Sistem Teknologi dan Kekuatan Super

10. Pertemuan



10. Pertemuan

0Menyelesaikan semua pekerjaan yang harus diselesaikan, Daniel melangkahkan kakinya berangkat ke sekolah. Tubuhnya masih terasa nyeri akibat perkelahian yang dihadapinya kemarin dan luka lebam di wajahnya masih belum menghilang. Namun, ia tetap berangkat ke sekolah karena ada yang harus dilakukan di sana.     

Selama perjalanan, tatapan-tatapan tak bersahabat datang dari murid-murid yang ia lalui saat menuju kelasnya. Seolah tak menyadarinya, ia berjalan seperti biasa tanpa memperdulikan tatapan mereka.     

Masuk ke dalam kelas, ia langsung menjadi pusat perhatian karena luka lebam di wajahnya. Tak menghiraukan tawa ejekan dari mereka, ia berjalan mendatangi dua sahabat baiknya.     

"Selamat pagi!" sapanya menyentuh bahu Max dan Regi.     

Dua orang tersebut sama-sama menoleh setelah merasakan sentuhan pada masing-masing bahu mereka. Mereka mengenali suara ini dan ingin segera membalas sapaan dari sahabat mereka, tetapi ketika pandangan mereka jatuh pada wajah Daniel, senyuman di wajah mereka menghilang.     

Kacamata yang digunakannya tak menghalangi betapa serius ia memandang Daniel. Ia bertanya, "Apa yang terjadi padamu, Daniel?"     

Dari tatapan mereka, Daniel menyadari apa yang mereka maksudkan. Namun, ia tak ingin mengatakan hal sebenarnya kepada dua sahabatnya ini karena tahu bahwa mereka akan membantunya. Ia tak ingin sahabatnya terseret ke dalam masalahnya sendiri.     

Ia menampilkan senyum santai di wajahnya dan berkata, "Bukan masalah serius. Hanya kecelakaan kecil saat bekerja."     

Mata Max menyipit, penuh keraguan mendengarkan yang dikatakan oleh Daniel. Walau telah menebak apa yang terjadi, ia masih bertanya kepada sahabatnya untuk memastikan.     

"Benarkah seperti itu?"     

Daniel masih mempertahankan ekspresi santainya. "Aku mengerti kalian khawatir, tapi yang kukatakan bukanlah kebohongan. Benar-benar kecelakaan kecil."     

"Lain kali berhati-hatilah, jangan sampai mengalami kecelakaan lagi," ujar Regi menghela napas.     

"Tentu, aku akan lebih berhati-hati lagi." Daniel mengangguk dan tersenyum. Kemudian ia berjalan menuju tempat duduknya.     

Max menatap heran remaja laki-laki berkacamata yang berdiri di sampingnya. Ia berbisik pada sahabat berkacamatanya itu dan bertanya, "Kamu percaya itu hanya kecelakaan kecil?"     

"Tentu saja tidak," jawab Regi dengan suara rendah, "Aku yakin pasti ada sesuatu yang terjadi, tetapi tampaknya ia tak ingin kita terseret dalam masalahnya."     

Ekspresinya sangat serius. Ia berbisik. "Kita harus bergerak sekarang untuk mengumpulkan itu."     

Max mengangguk dan tampak serius. Ia sangat mementingkan hal ini karena kejadian di masa lalu membuatnya dan Regi berhutang budi kepada Daniel.     

Daniel tidak mengetahui rencana besar yang dilakukan oleh dua sahabatnya untuk dirinya. Ia saat ini duduk di kursinya, menyiapkan hal-hal yang diperlukan untuk pelajaran hari ini.     

Bella telah mengetahui kedatangan Daniel dari suara ribut yang dibuat oleh murid seisi kelas. Namun, ketika dirinya melihat Daniel dari dekat, dia menemukan luka lebam pada wajah siswa yang duduk di sampingnya tersebut. Seketika, dia merasa khawatir dan memberanikan dirinya untuk bertanya. "Daniel, apa yang terjadi dengan wajahmu? Apakah itu luka karena pukulan kemarin?"     

Daniel menggelengkan kepalanya. Ia menjelaskan, "Luka ini tak ada kaitannya dengan kejadian kemarin."     

