Laga Eksekutor

Mimpi Cinderella



Mimpi Cinderella

0"Linda, maukah kamu menerima cintaku?" tanya Mahesa.     

"Sial! Kenapa kamu bertanya lagi?"     

"Oke, aku anggap kamu menerimanya." Mahesa bertingkah seperti bayi.     

Linda mengangkat kepalanya untuk melihat Mahesa. Dia menunjuk ke bekas ciuman di lehernya, "Bocah nakal, tahukah kamu? Ibuku mengira aku sudah pernah berhubungan seks karena bekas ini. Kamu memang bajingan!"     

"Hei, bukankah itu tanda yang dibuat oleh pacarmu sendiri? Kenapa kamu tidak mengakuinya saja? Apakah ibu mertua sangat cemas, atau dia sangat menantikan untuk melihat menantunya yang tampan ini?" Mahesa tertawa dengan puas.     

"Kamu memang seperti kentut!" Linda memasang mata tajam pada Mahesa. Setelah jeda, Linda akhirnya membuat keputusan, "Orang jahat, kamu dan Widya memang benar-benar mempunyai masalah, kan? Aku tadi banyak bertanya karena aku hanya khawatir, jangan salah paham."     

Linda khawatir tentang bagaimana Mahesa tidak akan mengerti bahwa Linda kini bisa menjadi kapten Polisi Kriminal di Polres pada usia muda salah satunya adalah karena dia memiliki latar belakang keluarga yang kuat. Oleh karena itu, jika hubungannya dengan Mahesa terkuat, mungkin posisinya akan terancam.     

Tidak mudah bagi seorang wanita seperti Linda untuk menjabat posisi tersebut. Namun, latar belakang keluarganya bisa membantu. Jika Linda tidak memberitahu Mahesa tentang ini, dia khawatir pria cabul itu akan mengatakan semua yang telah terjadi di antara mereka berdua dan menghancurkan citra Linda.     

"Linda, apakah kamu ingin mendengar yang sebenarnya?" tanya Mahesa.     

"Tentu saja aku ingin."     

"Aku menyukainya." Mahesa tidak berbohong. Menghadapi kecantikan seperti Widya, dia tidak akan bisa tinggal diam. Melihat mata Linda yang berubah, Mahesa berkata lagi, "Tapi itu tidak mungkin bagi kami untuk saling jatuh cinta. Itu benar-benar tidak mungkin, kamu mengerti maksudku, kan?"     

Mahesa tahu betul bahwa Widya melakukan semuanya untuk balas dendam karena dia sudah menyerangnya di ranjang malam itu. Kemungkinan untuk jatuh cinta sangat kecil jika dibandingkan dengan balas dendam.     

"Lalu kenapa kamu masih seperti ini? Jelaskan saja. Tidak baik bagimu memperlakukan dia seperti ini. Hatinya pasti akan sakit melihatmu bersama wanita lain." Linda berkata dengan tenang, tapi sebenarnya sedikit cemas.     

Mahesa menggelengkan kepalanya, "Hari itu akan tiba, tapi tidak sekarang." Dia menoleh ke arah Linda dengan serius, "Linda, kamu tidak sama, aku berani mengatakan bahwa aku menyukaimu, aku mencintaimu. Tetapi untuk Widya, aku tidak berani. Aku butuh waktu." Mahesa menghela napas panjang.     

"Masuk akal. Aku percaya padamu." Linda senang.     

"Oke, aku berjanji untuk bersikap baik padamu. Kebanyakan orang ingin menjadi wanitaku tapi aku tidak bisa menerimanya. Jadi, kamu harus senang karena bisa bersamaku." Mahesa mencubit hidung kecil Linda dengan gemas.     

"Dasar narsis!"     

"Pacarmu ini memang orang yang sangat tampan, kan?"     

"Kamu bisa mengatakan apa pun, aku tidak akan mendengar omong kosongmu." Setelah jeda, Linda berkata lagi, "Aku akan menerima cintamu, tapi…"     

"Tapi apa?"     

"Pertama, kamu tidak bisa menggangguku, kamu harus bersikap baik padaku. Meski kamu ingin mengejarku, kamu bisa membuatku merasa dikejar tanpa harus mengganggu diriku." Linda telah memimpikan menjadi Cinderella sejak dia masih kecil. Lalu, calon suaminya adalah seorang pangeran yang menawan. Seorang pria yang akan membuat dirinya bahagia, jadi permintaan ini adalah bentuk dari langkahnya untuk memenuhi mimpinya.     

Dalam dua puluh tahun terakhir, Linda hanya hidup dalam mimpi. Dia tidak pernah merasakan cinta yang dari seorang pria, tentu saja kecuali ayahnya. Dia juga tidak pernah jatuh cinta bahkan ketika dia masih sekolah. Sekarang dia tidak ingin kehilangan kesempatan ini. Dia ingin bersama pria yang dicintai dan mencintainya.     

Mahesa mengangguk, "Tentu saja, aku berjanji padamu!"     

