Laga Eksekutor

16 - Dipaksa Menikah



16 - Dipaksa Menikah

0Setelah beberapa menit, Mahesa merasa ada yang tidak beres. Bukankah ini jalan menuju rumahnya sendiri? Apa yang gadis ini lakukan?     

"Nona, izinkan aku mengatakan kamu mengambil arah yang salah!"     

"Benar!"     

"Tetapi, ini jalan menuju rumahku." Mahesa melihat sekeliling ketika mobil berhenti di depan gerbang rumahnya.     

"Aku memang ingin pergi ke rumahmu!" Widya mengeluarkan kunci. Dia mengambil tasnya, membuka mobil dan berjalan keluar. Melihat Mahesa duduk tak bergerak, alisnya sedikit berkerut, "Apa yang kamu lakukan? Keluar dari mobil!"     

"Oh!" Mahesa menjawab dengan lemah. Dia benar-benar bertanya-tanya apa yang akan dilakukan gadis ini. Apakah dia ingin melakukan hal itu lagi dengan Mahesa? Ups! Sepertinya ini tidak benar.     

"Nona, katakan saja padaku jika kamu punya sesuatu. Kamu membuatku merasa ketakutan jika seperti ini." Mahesa berkata sambil tersenyum.     

Widya menatap Mahesa yang berwajah pucat. Dia kesal sekali dengan pria ini. Tak disangka Mahesa adalah pengecut. Ke mana keberanian untuk menyerangnya malam itu pergi? "Masuk ke rumahmu!"     

"Nona, rumahku sangat berantakan. Kamu tahu pria lajang sepertiku ini agak tidak bisa merawat rumah." Mahesa sekali lagi dengan bijaksana menolak. Entah bagaimana, meskipun wanita ini adalah yang tercantik, Mahesa merasa ketakutan.     

Sebenarnya, ini bukan ketakutan biasa. Ada seribu wanita yang telah Mahesa tiduri. Semuanya cantik. Tetapi mereka semua memiliki satu kesamaan, yaitu tidak berbicara tentang apa pun. Setelah Mahesa meniduri mereka, mereka akan kembali ke rumah masing-masing dan mengurus urusan mereka sendiri, tidak seperti Widya.     

"Apa aku tidak boleh masuk ke sana? Apa ada wanita lain yang bersembunyi di dalamnya?" Widya menggertak Mahesa.     

"Tidak, tidak! Beraninya aku. Sejak kamu pergi, hatiku selalu dibayangi rasa bersalah," kata Mahesa sedih.     

"Tidak ada gunanya mengatakan itu, tidak bisakah kamu masuk sekarang?" Widya mengangkat tasnya. Selama Mahesa berkata, dia tidak akan pernah bersikap lembut.     

"Aku tidak bisa membiarkanmu masuk ke dalam."     

Keduanya berada di depan satu sama lain, yang satu memakai seragam security dan yang satunya sangat cantik dan modis. Ini kombinasi yang sangat menarik.     

Ketika Mahesa membuka pintu dan melihat ruangan yang berantakan, mata Widya sedikit jijik. Dia berkata dengan dingin, "Kamu tidak pernah membersihkan rumahmu, ya? Dasar jorok!"     

"Jangan salahkan aku. Tadi aku bilang aku lajang dan rumahnya berantakan. Kamu yang memaksa masuk, bisakah aku menghentikanmu?" bisik Mahesa dengan berani.     

"Jangan banyak alasan!" Widya mendengus, lalu menemukan tempat duduk. Akhirnya, dia menatap Mahesa dengan tegas.     

Saat terkunci oleh mata Widya, Mahesa tampak menggigil. Dia tahu topik itu akan segera datang, dan wanita ini tidak akan pernah membuatnya merasa tenang. "Katakan saja apa yang kamu inginkan, aku akan mencoba yang terbaik untuk memuaskanmu!"     

Mendengar kata "memuaskan", Widya memikirkan malam itu lagi. Wajahnya sedikit memerah. Tetapi dia bisa melupakannya dengan cepat. Dia mencibir, "Keluarkan KTP, buku rekening, dan kartu kreditmu!"     

Mahesa tercengang. Dia tidak punya buku tabungan, hanya ada dua kartu kredit. Tetapi untuk apa wanita ini menginginkan KTP miliknya? Masih ada jutaan dalam dua kartu kredit Mahesa, tetapi apa uang itu mampu membuat Widya senang? Semakin Mahesa memikirkannya, semakin dia tidak mengerti apa yang sebenarnya dipikirkan wanita ini.     

"Nona, apakah menurutmu ini akan berhasil? Aku punya dua kartu di sini yang jumlahnya mencapai 10 juta atau lebih. Meskipun aku tidak kekurangan uang, itu adalah simpananku." Setelah itu, Mahesa mengeluarkan KTP dan kartu kredit dari dompetnya dan menyerahkannya kepada Widya.     

Widya melihat ke dua kartu di tangan Mahesa, dan merasa bahagia. Dia tidak tahu bahwa pria itu masih punya tabungan yang cukup banyak. Dia punya sepuluh juta. Jika ada begitu banyak uang, mengapa dia pergi ke Jade Internasional sebagai satpam?     

