepatnya membara untuk beberapa saat. Ketika dia diserang oleh Mahesa, dia benar-benar tidak tahu bagaimana harus melepaskan diri.     

"Apa kamu menikmatinya?" tanya Mahesa.     

"Apa yang kamu lakukan? Biarkan aku pergi, jangan melakukannya di sini!" Widya berkata dengan cemas. Namun, tidak peduli seberapa keras dia berjuang, dia tidak bisa lepas dari belenggu Mahesa.     

"Istriku, aku ingin menciummu."     

"Jangan pikirkan tentang itu!" Widya mendengus, napasnya terengah-engah, dan dadanya naik turun. Dia segera melunak saat Mahesa meremas dadanya dengan kekuatan yang luar biasa, "Mahesa… jangan seperti ini…"     

"Oke, beri aku ciuman."     

"Tidak!" Widya bertekad untuk tidak menuruti permintaannya.     

"Tidak, kamu harus memberiku ciuman." Mahesa mengangkat kepalanya, tiba-tiba mencium bibir merah Widya yang menarik itu. Dia menjulurkan ujung lidahnya dengan ringan agar Widya membuka mulutnya, lalu menyedotnya dengan kuat.     

"Kam… hm…" Karena mendapat serangan mendadak, Widya tidak bisa lagi berbicara. Tangan dan kakinya sudah diblokir oleh Mahesa. Kini mereka berdua benar-benar berciuman.     

Setelah mencicipi mulut Widya untuk yang kedua kalinya, Mahesa tidak bisa menyebutkan betapa senangnya dia. Meski pernikahan antara keduanya agak tidak masuk akal, Mahesa sangat yakin bahwa cepat atau lambat, Widya tidak akan bisa lepas dari tangannya. Wanita ini akan takluk pada pesonanya.     

Sambil berciuman, tangan Mahesa diam-diam naik ke dada Widya yang menantang. Dia meremasnya dengan lembut, lalu tangannya yang lain perlahan-lahan bergerak ke bawah. Dia mengelus pinggul Widya dengan agak keras.     

"Tidak… tidak…" Widya yang mendapatkan sentuhan seperti itu tetap berjuang untuk pergi, tapi tubuhnya tidak bisa menolak.     

Ketika Mahesa meletakkan tangannya di bagian bawah tubuh Widya, wanita itu akhirnya berhasil mendorongnya. Dia berteriak, "Cabul!"     

Mahesa tersenyum penuh kemenangan.     

"Tertawalah, aku berjanji kamu tidak akan pernah bisa memanfaatkanku lain kali." Widya memelototinya.     

Mahesa hanya terkekeh. Baginya, sangat sulit untuk bisa melepaskan Widya. Jika dia bisa tidur dengannya sekali, maka akan ada yang kedua kalinya.     

"Minggir! Jangan melihatku dengan tatapan menjijikkan!" Widya mendorong Mahesa dengan kuat.     

"Istriku, jujur ​​saja, mulut kecilmu benar-benar manis dan harum." Mahesa dengan bangga mengangkat tangannya, "Aku pergi dulu, istriku!"     

"Tunggu!"     

Mahesa berhenti dan berkata sambil tersenyum, "Ada apa? Apa kamu tidak tahan sekarang?"     

"Pergilah ke neraka!" Widya memukul tubuh Mahesa dengan pukulan yang keras.     

"Ah! Aku bisa mati karena pukulan ini!" Mahesa meraih tangan Widya, lalu mengalihkan pandangannya. Dia membiarkan wanita itu jatuh ke pelukannya, dan mengambil kesempatan untuk memberinya beberapa sentuhan lagi.     

Widya semakin marah, "Pergilah, bajingan!"     

"Aku tidak akan pergi," bisik Mahesa.     

"Tidak akan pergi?" Widya mencubitnya dengan ganas.     

"Aduh, istriku, bersikaplah lembut."     

"Haruskah aku menjelaskan sesuatu padamu agar kamu berhenti melakukan ini?"     

"Ada apa?" ​​Mahesa bertanya-tanya. Sebelum dia bisa mendapatkan jawaban dari Widya, wanita itu sudah menghujaninya dengan cubitan dan pukulan yang dahsyat. Itu membuat Mahesa berteriak, "Istriku, aku menyerah! Jangan mencubitku lagi, sakit…"     

Widya mendengus, "Kamu bersenang-senang dengan Linda malam itu, benar, kan?"     

Mahesa hanya diam. Ternyata istrinya ini tidak tahu apa-apa. Beberapa saat kemudian, dia menjawab, "Istriku, aku tidak mengerti maksudmu." Dia berpura-pura bodoh, dan menggelengkan kepalanya sekuat tenaga. Bahkan jika ada hal seperti itu, dia tidak akan mengakuinya.     

