Laga Eksekutor

26 - Rencana Jahat



26 - Rencana Jahat

0"Lupakan, jangan pikirkan tentang itu. Ayo makan malam. Kita sudah lama tidak minum bersama." Hamzah tersenyum dan mengangkat anggur putih di tangannya. "Ini langsung aku beli dari pabrik anggur. Minuman ini tidak dijual di pasaran."     

"Kalau begitu kita benar-benar bisa menikmati anggur spesial sekarang. Aku sudah lama tidak minum. Wah, harum sekali, aku tidak tahan." Danu meletakkan gelas anggur ke hidungnya dan menciumnya, lalu tertawa puas.     

Setelah makan, ayah Widya buru-buru pergi. Meskipun kata-kata Yudi menghilangkan kekhawatiran ayah Widya, tetapi mengingat tatapan terakhir di mata Widya, dia merasa tidak baik di hatinya. Selama dua dekade terakhir, dia memang berutang pada Widya. Untuk menebusnya, ayah Widya tidak ragu-ragu untuk mentransfer sahamnya kepada Widya. Dia bersedia menjadi pemegang saham terbesar kedua. Tetapi dia tahu bahwa ini pun tidak akan menggantikan rasa sakit di hati putrinya. Ayah Widya berharap Widya akan bahagia. Dia tidak ingin putrinya menjadi seperti dirinya dan istrinya.     

Yudi adalah putra seorang teman lama ayah Widya. Dia melihat bagaimana Yudi tumbuh dan mengenal keluarganya dengan baik, jadi dia sangat berharap Yudi dan Widya dapat membuat sebuah keluarga yang baik. Tanpa diduga, Widya tiba-tiba menyebabkan hal seperti itu. Ayah Widya tidak ingin itu terjadi, terutama di depan beberapa teman lamanya seperti tadi.     

____     

Ruang kerja keluarga Pak Hamzah.     

Setelah ayah Widya pergi, Lukman dan Danu tidak pergi dengan tergesa-gesa. Mereka minum teh bersama di ruang kerja. Namun, ekspresi ketiganya sangat serius saat ini.     

"Hamzah, kita berempat telah bersama selama 20 atau 30 tahun. Apakah ini benar-benar bagus?" Lukman mengerutkan kening, terlihat sedikit ragu-ragu.     

"Ya, Hamzah, ini seperti sesuatu yang sangat menyakitkan. Aku juga merasa sedikit salah." Danu juga menghilangkan senyumnya dan berkata dengan sungguh-sungguh.     

Hamzah menyalakan cerutu. Dia bangkit dari kursi, berjalan mondar-mandir beberapa langkah hingga akhirnya berhenti. Dia mencibir, "Kamu juga tahu bahwa kita berempat telah menjalin persahabatan selama 30 tahun dan Jade International adalah milik kita bersama. Hasil kerja keras kita. Tapi apa yang kita dapatkan?"     

"Ini…" Danu dan Lukman saling pandang.     

"Menurutmu apakah 12% saham di tanganku dan 7% milikmu, dan 6% sahammu itu banyak?" Hamzah mencibir dan melihat keduanya.     

"Hamzah, tapi pada awalnya kita bertiga memang hanya membantu. Semua dana dan modal adalah milik Widodo. Sudah cukup baginya untuk memberikan 25% kepada kita bertiga." Danu berusaha membujuk Hamzah.     

Cukup? Apakah itu cukup? Danu dan Lukman berpikir begitu, tetapi Hamzah tidak berpikir demikian. Saat ini, Jade International tumbuh semakin kuat. Ini adalah perusahaan terkenal di Surabaya dan Indonesia. Perusahaan ini adalah pemimpin di industri perhiasan di negara ini. Hamzah adalah manusia yang tidak pernah puas, dan dia secara alami berpikir bahwa perusahaan itu harus menjadi miliknya.     

Terlebih lagi, Hamzah selalu percaya bahwa Jade International tidak boleh membiarkan seorang wanita berkuasa. Wanita hanya boleh menjadi pemegang saham. Asalkan ada kesempatan, Hamzah harus mencoba untuk merebut perusahaan itu dari tangan Widya dan ayahnya. Dari zaman kuno hingga sekarang, selama kita bisa berkuasa, mengapa peduli dengan pendapat orang lain?     

"Danu, jangan lupa, situasi putramu di Eropa sedang tidak bagus, dan Lukman, perusahaan putri dan menantumu itu tidak berjalan dengan baik saat ini." Kata-kata Hamzah membuat mereka berdua langsung pucat.     

Memang, putra Danu yang sedang berada di Eropa memiliki utang yang cukup banyak. Jika anaknya itu tidak bisa membayarnya, Danu mungkin harus memberikan seluruh hartanya saat ini. Selain itu, perusahaan milik putri dan menantu Lukman memang tidak begitu baik. Mereka terus merugi. Jika bukan karena dukungan keuangan dari Lukman, perusahaan itu sudah runtuh sejak lama. Baik Lukman maupun Danu paham bahwa ini bukanlah solusi jangka panjang, tapi mereka semua butuh uang.     

