Kuntawijaya The Legend of Vasavi Shakti

Keris Kaladete



Keris Kaladete

0Raka terus menatap garang kearah si rusa petir yang malah mendudukkan tubuhnya dengan santai. Di tubuh pemuda itu, terpasang pakaian perang kuno dengan motif matahari dan bunga teratai berwarna merah dan emas. Hawa panas menguat dari tubuh Raka, mencoba mengintimidasi si rusa yang masih menatapnya.     

"Sepertinya kau tidak mau bicara sama sekali, jadi, kurasa aku harus memaksamu untuk bicara!" Raka berkata seraya berlari kearah rusa itu dan mengepalkan tinjunya kedepan. Si rusa tidak bergeming dari tempatnya, seakan memberi Raka kesempatan untuk menyerangnya. Kobaran api sewarna darah langsung saja melapisi tangan kanan pemuda itu, sebelum dihantamkan ke tanduk si rusa.     

Di luar dugaan, rusa itu sama sekali tak bergerak dari tempatnya, seolah pukulan bertenaga penuh dari Raka sama sekali tidak memberikan dampak apapun pada si rusa. Tak kehabisan akal, Raka langsung saja mengayunkan kakinya ke pangkal tanduk si rusa. Tidak hanya sekali, belasan kali Raka menendang kepala rusa itu dengan ganas, tapi rusa itu tetap tidak bergeming. Si rusa hanya memperhatikan Raka yang masih berusaha menyerangnya dengan kalap, tanpa memperhitungkan titik kelemahan si rusa.     

Semakin lama, Raka semakin menghabiskan banyak tenaga di tubuhnya hanya untuk berbagai serangan yang sia-sia. Pemuda itu lalu melompat mundur dengan nafas terengah-engah, meski di wajahnya masih tetap terpasang ekspresi kemarahan yang tidak biasa. Kedua mata pemuda itu menatap nyalang kearah si rusa yang masih berdiam diri disana, seolah ada api yang berkobar di dalamnya.     

Saat Raka hendak kembali maju, ia dikejutkan dengan berdirinya si rusa dari tempatnya semula. Rusa itu menatap Raka dengan tatapan datar, dan petir yang tadinya menyelimuti tubuhnya sedikit demi sedikit kian berkurang. Rusa itu lalu berjalan mendekati Raka, membuat Raka semakin menaikkan kewaspadaannya. Saat rusa itu hanya berjarak kurang dari semeter darinya, Raka pun kembali mengayunkan tendangan kearah moncong si rusa.     

Tidak seperti sebelumnya dimana Raka berhasil melayangkan serangannya, kali ini sebuah gelombang kejut menghantam tubuh Raka dengan keras. Gelombang kejut itu tak lain adalah gelombang yang berasal dari petir di sekujur tubuh si rusa. Saking kuatnya, gelombang kejut itu berhasil melontarkan Raka sejauh belasan meter kebelakang. Beruntung dirinya mengenakan zirah yang dia pakai sekarang, jika tidak, sudah pasti ia akan terluka karena gelombang kejut itu.     

"[Tidak seharusnya kau menyerang makhluk yang kekuatannya sering kau pakai akhir-akhir ini, Rakai. Apa semua reinkarnasi Karna memang seperti ini? Padahal kupikir kau berbeda karena kau berhasil membangunkan kekuatan Shinta terlebih dahulu,]" ucap sebuah suara yang sepertinya berasal dari si rusa. Hal itu tentu saja membuat Raka merasa sedikit senang karena si rusa magis itu akhirnya mau bicara padanya.     

"Tidak kusangka kalau kau ternyata adalah penyebab aku bisa menggunakan petir Rudra, kau bahkan sudah mengetahui namaku juga," ucap Raka seraya menegakkan tubuhnya setelah terlempar sekian meter dari tempatnya berdiri tadi. "[Tentu saja aku tahu namamu, bocah. Aku ini adalah perwujudan dari pusaka yang harusnya dibangkitkan terlebih dahulu oleh seorang reinkarnasi Karna,]" si rusa berkata melalui telepatinya pada Raka.     

"Aku memang sudah menduga kalau ternyata ada pusaka lain di dalam tubuhku. Karena tidak mungkin aku bisa menggunakan kekuatan dewa selain Brahma Dahana tanpa adanya pusaka lain di dalam tubuhku," Raka berkata seraya menatap datar kearah si rusa.     

"[Tentu saja kau tidak akan bisa, karena sejatinya setiap manusia hanya terikat pada satu elemen kekuatan alam, dengan tingkat kekuatan yang lebih kecil daripada kekuatan seekor siluman kelas paling rendah. Di dunia ini, tidak ada manusia yang sedari lahir sudah memiliki kekuatan sekelas dewa, kecuali orang-orang yang terlahir kembali dan memiliki ikatan dengan kekuatan sekelas dewa di kehidupan sebelumnya,]" jelas si rusa dengan angkuh.     

