Sistem Teknologi dan Kekuatan Super

1. Keberuntungan yang Buruk



1. Keberuntungan yang Buruk

0Sinar mentari pagi menusuk masuk ke dalam rumah. Merasakan silaunya cahaya matahari pagi, membuat Daniel terbangun dari tidurnya.     

"Hoam."     

Terus menguap akibat rasa kantuk yang masih tersisa, ia memaksakan dirinya untuk bangun. Menatap pada jam dinding di kamarnya, dirinya terkejut menemukan jam telah menunjukkan pukul 7 pagi.     

"Ya ampun! Mengapa mereka tidak membangunkanku?" keluh Daniel.     

Dirinya bergegas bangun dari kasur menuju kamar mandi. Tak butuh waktu lama baginya untuk menyelesaikan mandi. Ia dengan cepat menggunakan seragam sekolah putih-abu-abu yang menandakan bahwa dia telah di tingkat sekolah menengah kejuruan.     

Mengambil roti yang tersisa semalam dari kulkas, dia memakannya sembari mengenakan sepatu. Setelah selesai, ia berangkat dengan berlari agar tidak datang terlambat.     

Mereka yang dirinya maksudkan adalah adik kembar angkatnya, Rika dan Raka. Beberapa tahun silam, almarhum kakeknya memberitahunya bahwa ia dan adik-adiknya merupakan cucu angkat yang ditemukan oleh kakeknya. Ia ditemukan saat masih berusia lebih dari satu tahun. Saat ia berusia 5 tahun, adik kembaranya ditemukan pada saat mereka masih berusia 2 tahun.     

Dirinya sangat menyayangi kakek yang telah membesarkannya yang telah menganggapnya seperti cucunya sendiri, tapi kakeknya telah pergi meninggalkannya dan adik-adiknya saat ia masih di kelas 2 SMP. Kepergian kakeknya membuat dirinya bersedih dan ia harus bekerja lebih keras untuk mendapatkan uang demi menafkahi adik-adiknya.     

Terburu-buru untuk datang ke sekolah, ia tanpa sengaja menabrak jemuran ibu-ibu yang merupakan warga di sekitar lingkungan tempat tinggalnya ketika ia berlari melewati jalan pintas menuju sekolah.     

Nasi telah menjadi bubur, jemuran basah yang baru saja ditaruh di sana jatuh ke tanah. Suara dari tempat jemuran alumunium itu membuat pemilik jemuran segera keluar dari rumahnya dan merasa marah ketika melihat jemurannya jatuh.     

"Bu Surti, saya minta maaf. Saya buru-buru mau ke sekolah. Kalau ibu mau marah-marah, nanti tunggu saya pulang aja!" kata Daniel meminta maaf seraya mengumpulkan pakaian yang jatuh dan menaruhnya di sebuah keranjang. Ia juga mendirikan kembali jemuran portable itu.     

Surti, pemilik jemuran ingin sedikit memarahi Daniel karena kecerobohan yang dilakukan oleh Daniel, tapi dia mengurungkan niat itu setelah melihat Daniel kabur begitu ia selesai mengumpulkan pakaian yang jatuh ke tanah.     

Dia menggeleng melihat tindak ceroboh anak yang dia kenal ini. Menghembuskan napasnya, dia berbisik, "Daniel, Daniel."     

....     

Sebuah mobil berjalan perlahan, berniat hendak berhenti di depan gerbang. Namun, sebelum sempat berhenti total, sopir dari mobil itu tidak memperhatikan seseorang sedang menyeberangi jalanan. Sementara orang yang sedang menyeberang tidak memperhatikan keadaan jalanan juga.     

Sopir dengan cepat menginjak rem, tapi meskipun telah menginjak rem, mobil masih menabrak orang itu. Perasaan guncangan dari hasil menabrak dan berhenti mendadak ini membuat seseorang yang dia bawa merasa heran.     

"Pak, apakah ada sesuatu?"     

"Maaf, Nona. Ada seseorang yang menyeberang sembarangan sehingga saya menghentikan mobil secara mendadak. Namun, tetap saja menabrak orang itu," kata sopir menjelaskan dengan wajah khawatir.     

"Coba periksa orangnya, Pak. Saya khawatir itu membuatnya terlukan parah," balas gadis itu.     

Mendengar perintah dari nona yang ia bawa, sopir kelua dari mobil dengan terburu-buru untuk memeriksa keadaan dari orang yang tak sengaja ia tabrak. Namun, dia tak menemukannya setelah ia mencarinya.     

