Laga Eksekutor

24 - Siapa Pria Ini?



24 - Siapa Pria Ini?

0Begitu Mahesa berjalan keluar dari gerbang butik itu, Mahesa merasakan sakit di pinggangnya karena dicubit oleh Widya. Wanita ini sangat kasar!     

"Istriku, apakah tanganmu tidak sakit jika mencubitku seperti itu?" Mahesa buru-buru mengusap pinggangnya dan bertanya dengan gemetar.     

"Siapa yang mengajarimu untuk memanfaatkanku sekarang?" Widya mendengus dan melirik Mahesa.     

"Istriku, aku disiksa olehmu tanpa sebab. Ini bukan karena aku sendiri. Kedua pegawai perempuan itu mengatakan bahwa kita adalah pasangan yang serasi. Jika aku tidak menanggapinya, itu akan merusak suasana." Mahesa berkata dengan sedih.     

"Siapa yang serasi denganmu, bajingan? Bermimpilah terus!" Widya berjalan menuju mobil dengan marah. Setelah berjalan dua langkah, dia berhenti. Dia berbalik untuk melihat Mahesa, "Oh, aku hampir lupa. Apakah kamu baru saja bilang tentang pegawai wanita? Apakah kamu akan menemui kedua wanita itu lagi? Kalau iya, cepat pergi sana!"     

���Istriku, kamu salah paham." Mahesa merasa seperti dia tidak akan bisa hidup dengan Widya lagi setelah ini.     

"Kenapa? Kamu pasti menyukai gadis seperti itu, kan? Jangan berpikir aku tidak tahu pikiranmu. Kamu adalah pria cabul!" Widya menunjuk ke hidung Mahesa dan mengatakan itu dengan penuh penekanan.     

Mahesa tercengang. Ada apa dengan wanita ini? Dia tidak normal. Tapi bahkan jika Mahesa berhubungan dengan wanita lain, apa yang salah? Pernikahannya dengan Widya hanya untuk status, bukan?     

"Istriku, dapatkah aku tahu mengapa kamu cemburu?" Alis Mahesa berkerut. Dia juga memandang Widya dengan bercanda.     

Tiba-tiba, kepanikan melintas di mata Widya, tapi dia segera kembali ke tatapan dinginnya, "Aku cemburu? Siapa yang cemburu? Apakah kamu sedang membuat lelucon? Jangan bicara omong kosong dan melamun terus, bodoh!"     

"Istriku, sekarang sudah malam. Aku tidak mungkin melamun."     

"Aku tidak peduli." Setelah memelototi Mahesa, Widya masuk ke dalam mobil dengan marah.     

Melihat Widya yang sangat marah, Mahesa merasa sangat bahagia. Bukankah ini artinya dia berhasil mengendalikan Widya? "Istriku, apakah kita akan pergi ke rumah ayah mertua malam ini? Aku sedikit gugup, jantungku terus berdegup kencang. Apa kamu mau merasakannya?" Mahesa mengulurkan tangan dan meraih tangan Widya. Dia meletakkannya di dadanya.     

"Lepaskan, singkirkan tangan kotormu!" Widya membantingnya dengan keras. Dia menendang Mahesa, dan berkata dengan dingin, "Mahesa, berhenti di sini, jangan bicara padaku tentang hal yang tidak berguna. Kita akan melakukannya sekarang. Kita akan pergi menemui ayahku, kamu harus melakukannya dengan baik malam ini."     

Mahesa mengusap betis yang ditendang oleh Widya dan berkata sambil tersenyum, "Istriku, jangan khawatir, aku ini suamimu. Aku akan melakukannya dengan baik dan tidak akan membiarkan ayahmu kecewa padaku."     

"Aku khawatir kamu akan takut. Jika iya, jangan perlihatkan itu," kata Widya dengan nada menghina.     

"Takut? Aku takut? Istriku, kamu terlalu meremehkan suamimu. Ayo cepat, aku tidak sabar menghabiskan waktu dengan ayah mertua malam ini."     

Senyuman licik muncul dari sudut mulut Widya, lalu dia menyalakan mobil dan pergi.     

Di rumah keluarga Yudi, saat ini semua sudah tertata sempurna. Ruang makan didekorasi dengan lampu indah dan alunan musik yang merdu. Meja makan panjang dipenuhi dengan berbagai macam makanan lezat, dan hanya beberapa orang yang duduk di sampingnya. Selain Yudi, ayahnya yang bernama Pak Hamzah dan ibunya, ada ayah Widya dan dua orang lainnya. Yang satu adalah Lukman dan yang lainnya adalah Danu. Keduanya adalah pemegang saham Jade International juga. Empat pemegang saham lainnya juga baru saja hadir.     

"Hei, waktu berjalan begitu cepat, lihat berapa banyak dari kita yang semakin tua. Di meja ini nantinya yang muda hanya Yudi dan Widya." Danu terkekeh.     