"Aku tidak yakin dengan ucapanmu, tapi, jika kau memang ingin melawanku, maka aku akan membunuhmu dan menjadikan diriku sebagai pemilik kekuatanmu yang baru," ucap Raka tak kalah angkuh seraya memasang kuda-kuda miliknya. Akan tetapi, ucapan Raka barusan itu rupanya hanya dianggap sebuah lelucon oleh si rusa. Raka bisa mendengar kalau si rusa tertawa terbahak-bahak gara-gara perkataannya.     

"[Kau benar-benar bodoh, Rakai. Kau tidak akan mungkin bisa memusnahkan sebuah sukma dengan kekuatanmu sekarang, karena kau bahkan belum mengerti arti dari kekuatan sejati milikmu,]" rusa itu berkata seraya mengejek Raka. Kali ini, Raka tidak terpancing emosi seperti tadi, bahkan dia malah menurunkan kuda-kuda miliknya dan menatap datar kearah si rusa.     

"Apa maksudmu dengan kekuatan sejatiku, rusa bodoh?" Raka bertanya dengan nada mengejek. "[Siapa yang kau panggil bodoh, bocah edan? Kau sendiri bahkan lebih bodoh karena kau sama sekali tidak bisa menggunakan kekuatan dari perisai Bathara Surya yang kutarik keluar dari dalam tubuhmu,]" si rusa balas mengejek Raka, membuat emosi pemuda itu kembali naik ke ubun-ubun.     

"Memangnya bagaimana aku bisa menggunakan kekuatanku kalau aku tidak punya ingatan mengenai itu?!" Raka berkata dengan nada tenang, meski di sekeliling tubuhnya terdapat aura angker yang merajalela. "[Masa bodoh soal itu, bocah, kau harus bisa menemukan sendiri ingatan masa lalu milikmu. Sekarang pergilah dari sini sebelum Shinta muncul dan marah-marah padaku gara-gara aku menarikmu kemari,]" usir si rusa seraya menggelengkan kepalanya.     

"Sebelum kau mengusirku bukannya lebih baik kau bantu aku untuk menghilangkan baju perisai ini? Memang sih rasanya nyaman dipakai, seolah-olah perisai ini adalah kulitku sendiri, tapi, tidak mungkin juga kan aku keluar dan berpakaian seperti ini di depan ibu dan kakakku?" Raka berkata dengan nada setengah bercanda, meski di dalam kepalanya sudah terbakar emosi.     

"[Memang perisai Dewa Surya itu adalah kulitmu yang mengeras dan menjadi perisai, bodoh! Sudah sana keluar, toh kalau kau keluar tenaga dalammu akan kembali tersimpan dan perisai itu hilang sendiri sampai kau menggunakan Bija milikmu lagi,]" si rusa kembali mengusir Raka, lalu mengambil ancang-ancang untuk berlari.     

"Entah kenapa firasatku buruk saat ini..." gumam Raka seraya menatap si rusa yang berlari kearahnya. ".....woi woi woi! Setidaknya beritahu dulu siapa namamu, sialan!" Raka berteriak saat rusa itu mulai berlari kearahnya. "[Untuk saat ini kau bisa memanggilku dengan sebutan Rudra, bocah. Sekarang pergilah dari sini,]" jawab si rusa dengan santai seraya menyundul pemuda di depannya itu hingga terlempar ke atas.     

"SIALAN KAU RUDRAAAaaaaaa....!" umpat Raka dengan nada keras saat dirinya terlempar dan memudar menjadi butiran debu.     

~Kuntawijaya~     

"Hah? Masa sih kamu ketemu Rudra yang asli, Raka? Kamu bercanda ya? Hahahaha," Sembadra tertawa terbahak-bahak saat Raka menceritakan kejadian yang dia alami beberapa hari yang lalu. Hal itu tentu saja membuat pipi Raka memanas, dan membuat teman-temannya yang duduk agak jauh dari mereka menatap curiga kearah dua sejoli itu. "Jangan ketawa ngakak gitu, bego! Banyak anak-anak di sini," bisik Raka memperingatkan Sembadra.     

"Jangan takut, Raka, orang-orang tidak akan mampu mendengar percakapan kalian tentang hal gaib karena ada kami yang menggunakan kekuatan kami untuk membuat pagar gaib di sekeliling kalian," ucap Shinta yang tengah berada dalam wujud gaibnya. Kepalanya menempel di meja kantin dengan tatapan terfokus pada bakso di depan Raka. Di depan Shinta, Srikandhi mengangguk mengiyakan perkataan Shinta, meski hanya bisa dilihat oleh Sembadra dan Raka saja.     

"Kenapa mukamu kelihatan aneh begitu, Shinta? Kau pengen makan bakso milikku?" tanya Raka sambil menatap Shinta. "Aku ini lelembut, Raka, mana bisa aku makan kalo kamu nggak makan," ujar Shinta seraya mengangkat tangannya dan menyentil dahi Raka. Raka tidak menanggapi sentilan itu, lalu kembali menoleh kearah Sembadra dan bertanya, "Apa kita harus membicarakannya dengan Asmitha nanti?"     