"Maaf, Nona. Orang itu tidak ada di sana, ia telah kabur," ujar sopir memberi penjelasan dengan khawatir.     

Nona tersebut terkejut, dirinya merasa heran. Wajah sopirnya terlihat khawatir mengenai dirinya, gadis itu tersenyum lembut menenangkannya. Ia berkata, "Tidak perlu khawatir, Pak. Saya akan menemukannya dan meminta maaf kepadanya nanti. Lagipula dia mungkin sekolah di sini."     

Sang sopir merasa bersyukur nona yang ia bawa sangat baik. Ia membungkuk mengungkapkan rasa terima kasihnya dan berkata, "Terima kasih banyak, Nona."     

"Saya akan turun di sini saja. Nanti tolong jemput saya seperti biasa, ya, Pak," kata gadis itu seraya turun dari mobilnya.     

"Saya akan menjemput tepat waktu."     

"Terima kasih, Pak. Sampai jumpa." Nona melambaikan tangannya seraya menyaksikan kepergian mobil itu.     

Selepas mobil pergi jauh, gadis berjalan masuk ke lingkungan sekolah. Dirinya tersenyum ramah kepada orang-orang yang melihat dirinya setelah turun dari mobil itu.     

'Setelah ditabrak dia memilih untuk pergi. Benar-benar orang yang unik.'     

....     

Melangkahkan kaki menjauhi gerbang sekolah, kakinya berjalan dengan agak pincang. Daniel mengambil napas dalam-dalam agar rasa amarah di hatinya mereda.     

"Untungnya aku bisa kabur di sana. Jika tidak, orang kaya yang ada di dalam mobil mahal itu akan berteriak marah dan meminta ganti rugi kepadaku," gumamnya seraya mengingat-ingat kejadian di masa lalu.     

"Bersabarlah, jangan terpancing amarah. Saat ini, tahanlah dirimu dan jauhi masalah yang tidak perlu," ucapnya untuk mengsugesti dirinya sendiri agar merasa lebih sabar dan tak mudah terpnacing emosi.     

Ia berjalan secara perlahan menuju kelas barunya, sesuai yang dikabarkan oleh sahabatnya. Ia dikabari karena tidak hadir sejak awal masuk sekolah karena menurutnya itu hanya membuang waktu dan lebih memilih untuk mencari pekerjaan sambilan.     

Ketika ia berjalan lurus melewati tangga menuju lantai 2, seorang gadis yang sedang menuruni tangga tiba-tiba muncul di depannya dengan membawa banyak dokumen. Tabrakan antara keduanya tak terhindarkan dan menyebabkan gadis itu kehilangan keseimbangannya dan berakhir dengan jatuh pada paha kanannya.     

"Aduh!" Gadis itu menjerit kaget, sementara Daniel menahan rasa sakitnya dalam diam.     

Beberapa detik Daniel menunggu gadis itu untuk bangun, tapi gadis itu masih teruduk di pahanya sembari mengerang kesakitan. Ia mencoba berdaham untuk menarik perhatiannya, lalu berkata, "Mohon maaf, Kak. Bisakah kakak bangun? Paha saya keram loh."     

Gadis itu segera sadar dan buru-buru berdiri dan membersihkan tubuhnya dari debu. Seusainya berdiri, dia pun mengumpulan dokumen-dokumen yang tersebar. Daniel juga segera membantunya, kemudian ia menyerahkan dokumen-dokumen kepada gadis itu.     

"Maaf telah menabrakmu," kata Daniel tersenyum tulus, "karena aku harus ke kelasku, jadi sampai nanti."     

Gadis itu menggeleng. "Seharusnya aku yang minta maaf karena sudah menabrak dan ... menindihmu," ujar gadis itu meminta maaf lalu pada kahir kalimat wajahnya merona merah karena malu.     

"Tidak apa-apa. Maka aku akan pergi dulu," jawab Daniel tersenyum, kemudian berbalik dan berjalan secara perlahan menuju kelas yang ia tuju, kelas 11-A TKJ.     

Gadis itu tetap berdiri sebentar melihat kepergian Daniel dan pada saat itu bibirnya sedang menggumamkan sesuatu, setelah itu dia merapikan kembali dokumen-dokumen yang dia bawa dan melanjutkan perjalanannya.     

....     

