Sistem Teknologi dan Kekuatan Super

36. Sebuah Motivasi



36. Sebuah Motivasi

0"Akhirnya pemilihan peserta lomba selesai juga. Ibu ucapkan terima kasih kepada kalian semua dan ibu berharap kalian bersemangat dan menikmati lombanya dengan baik," ucap Nia mengumumkan berakhirnya sesi pemilihan peserta lomba. Dia memberikan dorongan untuk murid-muridnya agar bisa menikmati waktu mereka.     

"Kelas akan berakhir dan ibu akan segera pergi untuk menyerahkan daftar nama kalian kepada panitia lomba. Jika kalian mempunyai waktu dan tidak melakukan apa-apa, bantulah kakak kelas dan teman-teman kalian di osis mempersiapkan lomba. Hanya itu yang ingin ibu sampaikan, nikmati waktu kalian dan jangan ada yang pulang lebih awal!" lanjutnya mengatakan beberapa patah kata kepada anak didiknya. Setelah itu, dia pergi dengan menenteng tasnya.     

Banyak murid kegirangan mendengar itu dan langsung bergegas meninggalkan kelas untuk melakukan aktivitas mereka masing-masing. Beberapa murid mengikuti Yudhistira membantu osis melakukan persiapan lomba, sementara beberapa lainnya jalan-jalan di sekolah.     

Daniel tak pergi ke mana-mana, ia hanya duduk di kursinya ketika teman sekelasnya bersemangat keluar. Ia awalnya berencana tak masuk sekolah hari ini, tapi dilarang oleh Kinar dan akhirnya datang sekolah. Saat tak ada kelas seperti ini, ia bingung bagaimana menghabiskan waktunya hingga pulang sekolah nanti.     

"Haruskah aku datang kepadanya untuk memeriksa di lab komputer," gumamnya sembari memainkan ponsel di antara jari telunjuk dan jari jempolnya. Ia menggumamkan ini ketika mengingat permintaan Kinar ketika berpisah setelah makan bersama. "Sepertinya dia sibuk untuk sekarang. Mari kirimkan pesan saja, mungkin dia ada waktu luang sebelum pulang sekolah nanti."     

"Semangat! Jika kamu mempunyai waktu luang sebelum pulang sekolah, aku akan membantumu memeriksa komputer sekolah yang rusak," pikirnya yang kemudian diterjemahkan menjadi teks di layar ponselnya. Ia berpikir lagi untuk sementara waktu hingga akhirnya memutuskan untuk mengirimnya.     

Tak lama setelah dirinya mengirim pesan tersebut, ia dikejutkan oleh sahabatnya. Kepala Max tiba-tiba saja muncul di dekatnya yang membuat dirinya hampir saja jatuh karena kaget.     

"Heh, jangan mengagetkanku seperti itu. Aku hampir saja terjatuh," gerutunya atas tingkah laku sahabatnya tersebut. Namun, Max malah tertawa melihat reaksinya.     

"Kau terlalu fokus melihat ponselmu, makanya aku muncul di sampingmu karena penasaran dengan apa yang kau lihat," kata Max beralasan selogis mungkin. "Hanya saja, aku tidak pernah berpikir reaksi kagetmu lebih lucu dibandingkan reaksi kaget Regi."     

"Jangan membawa namaku ke mana-mana."     

Regi tiba-tiba muncul di samping Max dan membisikkan kata-kata tersebut dengan suara rendah di telinga sahabat tak warasnya tersebut. Sontak saja Max terkejut dan melompat mundur.     

"Astaga! Kau mengagetkanku!" Max mengeluh setelah melihat sahabat bermata empatnya menjadi pelaku. Ia sedikit marah karena dikejutkan oleh Regi, tetapi ingat bahwa ada sesuatu yang harus ditanyakan kepada Daniel. Jadi, ia memalingkan wajahnya dari Regi dan menatap Daniel dengan tatapan penasaran.     

"Kau baru saja mengirim pesan kepada seorang gadis, 'kan?" tanya Max.     

Daniel awalnya tertawa melihat Max dikagetkan oleh Regi, tetapi wajahnya langsung kaku ketika ditanyai oleh Max. Jadi, ia segera menggeleng dan berkata, "Jangan pikirkan hal itu. Aku memiliki pertanyaan bagus untuk kalian karena kalian membuatku sangat penasaran."     

