Laga Eksekutor

Anjing Mati



Anjing Mati

0Suara keras yang tiba-tiba itu mengejutkan orang lain yang sedang melakukan kesibukan mereka masing-masing. Dalam sekejap, semua orang diam dan fokus ke arah kantor Widya. Apa yang terjadi? Pintu kantor itu rusak, dan ada sosok pria yang terbang keluar. Sekilas para karyawan lain tidak bisa mengetahui siapa itu, tapi setelah melihat baik-baik, mereka langsung berteriak, "Pak Yudi!"     

Mereka mengenali orang yang terbang keluar itu. Tentu saja bukan dari wajahnya, tapi dari pakaiannya karena sekarang wajahnya sudah tidak seperti sebelum masuk ke kantor. Wajahnya tampak bengkak dan babak belur.     

Mengapa Yudi menjadi seperti ini? Semua orang bertanya-tanya. Siapa yang begitu berani menghajar wakil presiden Jade International yang bermartabat? Siapa orang itu? Jika mereka tahu, mereka pasti akan sangat mengaguminya!     

Pada saat yang sama, Mahesa tertatih-tatih keluar dari kantor dan melihat banyak orang memusatkan perhatiannya pada dirinya. Mahesa mengangkat tangannya dengan malu-malu, "Semuanya, aku minta maaf, aku pasti mengganggu kalian yang sedang bekerja. Pantatku baru saja digigit anjing, jadi aku harus memukuli anjing itu."     

Mata semua orang yang ada di sana terbelalak. Bukankah pria itu adalah asisten Sukma? Bagaimana dia bisa berani secara terang-terangan menampar wakil presiden perusahaan? Dia bahkan keluar dan mengatakan bahwa Yudi adalah seekor anjing!     

Sukma yang mendengar hal ini dari beberapa pegawai juga merasa terganggu. Meski kebisingannya tidak terdengar di kantornya, tapi dia mengerutkan kening dan keluar dari kantor untuk menuju kantor Widya. Saat tiba di sana, dia menemukan Yudi terbaring di lantai dengan bengkak di seluruh wajahnya. Sukma juga terkejut di dalam hatinya. Apa yang terjadi?     

Ketika Sukma melihat Mahesa yang tadi baru saja memegang pantatnya dengan cara yang sangat tidak terhormat, hatinya bergetar lagi. Ini pasti bukan ulah pria cabul itu. Bagaimana Mahesa bisa memukul Yudi dengan tangannya?     

Yudi bukan orang biasa, dia dan ayahnya adalah pemegang saham utama di perusahaan ini. Jika Mahesa benar-benar memukulinya, bahkan jika dia adalah kerabat Widya, dia pasti akan diusir dari perusahaan.     

Sukma tiba-tiba menjadi cemas. Dia tidak tahu mengapa dia begitu cemas. Apakah dia benar-benar menyukai orang mesum itu? Tidak, tidak, sama sekali tidak mungkin. Dia pasti hanya ingin tahu siapa yang sudah membuat Yudi seperti itu.     

Tetapi jika orang itu memang Mahesa, mengapa dia memukul Yudi, bahkan di kantor Widya? Apakah Yudi telah melakukan sesuatu yang tidak senonoh kepada Widya di kantornya, lalu Mahesa datang untuk menghabisinya?     

Tiba-tiba rasa jijik memenuhi hati Sukma. Dia tidak memiliki simpati sedikit pun untuk Yudi yang kini terbaring seperti anjing mati di lantai. Sebaliknya, dia pikir keadaan ini sangat cocok untuk pria itu. Ini adalah balasan yang tepat untuk Yudi.     

Setelah beberapa langkah, Sukma bergegas ke kantor presiden dan menemukan bahwa Widya baik-baik saja. Dia merasa lega dan menepuk dadanya sambil berkata, "Widya, kamu baik-baik saja? Apakah Yudi mengganggumu?"     

Widya tersenyum lebar, "Untungnya ada Mahesa."     

"Yudi itu memang binatang! Binatang buas!" Sukma mengutuk beberapa kata, dan kemudian meraih tangan Widya, "Widya, tidak apa-apa, kan? Jangan khawatir tentang itu, aku akan membantumu."     

Widya terkekeh, "Sukma, ada apa denganmu? Jangan khawatir, binatang itu tidak melakukan apa pun padaku. Dia hanya menggigit Mahesa."     

"Apa? Dia benar-benar menggigit Mahesa?" Mata Sukma membelalak.     

Widya mengangguk sambil tersenyum. Sukma menepuk keningnya, "Ya Tuhan, dunia ini sangat gila, ada orang yang menggigit pantat orang. Tapi si mesum itu memang pantas untuk mendapatkannya. Widya, apa kamu sudah mengajarinya?"     