Ia bisa saja mengatakan luka yang dideritanya berkaitan dengan Bella, tetapi jika ia mengatakan itu, ia sama saja menyeret orang lain dalam masalahnya. Ia cukup yakin Yudhistira menggunakan Bella sebagai biang masalah agar ia marah kepada Bella. Dengan begitu, rencana yang disusun Yudhistira akan berjalan lancar. Namun, ia telah menyadari hal ini dan tak ingin melakukan kesalahan yang sama.     

Mendengar luka itu tak ada kaitannya dengan kejadian kemarin, Bella merasa lega walau masih merasakan rasa bersalah mengenai kejadian tersebut. Dia berkata, "Lekas sembuh, ya."     

"Terima kasih."     

Tanpa sepengetahuan mereka berdua, Yudhistira melihat semua kejadian ini. Tidak seperti yang ia bayangkan, Bella dan Daniel terlihat lebih akrab dari kemarin. Ia sangat marah apa yang dilakukannya kemarin tidak membuahkan hasil yang baik.     

....     

Bel istirahat telah berbunyi, menandakan pelajaran kedua telah berakhir. Ia telah menunggu momen ini, bukan untuk pergi ke kantin karena lapar, tetapi karena ingin memeriksa kebenaran dari hadiah yang telah ia terima dari misi sebelumnya.     

Ia menghampiri kedua sahabatnya, ingin mengajak mereka ke perpustakaan. Ia berkata, "Aku akan ke perpustakaan. Kalian mau ikut?"     

"Perpustakaan?" tanya Max dengan mata melebar. Ia langsung menggeleng cepat-cepat dan berkata, "Tidak! Tempat itu hanya akan membuatku mengantuk!"     

Jawaban konyol dari sahabatnya membuatnya tertawa. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya dan berkata, "Kalau begitu, aku akan pergi sendiri."     

Max dan Regi mengangguk atas ucapan Daniel. Mereka memperhatikan kepergiannya, kemudian saling memandang satu sama lain ketika sosok Daniel tak terlihat lagi di kelas.     

"Mari kita mulai!" ucap Regi. Max yang berada di sampingnya menyambut ucapannya tersebut dengan anggukan. Setelah itu, mereka pergi meninggalkan kelas menuju tempat yang tidak diketahui.     

Tanpa menyadari gerakan Max dan Regi, Daniel terus berjalan menuju perpustakaan sekolah. Saat dalam perjalanan, ia tanpa sengaja melihat Fahri bersama dengan pria paruh baya sedang berjalan menuju ruang guru. Menyimpulkan bahwa sekolah telah mengambil keputusan mengenai masalah kemarin, ia merasa bahagia mendapatkan keadilan yang selama ini jarang didapatkannya.     

Sampai di perpustakaan sekolah, ia merasakan suasana perpustaakan tenang dan sunyi. Hanya dengan merasakan suasana ini, ia merasa cocok untuk belajar maupun sekedar membaca buku di sini. Berjalan masuk perpustakaan, ia memulai pencariannya pada buku-buku teknologi komputer.     

"Daniel!"     

Baru saja berjalan masuk, ia mendengar dengan jelas seseorang memanggil namanya. Ia menoleh, menemukan seorang gadis manis dengan rambut sebahu sedang memandanginya. Ia diam-diam menghela napas, kemudian menunjukkan senyumnya lalu berjalan menghampiri gadis tersebut.     

"Silvi!" katanya menyapa gadis yang memanggilnya. "Bagaimana kabamu? Tumben kamu memanggilku seperti ini."     

Gadis itu– Silvi tersenyum pahit mendengar perkataan Daniel. Ia menutup buku yang dibacanya lalu berkata, "Kabarku baik-baik saja."     

"Aku memanggilmu karena ingin memberitahumu kalau Yudhistira dan Nurul adalah orang-orang dibalik kesalahpahaman Bella kepadamu. Mereka mengatakan hal buruk tentangmu kepada Bella," lanjutnya menjelaskan maksud dan tujuannya.     