"Ada pepatah lama yang mengatakan bahwa orang tidak akan bunuh diri untuk kepentingan mereka sendiri. Maaf Widodo, tapi kita semua berhak mendapatkan apa yang kita butuhkan, kan?" Hamzah berusaha meyakinkan keduanya. "Jika kita berhasil, setiap orang dapat mendapatkan setidaknya 10% saham. Pada saat yang sama, Widya akan disingkirkan. Perusahaan itu akan berada di tangan kita. Semua kesulitan saat ini dapat diselesaikan, bagaimana menurut kalian?"     

Setelah berpikir sejenak, keduanya langsung merokok dua batang rokok berturut-turut. Tetapi mereka masih ragu.     

"Jangan khawatir, aku tidak akan menceritakan kejahatan ini. Kalian hanya perlu bekerja sama denganku. Aku yang akan melakukan yang lainnya." Hamzah berkata dengan meyakinkan.     

Keduanya memandang Hamzah dengan heran. Setelah waktu yang lama, Danu bertanya, "Hamzah, apakah kamu yakin tidak ada masalah?"     

"Aku yakin!"     

"Baiklah, aku setuju." Danu berkata pelan.     

"Kalau begitu, aku juga. Hamzah, kami akan bekerja sama denganmu." Lukman menekankan.     

"Nah, jangan khawatir, bagaimana jika kita berbicara tentang rencananya?" Setelah mencapai kesepakatan, ketiganya membahas masalah lainnya. Kemudian ,Danu dan Lukman meninggalkan rumah Hamzah.     

Setelah keduanya pergi, Yudi keluar, "Ayah, apa ayah yakin mereka berdua tidak akan berubah pikiran lagi?"     

"Kamu percaya saja padaku." Hamzah mencibir dan mengeluarkan perekam suara dari pakaiannya. "Mereka benar-benar membutuhkan uang sekarang. Orang bisa melakukan segalanya dalam kondisi kritis."     

"Ayah, apakah menurutmu orang itu dan Widya sudah menikah?" Yudi tidak bisa menahan diri untuk tidak bertanya.     

"Tidak masalah apakah itu benar atau salah, tidakkah kamu melihat bahwa wanita itu tidak menyukaimu?" Hamzah melirik wajah Yudi, "Yudi, siapa pun yang membuat masalah besar, apakan kamu akan membiarkan seorang wanita menghalangi dirimu? Ketika kamu memiliki status yang cukup, wanita seperti apa yang tidak akan jatuh hati padamu?"     

Yudi mengerutkan kening dan berpikir sejenak. Lalu, dia mengangguk dengan berat, "Ayah, aku mengerti."     

"Aku tahu kamu menyukainya. Ketika rencana kita berhasil, tidak akan sulit untuk mendapatkannya. Adapun untuk saat ini, kamu harus terus mengejarnya dan jangan menyerah. Kamu harus mengikuti semua perusahaan terkait juga, terutama Perusahaan DY. Kita perlu bantuan dari mereka." Hamzah menasihati.     

"Ya, baiklah." Setelah jeda, Yudi berkata lagi, "Ayah, sebenarnya aku sedikit khawatir tentang Perusahaan DY. Bagaimanapun, Aryo berhubungan erat dengan geng Big Brother."     

"Kamu tidak perlu khawatir tentang itu. Kekuasaan Aryo belum begitu besar. Perusahaan DY adalah perusahaan patungan antara Tiongkok dan Indonesia. Meskipun Aryo adalah wakil presiden, dia tidak bisa sepenuhnya memutuskan." Hamzah tertawa.     

"Lalu mengapa kita memilih untuk bekerja sama dengannya?" Yudi bingung.     

"Yudi, lagipula kamu masih muda. Mengapa Aryo bisa menjadi wakil presiden di sana? Itu karena dia berteman dengan bos dari geng Big Brother. Perusahaan DY membutuhkan dukungan dari orang-orang dengan latar belakang gangster untuk berkembang lebih baik di negara ini."     

Yudi mengangguk dan terus mendengarkan dengan seksama setiap penjelasan yang keluar mulut ayahnya itu. Dia benar-benar serius ingin membantu ayahnya agar bisa mendapat kekuasaan mutlak.     

"Sebagai wakil presiden, Aryo ingin menggunakan status ini untuk mendapatkan keuntungan maksimal bagi dirinya sendiri. Mengapa dia tidak bekerja sama? Karena kita tidak memintanya. Selama ini dia terlalu senang dengan kekuasaannya yang tidak seberapa itu. Kamu harus lebih dekat dengannya. Jika kamu benar-benar bisa mendapatkan kepercayaan Aryo, itu akan baik untuk kita. Mengerti?"     

"Oke, ayah, jangan khawatir. Aku tidak akan mengecewakanmu. Aku akan melakukan sesuai rencana yang telah kita buat."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.