"Ya, itu benar." Lukman juga tersenyum, lalu melihat ke arah ayah Widya. "Widodo, kupikir ketika kami bertiga mengikutimu, tidak ada yang mengira Jade International akan berkembang pesat seperti saat ini. Kami merasa sangat beruntung."     

"Perkembangan perusahaan selama bertahun-tahun tidak ada hubungannya denganku. Itu adalah kerja keras dari Widya. Aku sama seperti kalian, hanya orang tua yang ingin menikmati hidup." Ayah Widya tersenyum dan mengibaskan tangannya.     

"Kemampuan putrimu itu benar-benar tidak perlu dikatakan lagi. Dia membuat kita para lelaki tua menjadi semakin tua." Danu tersenyum.     

"Danu benar, Widya benar-benar cerdas, tapi Yudi juga cukup bagus. Mungkin kerjasama dari mereka berdua akan mendorong perusahaan ke level yang lebih tinggi nantinya." Lukman tersenyum. Ini sudah jelas, dia ingin menjodohkan Widya dan Yudi.     

Ayah Widya tersenyum dan mengangguk, "Yudi memang anak yang baik, dan aku sangat optimis mereka berdua akan menjadi pasangan yang serasi."     

Mendengar percakapan di antara ketiganya, Hamzah dan istrinya saling memandang. Mereka melihat senyuman di mata satu sama lain. Itu persis seperti yang mereka inginkan. Jika Yudi bisa mengejar Widya, itu bagus. Setelah dua keluarga itu bersatu, manfaat bagi keluarga Yudi akan lebih besar.     

Yudi melihat arlojinya. Dia sedang berada di ruang tengah dan terlihat sedikit cemas. Tadi Widya berjanji untuk datang. Dia sudah mengirimnya pesan teks. Tetapi kenapa sampai sekarang dia belum datang? Apakah dia tidak akan datang?     

Di saat yang sama, suara pelayan datang dari luar, "Nona Widya sudah tiba."     

Yudi tersenyum dan buru-buru keluar, "Widya, kamu di sana?" Namun, ketika dia melihat Widya tidak sendirian, senyum di wajahnya langsung hilang. Yang paling membuatnya bingung adalah Widya sedang memegang tangan pria itu. "Widya, siapa dia?"     

Ekspresi Yudi membuat Widya sangat puas. Dia memang menginginkan efek ini. Dia tidak menjawab pertanyaan secara langsung, dan tersenyum, "Yudi, haruskah kita bicara di pintu?"     

"Oh ya, silakan masuk."     

Mahesa tidak mengucapkan sepatah kata pun dari awal sampai akhir. Ketika dia melihat Yudi dan ekspresinya, dia bisa menebak segalanya. Wanita gila ini pasti menjadikannya perisai agar dia tidak bersama dengan Yudi. "Istriku, apakah dia menyukaimu?" Mahesa mendekat dan bertanya secara diam-diam.     

"Jika kamu sudah tahu, kenapa bertanya?"     

Melihat keduanya berjalan melalui pintu dengan bergandengan tangan, wajah Yudi menjadi sangat merah di belakangnya. Dia marah dan ingin tahu siapa pria ini.     

"Selamat malam semuanya, maaf menunggu lama." Saat berjalan ke ruang makan, Widya tersenyum dan mengangguk pada beberapa orang yang ada di sana.     

Perlu diketahui bahwa ketika Hamzah masih muda, ayah Widya mengajaknya bergabung ke perusahaan untuk membantu. Kemudian, mereka tumbuh perlahan. Dari perusahaan kecil hingga menjadi pemimpin industri saat ini, dapat dikatakan bahwa ayah Widya, Pak Hamzah, dan kedua orang lainnya tadi telah melakukan banyak upaya. Itu sebabnya Widya menganggap mereka semua sebagai orangtuanya.     

"Widya, kamu di sini." Hamzah tersenyum dan berdiri, tetapi dia juga sangat terkejut saat tahu Widya membawa seorang pria ke sini. Dia juga ingin tahu tentang identitas pria itu.     

Ayah Widya juga sedikit mengernyit. Kemarin, dia berbicara dengan Widya. Widya berkata bahwa dia sudah menikah. Mungkinkah dia menikah dengan pria ini? Tentu saja, ayah Widya tidak bisa memastikannya karena dia pikir itu hanya omong kosong Widya. Mungkin pria itu hanya pria sewaan yang dibawa Widya.     

"Widya, siapa dia?" Tidak ada yang bertanya, tapi Danu berbicara lebih dulu.     

"Istriku, apa itu ayahmu?" Sebelum Widya sempat berbicara, Mahesa bertanya dengan tenang. Suaranya tidak keras, tapi bisa didengar oleh semua orang yang hadir.     

Apa yang baru saja pria itu katakan? Istri? Kapan dia menikah dengan Widya? Tiba-tiba, mereka semua terpaku di tempatnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.