"Kamu tidak mengerti? Mahesa apa menurutmu aku bodoh?" Wajah Widya menjadi dingin.     

"Tidak, tidak, beraninya aku." Mahesa berkata dengan lemah, "Istriku, aku sudah memberimu jawaban yang begitu jujur."     

Widya hampir memukulnya lagi, tapi menyadari bahwa tidak ada gunanya. Dia pun berkata, "Katakan padaku sejujurnya, jangan tersenyum seperti itu. katakan saja padaku, apakah kamu berencana untuk menggoda Linda lagi?"     

"Istriku, aku tidak punya niat seperti itu."     

Widya menjewer telinga Mahesa dan membalikkan tangannya ke sudut lain, "Oh? Kurasa jawabannya sudah jelas. Bahkan polisi tercantik di Surabaya telah kamu taklukan. Aku benar-benar meremehkanmu. Kamu masih tidak mau mengakuinya? Lalu kenapa dia memiliki bekas ciuman di lehernya?"     

"Itu…" Mahesa menelan air liurnya sendiri. Apa yang dikatakan Widya itu memang merupakan bukti yang tidak bisa dilawan.     

"Tidak ada yang bisa dikatakan? Kamu memang bajingan, kamu sudah menikah dan kamu masih main-main dengan wanita lain? Percaya atau tidak, aku akan membunuhmu." Widya merasa sangat marah dan kecewa saat ini.     

"Istriku, dengarkan aku, ini tidak seperti yang kamu pikirkan, situasinya berbeda…" Otak Mahesa tidak bisa berpikir begitu cepat. Mengetahui bahwa perbuatannya itu ditemukan oleh istrinya, dia tidak bisa memberikan jawaban yang meyakinkan.     

Setelah mendengar kata-kata Mahesa, Widya mengangguk, "Oh, jadi begitulah adanya. Kamu tidak perlu menjelaskan."     

"Istriku, aku hanya berusaha menyelamatkannya. Kami secara tidak sengaja bertemu satu sama lain, dan yang selanjutnya itu terjadi secara tidak sengaja. Aku jelas tidak bermaksud begitu." Mahesa sedang mencari alasan.     

"Situasinya saat itu sangat berbahaya. Pembunuhnya sangat kuat. Untuk melindungi Linda, kamu bekerja keras untuk menyelamatkannya, bukan?" Widya bertanya tanpa mengubah ekspresi wajahnya.     

Mahesa mengangguk seperti ayam mematuk nasi, "Itu dia!"     

Tanpa diduga, Widya yang mendengar ini langsung menjewer telinga Mahesa lagi, "Kamu pria kurang ajar? Apakah aku begitu bodoh untuk ditipu? Kamu ingin bilang itu kecelakaan? Saat banyak pembunuh mengerikan, kamu masih sengaja memanfaatkan kesempatan untuk menyerang wanita lain?"     

"Oh, sakit, istriku, percayalah, apa yang aku katakan itu benar."     

"Benar-benar bajingan! Linda sudah datang ke perusahaan untuk menemuiku dan mengakui semua yang kamu lakukan padanya. Sekarang kamu ingin mengarang cerita seperti itu? Tentu saja aku tidak akan mendengarkannya."     

Mahesa tercengang. Dia mengutuk Linda karena begitu bodoh. Kenapa dia harus datang menemui Widya dan menjelaskan segalanya?     

"Berhenti bicara, aku sudah muak!" bentak Widya.     

"Istriku, aku…"     

"Apakah kamu masih ingin mengarang cerita dan melihat apa yang bisa aku lakukan untuk menghukum dirimu?"     

"Ah! Tidak! Tolong!" Mahesa berteriak keras, menutupi telinga merahnya. Namun, di ruangan kecil ini, meminta bantuan tidak ada artinya. Dalam keputusasaan, dia harus bisa mengambil hati istrinya, "Widya, maafkan aku. Ini adalah kesalahanku. Aku dengan tulus mengakui kesalahanku. Aku tidak akan menipumu lagi. Aku berjanji tidak akan pernah berani menyentuh wanita lain lagi. Itu adalah yang terakhir."     

Widya tiba-tiba tertawa, dia tidak bisa berkata-kata saat bertemu dengan suami yang luar biasa ini.     

"Istriku? Kamu tertawa? Apakah itu artinya kamu memaafkanku? Aku tahu dari awal bahwa kamu adalah orang yang baik dan berpikiran terbuka. Ayo sini, cium aku!" Mahesa mencondongkan tubuh ke dekat pipi Widya.     

"Pergi! Ada yang ingin kutanyakan padamu."     

Mahesa terdiam. Wanita ini tidak ada habisnya, masalah apa lagi yang ingin ditanyakan olehnya?     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.