"Itu keputusanmu, karena yang kutahu, Yunda Asmitha tidak akan bertanya kalau kamu tidak membuka topik mengenai Rudra," jawab Sembadra sambil meminum es teh yang dia pesan tadi. Raka terdiam sejenak, sebelum meraih sendok dan garpu untuk mulai memakan menu makan siangnya.     

~Kuntawijaya~     

"Jadi, apa yang mau kamu bicarakan, Raka? Apa mengenai perkembangan kekuatanmu?" Asmitha bertanya saat Raka meletakkan kepalanya di paha Asmitha. Pemuda itu tampak agak risih dengan perlakuan semacam itu, lalu melirik kearah lain dimana ia melihat Sembadra dan Srikandhi yang tubuhnya mengeluarkan aura angker. "Sebelum itu, apa kita memang harus seperti ini untuk bicara lebih lanjut, Asmitha?" Raka balik bertanya pada Asmitha yang sibuk menyisir rambut pemuda itu.     

"Aku cuma ingin membuatmu merasa nyaman saja, Raka~..... Anggap saja ini sebagai wujud terima kasihku karena kamu sudah menyelamatkan Sapta Pratala dari serangan Bhuta," jawab Asmitha dengan nada manis. Raka sedikit bergidik ngeri saat mendengar perkataan Asmitha, meski ia akhirnya berkata, "Jangan sungkan, Asmitha. Lagipula, kamu yang melatihku di Sapta Pratala sampai akhirnya aku bisa mengendalikan tenaga dalam milikku lebih baik lagi."     

Asmitha tersenyum saat mendengarkan perkataan Raka, meski senyum itu hanya bisa dilihat samar-samar oleh Raka karena tudung dan cadar milik Asmitha yang begitu rapat menutupi wajah perempuan itu. "Baiklah kalau begitu, Raka..... Apa hal yang ingin kamu katakan?" tanya Asmitha lagi. Raka terdiam sejenak, lalu mengalihkan pandangannya kearah Sembadra dan Srikandhi.     

"Aku bertemu dengan sesosok penunggu di dalam tubuhku, Asmitha. Dia berkata kalau dia adalah alasan kenapa aku bisa menggunakan petir Rudra," jawab Raka setelah agak lama. "Lalu bagaimana selanjutnya, Raka?" tanya Asmitha memancing Raka untuk bercerita lebih lanjut. Asmitha menyisir rambut Raka dengan pelan sambil memperhatikan Raka bercerita saat ia bertemu dengan sosok Rudra yang berwujud seperti seekor rusa bertubuh sebesar seekor lembu dewasa, dan tak lupa dia juga bercerita mengenai perisai Dewa Surya miliknya.     

"....dan begitulah, di akhir, dia tidak banyak menjawab pertanyaanku dan malah menyundulku keluar dari alam bawah sadarku," ucap Raka mengakhiri ceritanya. Asmitha terdiam setelah Raka selesai bercerita, meski tangannya masih tergerak untuk menyisir rambut Raka.     

"Yunda, dari apa yang kuketahui, Rudra bukanlah dewa yang berwujud seperti rusa, bukan begitu?" Sembadra bertanya pada Asmitha seolah ingin memecah keheningan yang ada. "Ya, memang benar kalau Rudra tidaklah berwujud seekor rusa, melainkan seperti manusia tanpa kepala dan leher..." jawab Asmitha setengah sadar, seolah ia sedang mencoba untuk mengingat sesuatu.     

"Raka, apa kamu tadi bilang kalau tanduk rusa itu berbentuk seperti beberapa bilah pedang yang disatukan pangkalnya dan ditempelkan di kepala rusa itu?" Asmitha bertanya seraya mengarahkan pandangan Raka kearahnya. "Iyha..... Akwu bwilhanh bhwegithu... (Iya, aku bilang begitu,)" Raka menjawab dengan sedikit kesusahan karena tangan Asmitha berada di kedua pipinya.     

"Berarti... Benar dugaanku... Dia bukanlah Rudra yang asli, tapi, dia adalah siluman yang pernah menjadi murid Rudra....." gumam Asmitha pelan. "Maksudmu, kamu tahu siapa sebenarnya rusa itu?" tanya Raka setelah melepaskan tangan Asmitha dari kedua pipinya. Asmitha mengangguk dan menatap kedua mata Raka, seolah sedang menembus ke dalam pikiran Raka. Keduanya bertatapan selama hampir 10 menit, sebelum akhirnya Asmitha berkata, "Ranggalawe."     

"Hah?" Raka berkata dengan nada bingung karena ucapan Asmitha yang tiba-tiba itu. Asmitha akhirnya tersadar dari lamunannya, lalu kembali menyisiri rambut Raka dengan pelan. "Nama rusa itu adalah Ranggalawe, murid dari Rudra, dan penunggu dari pusaka keramat milik Karna dulu, Keris Kaladete, atau Keris Seribu Halilintar," ujar Asmitha sebelum akhirnya sebuah cahaya keluar dari tubuh Raka dan membentuk sebuah keris yang melayang di tengah ruangan itu.     

Bersambung     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.