Sesampainya ia di kelas, Daniel disambut dengan pandangan aneh dari siswa-siswi di kelasnya. Namun, ia telah terbiasa dengan pemandangan ini karena merupakan pandangan yang sering ia terima sehari-hari.     

"Daniel!"     

Mendengar namanya dipanggil, ia mengalihkan pandangannya kepada orang yang memanggilnya. Melihat orang yang familiar, ia menampilkan senyum lalu menghampirinya.     

Seorang siswa dengan tubuh besar dan tinggi merangkul Daniel saat ia datang kepadanya. Siswa itu bertanya, "Bagaimana kabarmu, Daniel?"     

"Aku baik-baik saja, kurasa," jawab Daniel seraya tertawa, "bagaimana dengan mejaku, Max? Apakah masih ada yang kosong?"     

"Aku telah memilihnya dan karena aku yang memilihnya untukmu, kamu mendapatkan keburuntungan," jawab orang yang Daniel panggil Max dengan nada sombong, "Jadi, maukah kamu bertukar tempat duduk denganku?"     

"Tidak boleh!" Seorang siswa dengan tubuh kurus, tetapi memiliki pandangan intelektual dengan mengenakan kacamata menyela pembicaraan keduanya, "Aku yang memilih tempat itu untuknya, mengapa kamu yang pamer, Max?"     

Ia mengalihkan tatapannya kepada Daniel dan menyapanya, "Yo, Daniel. Lama tidak bertemu."     

"Seperti dirimu yang biasanya, Regi." Daniel balas menyapanya dan ia tertawa karena perdebatan Max dan Regi yang sering ia lihat kini dimulai kembali.     

Memperdebatkan hal kecil merupakan hobi keduanya, apalagi jika itu berkaitan dengan game. Ia yang jarang ikut berdebat dengan mereka sekarang hanya menyaksikan mereka sembari tertawa dan menyerukan pendapatnya jika ditanya pendapatnya tentang apa yang mereka perdebatkan. Tak kuat menahan tawa akibat dari lucunya mereka berdebat, ia pun memilih untuk duduk di tempat duduknya kemudian memandangi orang-orang yang masih berdatangan dari jendela kelasnya. Tempat yang ia duduki merupakan tempat duduk paling ujung, hanya berjarak dua meja dengan mereka.     

Sangat asyik memandangi pemandangan orang-orang, Daniel baru sadar seisi kelas menjadi sunyi dan kedua sahabatnya telah berhenti berdebat. Ia menoleh mencari penyebabnya dan menemukan seorang gadis berambut pirang memasuki kelas.     

Gadis itu tersenyum menyapa siswa-siswi yang ada di kelas. Pemandangan indah seorang gadis tersenyum manis membuat Daniel merasa takjub sekaligus bingung dengan apa yang dilakukan oleh gadis itu di sini. Memperhatikan gerakan gadis itu secara diam-diam, ia terkejut karena mengetahui gadis itu duduk di sebelahnya.     

'Tak kusangka ada siswi baru dan berarti ini adalah keberuntungan yang disebut. Max, ya? Yah, tidak ada keberuntungan sama sekali bagiku,' pikirnya. Ia mengangkat bahunya, menghela napas, dan tersenyum pasrah akan keadaan saat ini.     

"Apakah kamu yang bernama Daniel?"     

Suara manis seorang gadis dengan aksen khas orang eropa terdengar di telinganya. Ia menoleh ke samping dan melihat gadis itu tersenyum kepadanya. Dirinya membalas senyuman itu dan berkata, "Ya, aku adalah Daniel."     

Gadis itu tetap mempertahankan ekspresi senyumnya, tapi di dalam pikirannya ia menebak Daniel memiliki sifat yang sama seperti remaja laki-laki lainnya yang begitu ramah dengan gadis cantik.     

"Namaku Bella. Salam kenal, ya."     

Daniel mengangguk, ia membalas, "Salam kenal, Bella."     

Mengakhiri perkenalan, Daniel mengalihkan tatapannya ke ponselnya. Namun, baru saja melihat ponsel, ia merasakan sakit yang sangat menyengat di paha kanannya. Rasa sakit setelah tabrakan dan ditambah dengan tertindih oleh seorang gadis di bagian sana jauh lebih ringan yang dibandingkan ia alami sekarang.     

Menahan sakit dalam diam, bel masuk pun berbunyi. Perasaan sakit yang ia rasakan pun semakin kuat.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.