"Kedua, aku tidak peduli berapa banyak wanita yang kamu miliki, tetapi jangan biarkan aku melihatnya. Jangan sebutkan namanya di depanku. Jika tidak, aku akan membunuhmu." Linda berkata dengan ganas.     

"Tidak masalah."     

"Ketiga, kamu harus berurusan dengan orangtuaku. Jika orangtuaku tahu bahwa kamu tidak hanya sudah menikah, tetapi juga memiliki banyak wanita lain, kamu pasti tidak akan mendapat maaf dari mereka." Faktanya, kekhawatiran terbesar Linda adalah untuk terkait dengan pendapat orangtuanya tentang Mahesa.     

Ayah Linda adalah sekretaris Komite Partai di Surabaya, dan ibunya adalah seorang pemimpin unit. Pejabat seperti mereka tentu ingin putri satu-satunya menjadi wanita paling bahagia dan mendapat pria yang sepadan.     

"Aku berjanji kepadamu, itu semua hal sepele. Aku akan berurusan dengan orangtuamu dan memberi penjelasan yang masuk akal." Mahesa tersenyum.     

"Sebenarnya ayah dan ibuku tidak ada hubungannya denganmu, seperti yang kamu katakan, tapi aku takut jika mereka akan salah paham." Ekspresi senang di wajah Linda dengan cepat memudar, "Sampai saat ini aku heran mengapa aku harus bertemu denganmu. Kamu adalah pria jahat, tapi aku malah menyukaimu."     

"Linda, jangan berkata seperti itu." Mahesa berkata dengan ekspresi serius, memegang tangan Linda dengan erat.     

"Aku sebenarnya tidak ingin menjalin hubungan dengan pria yang sudah menikah." Linda berkata dengan nada sedih.     

"Di mataku, kamu adalah wanita yang aku suka. Kamu dan Siska adalah wanita yang kucintai. Pernikahanku dengan Widya hanyalah bentuk balas dendam dari Widya. Aku ingin menikmati hidup bersama cintaku."     

"Kamu memiliki banyak kesalahpahaman yang harus dijelaskan." Linda menganggukkan kepala. Kemudian, dia meraih telinga Mahesa. "Tapi apa kamu tidak dengar? Aku memberitahumu agar tidak menyebutkan wanita lain di depanku, tapi kamu sudah lupa dan menyebut nama Siska?"     

"Oh, sakit! Lepaskan! Aku salah, aku tidak akan menyebutkannya." Mahesa dengan cepat memohon belas kasihan.     

"Baiklah, aku akan mengampuni kamu. Jika kamu masih berani melakukan kesalahan, tamat riwayatmu!" Linda tersenyum dan melepaskan telinga merah Mahesa. Kini bunga-bunga indah bermekaran di dalam hatinya. Dia sedang jatuh cinta, dan dia punya pacar yang tampan seperti Mahesa.     

"Tidak, aku benar-benar tidak akan berani lagi di masa depan," kata Mahesa dengan serius.     

Linda terkekeh, "Lihat dirimu, apakah menurutmu aku adalah ratu?"     

"Ratu?" Mata Mahesa yang ketakutan menghilang, dan tatapannya menjadi tatapan menggoda. "Mungkin. Aku ingin kamu menjadi ratu untukku."     

"Siapa yang ingin menjadi ratumu!" Wajah Linda memerah. Dia tidak pernah membayangkan Mahesa akan terus menatapnya seperti itu.     

"Aku ingin melihat wajahmu yang cantik berubah menjadi wajah seorang ratu. Aku sangat menantikannya," kata Mahesa.     

"Orang jahat, kamu tidak bisa mengatakannya, jika kamu mengatakannya lagi, aku akan membunuhmu." Ancaman Linda terdengar sangat menakutkan.     

"Aku menyerah, aku menyerah, aku tidak berani mengganggu ratu."     

"Tutup mulutmu! Jangan menyebutku ratu!"     

Mahesa berbalik dan menekan Linda di bawah tubuhnya. Dia menggigit dada Linda yang menjulang tinggi, "Gundukan ini benar-benar besar, ya?"     

Wajah Linda sangat merah, sehingga tampak seperti apel yang sudah matang. Dia mendorong Mahesa pergi, mengambil branya yang sudah dilepas dan menempelkannya ke dadanya, "Orang jahat, jangan mengatakan hal-hal yang memalukan seperti itu. Kalau tidak, kamu akan aku bawa ke kantor polisi."     

"Apa? Jangan masukkan aku ke penjara. Jangan biarkan pacarmu menderita demi keuntungan pribadi."     

"Memangnya aku peduli? Pak Hamzah pasti akan menunggumu di kantor polisi. Kamu tidak akan bisa berkutik, pria mesum," kata Linda dengan manja.     

"Oke, oke, aku akan kembali."     

Linda tersenyum, "Apa yang kamu lakukan dalam keadaan linglung? Duduk saja!"     

"Oh, baiklah." Mahesa buru-buru berbalik dan duduk di kursi penumpang.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.