"Kami membuatmu pensaran?" tanya Max sembari menunjuk dirinya dan hidung Regi. Ia tidak mempedulikan kemarahan Regi karena hidungnya ditunjuk olehnya dan langsung bertanya lagi, "Apa pertanyaanmu?"     

"Aku penasaran dengan pilihan kalian mengikuti turnamen voli dan kontes perang pantun di sekolah. Apa alasan kalian mengikuti kedua lomba tersebut?" tanya Daniel menatap kedua sahabatnya.     

"Hanya itu?" balas Max bertanya dengan nada kecewa, "Kupikir ada hal begitu bagus atau hal unik yang membuatmu penasaran, ternyata hanya itu. Namun, kau bertanya pertanyaan tepat."     

"Baiklah, aku akan menceritakannya kepadamu," lanjut Max sembari menyeret tempat duduknya. Ia kemudian menaruhnya di samping meja Daniel dan mulai bercerita, "Aku dan Regi mengikuti lomba voli ini dikarenakan kami sangat termotivasi oleh seorang remaja yang memiliki impian hebat dalam olahraga bola voli. Ia adalah siswa kelulusan dari SMP dengan tim voli yang baru terbentuk. Ia bersama teman SMPnya mengikuti turnamen bola voli SMP tingkat nasional, tetapi mereka gugur saat berhadapan dengan SMP terkenal. Meskipun sempat kalah, ia masih memiliki semangat kuat untuk membalas kekalahannya dengan memasuki SMA dengan sejarah tim voli terkuat di negaranya."     

Daniel mendengarkan dengan serius cerita Max. Ia kemudian mengumpulkan ingatannya mengenai isi cerita tersebut, tetapi tidak muncul satu pun di dalam otaknya yang berkaitan tentang itu. Ia pun bergumam, "Aku tidak pernah mendengar sesuatu seperti ini sebelumnya. Apakah aku ketinggalan berita?"     

"Aku yakin kau pasti sangat ketinggalan berita!" jawab Max membalas gumaman yang didengarnya. Ia kembali melanjutkan, "Meski memiliki fisik yang mungil, tapi ia memiliki lompatan yang melebihi rekan bermainnya di klub voli sekolah...."     

"Regi dan diriku sudah melihat pertandingan final mereka untuk memperebutkan tiket menuju kejuaran nasional SMA tertinggi di negara mereka. Mereka sangat berjuang keras untuk mendapatkan poin demi poin agar mereka melawan lawan yang sangat susah. Perjuangannya bersama rekan satu tim membuahkan hasil yang sangat manis, mereka berhasil lolos ke kejuaran tingkat nasional!" ujar Max mengakhiri ceritanya dengan perasaan sangat bergairah. "Aku tidak sabar menunggu pertadingan mereka di kejuaran nasional tingkat SMA di mana mereka akan bertemu dengan lawan-lawan yang pernah mereka lawan pada pelatihan musim panas sebelumnya!"     

"Apakah ini kisah nyata? Benar-benar inspiratif dan penuh motivasi," ujar Daniel mengemukakakn pendapatnya tentang cerita Max barusan.     

"Bukan. Ini merupakan cerita manga yang diadptasi menjadi anime," jawab Max dengan ekspresi senyum kucing.     

Urat di dahi Daniel berkedut saat mendengar jawaban dan melihat senyum Max. Ia awalnya mendengarkan dengan serius, tetapi diakhiri dengan fakta bahwa cerita yang didengarnya tadi merupakan sebuah karya manga dan anime, bukanlah kisah nyata.     

"Ternyata kau terinspirasi dari anime," kata Daniel dengan menahan rasa kesalnya. Ekspresi yang dibuatnya membuat Max dan Regi tertawa. Mereka mulai menceritakan banyak hal dan lelucon untuk saling menghibur satu sama lain.     

Kesempatan untuk mendengar dan berbagi cerita tak bertahan lama karena kehadiran seorang gadis membuat mereka berhenti melakukan itu. Ketiganya sama-sama menoleh ke arah gadis itu dan menatapnya dengan terkejut.     

"Ternyata wakil ketua kelas. Apakah ada sesuatu?" Max bertanya mewakili kedua sahabatnya.     

"Bukan sesuatu yang mendesak. Aku hanya ingin bertanya beberapa hal kepada Daniel mengenai lomba bulutangkis nanti," jawab Hana menggeleng lalu tersenyum kepada ketiga teman sekelas di depannya.     

"Aku mengerti. Kami akan pergi dan nikmati waktu kalian," ucap Max mengangguk penuh pengertian. Ia dan Regi sama-sama memberikan senyuman spesial mereka untuk Daniel lalu pergi meninggalkan Hana bersama sahabatnya di sana.     