Daniel tidak terkejut mendengar hal tersebut. Sejak Yudhistira mengancam dan menghajarnya kemarin, ia sudah paham alasan sikap Bella seperti itu sebelumnya. Namun, alasan Nurul menjelek-jelekan dirinya, ia masih belum tahu. Mengangkat bahu seolah tak peduli, ia berkata, "Biarkan saja mereka. Suatu saat mereka akan menuai apa yang mereka tanam."     

"Dan sebagai teman masa kecilmu, aku menyarankanmu agar tidak berteman lagi dengan mereka. Aku khawatir kamu ikut terkena imbas dari perilaku buruk mereka," tambahnya. Ia khawatir Silvi akan mendapat pengaruh buruk dari perilaku mereka.     

Matanya melebar terkejut mendengar yang dikatakan oleh Daniel. Bibirnya melengkung membentuk sebuah senyuman lalu berkata, "Aku mengerti, Daniel."     

"Kalau begitu, aku akan pergi," kata Daniel. Ia berbalik melangkah kakinya pergi menuju rak buku yang menjadi tujuannya.     

Ia sejak kecil memiliki hubungan baik dengan Silvi dan sering bermain bersama, tetapi setelah berpisah dan dipertemukan kembali di sekolah ini, dirinya dan Silvi sangat jarang mengobrol. Bukan karena ia dan teman masa kecilnya tak ingin mengobrol sama sekali, tetapi pertemanannya ditentang oleh orangtua Silvi. Ia tak bisa menahan senyum pahit di wajahnya saat mengingat kenangan itu.     

Berjalan melalui banyak sekali tak buku, ia akhirnya sampai pada rak buku yang berisikan buku-buku teknologi komputer. Sebagai SMK terkemuka di kotanya, sekolah ini menyediakan sangat banyak buku mata pelajaran produktif seperti buku-buku teknologi komputer yang ia cari.     

Ada banyak buku yang berbaris pada rak tersebut. Ia mencoba mengambil satu buku dan membukanya, tetapi ia merasa ada seseorang yang terus menatapnya. Mendongak mencari tahu sosok tersebut, ia terkejut saat mengetahui bahwa yang menatapnya adalah sosok yang membantunya kemarin, gadis cantik berkacamata.     

"Hai!" Gadis itu tersenyum menyapanya.     

Gadis yang membantunya dengan tulus ada di hadapannya. Ia membalas sapaan gadis itu dengan sebuah senyuman dan berkata, "Aku tidak menyangka bisa bertemu denganmu di sini."     

"Terima kasih banyak telah menyelamatkanku," katanya menundukkan kepala berterima kasih kepada gadis tersebut.     

"Sama-sama." Gadis itu merasa senang dengan kesan tulus yang Daniel berikan kepadanya. Dia berjalan mendekat dan mengulurkan tangannya, "Namaku Kinar Ramadhani."     

"Daniel Sagara. Salam kenal." Daniel memperkenalkan dirinya juga dengan menyambut salaman dari Kinar.     

Memikirkan sesuatu sebentar, ia menatap Kinar lagi. Ia bertanya, "Apakah kamu sibuk setelah ini? Sebagai ucapan terima kasihku, aku ingin mengajakmu makan di kantin."     

Mengingat-ingat jadwalnya hari ini, Kinar tak menemukan kesibukan yang harus diselesaikan segera. "Aku tidak memiliki kesibukan lain. Setelah mengantarkan dokumen ini kepada petugas perpustakaan, kita bisa ke kantin."     

"Kebetulan, aku juga akan ke sana karena ingin meminjam buku ini." Daniel berkata sambil mengangkat buku yang ingin dibacanya tadi. Tak ingin menghabiskan waktu lebih banyak, ia bersama Kinar berjalan menuju meja petugas perpustakaan.     

Ketika ia dan Kinar sampai di sana, petugas perpustakaan terlihat panik dan wajahnya tampak pucat. Sebagai ketua osis, Kinar langsung menghampiri petugas perpustakaan tersebut.     

"Apa yang terjadi, kak Dayang?" tanya Kinar kepada penjaga perpustakaan tersebut.     

"Ah, Ketua Osis!" Petugas perpustakaan berseru senang saat mengetahui kehadiran Kinar. Ia dengan cepat menunjukkan laptopnya kepada Kinar dan berkata, "Ini– laptopku menjadi seperti ini. "     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.