Nyatanya, Sukma masih sedikit khawatir. Kata-kata kejam terakhir Mahesa membuatnya merasa ketakutan. Jika Mahesa benar-benar dihukum oleh Widya dan kembali untuk membalas dendam pada Sukma, pasti hidup tenangnya akan berakhir. Sukma tidak perlu berpikir untuk mengetahui apa cara balas dendam orang mesum itu, tentu saja dengan memanfaatkan dirinya lagi.     

"Jangan khawatir, aku akan membalaskan dendammu, tapi aku belum bisa sekarang karena tadi kondisinya sedang kacau. Aku akan membicarakannya setelah masalah ini selesai." Widya berjanji.     

"Tidak, aku tidak bermaksud begitu."     

"Oh, apa maksudmu?" Widya terkejut.     

Sukma tersenyum malu-malu, "Widya, aku… aku bisa melupakannya. Aku tahu dia pasti hanya tidak sengaja mengintipku, jadi jangan hukum dia."     

Widya penuh dengan keraguan, tetapi pada saat yang sama dia juga merasa bingung. Dia bahkan lebih terkejut. Apa yang terjadi dengan Sukma? Tadi Sukma terlihat sangat membenci Mahesa setengah mati, lalu sekarang kenapa dia rela melupakan apa yang telah diperbuat pria itu? Pasti ada sesuatu yang salah, sangat salah. Sukma benar-benar tidak menyukai Mahesa, bukan?     

Tidak, Widya tidak akan pernah membiarkan Sukma menyukai Mahesa. Dia tidak ingin Sukma tertipu. Mahesa adalah pria penjilat dengan lidah yang sangat lincah. Dia bisa merayu wanita cantik dalam satu gerakan saja.     

"Sukma, ada apa denganmu, kenapa kamu jadi seperti ini?" tanya Widya.     

"Widya, kamu telah salah paham. Aku pikir dia sudah membantumu. Jika kamu harus menghukumnya, itu akan terlalu buruk untuknya. Aku rasa dia sudah berjasa dalam menolongmu, jadi tidak usah dihukum," kata Sukma.     

"Tapi dia memanfaatkanmu dan menindasmu. Kamu akan membiarkannya begitu saja?"     

"Aku baik-baik saja, dia tidak sengaja mengintip, dia bahkan tidak tahu bahwa ada sebuah ruangan kecil di kantor. Aku juga ceroboh karena berganti pakaian di dalamnya. Intinya ini semua hanya kesalahpahaman." Sukma tersenyum.     

Widya bertanya-tanya. Apakah Sukma tidak tahu? Wanita cantik ini sekarang tampak seperti gadis yang konyol. Apa mungkin dia telah ditipu dan diancam oleh Mahesa? Untuk sesaat, Widya merasa jika dia harus menjaga Sukma dari pria itu.     

"Benarkah begitu?" tanya Widya memastikan.     

"Tentu saja itu benar!" Sukma mengangguk dengan yakin.     

"Hei, Sukma, jangan tertipu oleh pria itu. Aku hanya ingin mengatakan bahwa dia bukanlah orang yang baik. Sebaiknya kamu berhati-hati agar tidak dijebak olehnya, mulutnya itu benar-benar manis." Widya menghela napas.     

Sukma juga wanita yang pintar, jadi dia tentu tahu apa maksud Widya tanpa perlu menjelaskannya. "Ya, tentu saja, aku tidak akan tertipu olehnya. Betapa bodohnya aku jika tertipu." Sukma mengangkat kepalanya dengan sombong.     

"Aku yakin kamu bisa melakukannya dengan baik. Jangan lupa kalau dia punya istri. Kalau istrinya tahu, kamu pasti akan malu."     

"Oh, Widya, aku tahu, aku tidak menyukainya sama sekali. Tapi sebenarnya menurutku dia cukup lucu, meskipun dia tidak bisa menjaga hawa nafsunya. Dia juga baik. Coba bayangkan jika tidak ada Mahesa tadi, apakah kamu bisa memikirkan konsekuensinya? Yudi pasti sudah menyerangmu."     

Widya terkejut. Jika tidak ada Mahesa, dampaknya tidak terbayangkan. Yudi akan menyerangnya tanpa ampun.     

BUGH!     

"Apa yang terjadi?" Widya kaget saat mendengar suara yang tiba-tiba itu.     

"Mereka masih di luar. Ayo segera keluar. Ini sudah berakhir. Kita tidak bisa memperburuk keadaan." Sukma berteriak panik, lalu menarik Widya dan lari keluar dari kantor bersama-sama.     

Di luar, ternyata Yudi dan Mahesa masih berselisih.     

"Kamu… Sialan…" Yudi mengulurkan jarinya yang gemetar ke arah Mahesa. Matanya dipenuhi dengan kebencian, tapi sayang sekali sekarang dia tidak bisa mengatakan apa-apa lagi.     

"Sialan, kamu sudah terlihat seperti ini, tapi masih berani menatapku dengan tatapan itu?" Mahesa berkata dengan kesal, "Lupakan, satpam, satpam, cepat antar anjing mati ini ke rumah sakit!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.