Daniel sekali lagi merasa kesal degan tindakan dan senyuman dari kedua sahabatnya. Ia sangat bisa menebak maksud mereka, tetapi ia tak bisa memarahi mereka karena saat ini ada Hana di depannya. Meskipun itu sebuah candaan untuk sahabatnya, ia masih harus menjaga kesan di depan Hana walau sudah memiliki reputasi buruk.     

"Abaikan saja perkataan mereka barusan," ujar Daniel datar. Ia langsung bertanya, "Apa yang ingin kamu tanyakan kepadaku?"     

Ia tiba-tiba menyadari bahwa nada dari perkataannya bukanlah sesuatu yang harus digunakan kepada penolongnya. Hal ini membuatnya tiba-tiba menunjukkan senyum pahit karena tak bisa mengontrol nada bicaranya dengan baik.     

Ekspresi dan nada bicara itu membuat Hana sempat ragu untuk menanyakannya kepada Daniel. Dia masih berpikir Daniel masih marah atas insiden di masa lalu. Terdiam selama beberapa saat, dia akhirnya memutuskan untuk bertanya, "Apakah kamu memiliki waktu luang pada sore hari ini ataupun besok sore?"     

"Um, aku ingin mengajakmu latihan bulutangkis bersama di waktu itu. Jika kamu tidak memiliki waktu luang, tidak apa-apa," lanjut Hana buru-buru menjelaskan tujuannya mendatangi Daniel agar rekan tim bulutangkisnya ini tidak salah memahaminya.     

"Aku tidak memiliki waktu untuk latihan." Daniel kini menjawabnya dengan nada bicara yang lebih lembut. Senyum pahit masih terukir jelas di wajahnya dan ia menjelaskan, "Aku harus bekerja, baik hari ini ataupun esok hari. Aku sudah mengambil cuti kerja beberapa waktu lalu, aku merasa tak enak kepada bos jika aku meminta hari libur lagi."     

"Aku benar-benar minta maaf karena tidak bisa menerima ajakanmu," ujarnya meminta maaf dengan kepala tertunduk kepada gadis di depannya saat ini.     

"Jangan meminta maaf seperti itu," kata Hana buru-buru melambaikan kedua tangannya setelah mendengar jawaban Daniel. Meskipun sudah bersusah payah menyebunyikan kekecewaannya, sorot matanya tak lagi bersemangat dan senyumannya nampak pahit.     

"Aku seharusnya minta maaf kepadamu karena tidak memahami situasimu. Hanya itu yang ingin aku tanyakan kepadamu. Maafkan aku karena mengganggu waktu luangmu. Sampai nanti," ucap Hana meminta maaf sekaligus berjalan pergi. Kepahitan terdengar jelas dari suaranya barusan.     

Sekilas, Daniel bisa melihat kekecewaan yang coba disembunyikan oleh Hana. Hal ini membuatnya merasa tidak nyaman menolak seseorang yang serius pada turnamen bulutangkis ini.     

Ia mulai mencari solusinya. Sebelum Hana sampai di pintu kelas, ia telah mendapatkan jawaban atas permasalahannya. Masih ada dua hari selisih antara lomba balap karung dengan turnamen bulutangkis sesuai dengan perkiraan jadwal yang diberitahu oleh wali kelasnya. Jadi, waktu ini bisa digunakan untuk latihan bersama Hana.     

"Sebelum turnamen bulutangkis dimulai, kita bisa latihan bersama," ujarnya sebelum gadis itu benar-benar meninggalkan kelas.     

"Benarkah?"     

Hana tiba-tiba berbalik setelah mendengar itu. Ia menunggu jawaban dari Daniel dan akhirnya mendapatkan anggukan dari penyelamatnya. Dia tak bisa menahan senyumnya dan senyum itu mekar seperti bunga.     

"Jangan sampai kamu melupakannya!" Hana memperingatkan, kemudian berjalan pergi dengan perasaan gembira.     

"Aku tidak akan melupakannya," balas Daniel sembari memperhatikan kepergian Hana.     

Tidak lama kemudian, kedua temannya kembali ke kelas dan ia tiba-tiba merasakan tangannya bergetar. Pelayan cerdas langsung mengirimkan informasi dari ponsel dan mengetahui bahwa itu pesan dari Kinar. Ia pun tersenyum setelah mengetahui pesan tersebut.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.