"Aku tidak tahu ternyata kamu cukup kaya. Dengan begitu banyak uang, kenapa kamu masih ingin bekerja sebagai satpam di Jade International?" Widya melirik Mahesa.     

"Jika dibandingkan denganmu, aku hanya butiran debu!" Mahesa tertawa.     

Widya tidak mengucapkan sepatah kata pun. Dia hanya memelototi Mahesa dengan sengit. Pria itu juga tidak berbicara sama sekali. Dia tidak ingin mengucapkan kata-kata kotor di depan kecantikan yang bermartabat seperti Widya.     

Widya menyambar kartu di tangan Mahesa, "Aku akan menyimpan dua kartu ini untuk mencegahmu melukai wanita lain. Aku menyimpannya untukmu, bukan untuk uangmu. Itu berbeda."     

Mahesa tidak bisa berkata-kata. "Mana KTP-mu?" tanya Widya tegas.     

"Aku tidak punya."     

"Apa? Apakah kamu ingin berbohong padaku?" Widya tiba-tiba berdiri, menatap ke arah Mahesa.     

"Aku punya, tapi mengapa aku harus memberikannya kepadamu?"     

"Itu urusanku!"     

"Tapi untuk apa?" Mahesa duduk. Dia mengangkat kakinya, dan mengeluarkan sebatang rokok.     

"Kita akan menikah!"     

"Oh, menikah. Apa? Menikah?" Mahesa tercengang. Dia berjalan menuju Widya, mengulurkan tangan dan menyentuh dahinya. "Kamu tidak demam, bagaimana kamu bisa mengatakan omong kosong?"     

"Kita berdua, kamu dan aku, akan menikah." Widya mengucapkan kata demi kata dengan penekanan.     

Mahesa menelan ludahnya. Wanita ini memiliki masalah mental, tapi dia tidak terlihat seperti itu. Mungkinkah Widya akan menikahinya karena malam itu? "Nona, lelucon ini tidak lucu, bisakah kita ganti ke topik yang lain?"     

"Apakah menurutmu aku bercanda?" Widya berkata dengan dingin.     

"Bukan begitu." Mahesa menggelengkan kepalanya.     

"Berhenti bicara yang tidak masuk akal. Cepat ambil KTP dan ikuti aku." Widya menarik Mahesa dan menyeretnya keluar pintu. Mahesa benar-benar tidak tahu bahwa wanita ini memiliki kekuatan yang begitu besar. Mahesa tidak pernah memikirkan tentang kehidupan pernikahan. Sejujurnya, wanita ini memang yang terbaik, tetapi sekarang jika dia dipaksa untuk menikah, Mahesa benar-benar takut.     

"Nona, ada sesuatu yang ingin aku katakan. Jangan main-main. Aku akui itu salahku karena aku mengambil keperawananmu malam itu. Aku akan memberikan semua propertiku, tapi aku tidak bisa menikah denganmu." Mahesa ingin menangis.     

Mahesa sudah lama menduga bahwa wanita ini akan memintanya untuk bertanggung jawab, tetapi dia tidak mengharapkan Widya akan memintanya untuk menikahinya. Kehidupan setelah menikah benar-benar mengerikan. Terlebih lagi, keduanya tidak memiliki perasaan sama sekali. Mereka juga tidak memahami satu sama lain. Jika mereka menikah, mereka mungkin akan menjalani hidup masing-masing. Sangat sulit untuk mengatakannya.     

Pikirkanlah, setiap malam Mahesa harus melihat seorang wanita cantik di depannya, tetapi dia hanya bisa menahan hawa nafsunya. Dia hanya bisa membayangkan rasanya.     

"Apakah aku mempermainkanmu? Bukankah aku tidak pantas untukmu? Mahesa, biarkan aku memberitahumu. Hari ini kamu harus membuat keputusan, jika tidak, kamu akan mati di tanganku." Widya meraih tangan Mahesa. Gunting di sebelahnya ditempatkan di dada Mahesa sebagai ancaman.     

"Jangan melakukan hal-hal bodoh, tenanglah." Mahesa panik, dan akhirnya menegaskan bahwa wanita ini adalah wanita gila.     

"Katakan, ya atau tidak?"     

"Tidak bisakah aku memikirkannya dulu?" Mahesa menahan tangis. Dia telah melihat wanita yang dipaksa untuk menikah, tapi dia tidak pernah melihat pria yang dipaksa untuk menikah.     

"Itu tidak akan berhasil. Sebentar lagi KUA tutup. Cepat buat keputusan!" Widya menunjukkan senyum licik, terutama saat melihat wajah pucat Mahesa. Dia sangat bahagia di dalam hatinya.     

Setelah itu, keduanya datang ke KUA. Mereka berada di sana hingga semua prosedur selesai. Saat memegang buku nikah itu, Mahesa merasa seperti sedang bermimpi. Saat ini dia benar-benar sudah menikah!     

"Apa? Apa yang kamu lakukan dengan wajah murungmu itu?" Widya tersenyum main-main.     

"Tidak. Aku hanya tidak percaya kamu mau menikah denganku." Mahesa tersenyum gemetar.     

Widya tersipu, dan berkata, "Jangan bicara omong kosong."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.