Sistem Teknologi dan Kekuatan Super

17. Sebuah Pintu



17. Sebuah Pintu

0"Aku pulang!"     

Suara ketukan pintu dan suara seseorang yang akrab terdengar. Raka yang sedang menonton sebuah acara televisi harus teralihkan perhatiannya karena suara ini. Ia mencoba untuk bangkit untuk melihat kedatangan orang tersebut, tetapi ia telah didahului oleh saudari perempuannya yang telah berjalan ke pintu dengan semangat. Ia pun mengangkat bahunya sembari tersenyum, kemudian mengalihkan fokusnya pada acara televisi yang telah lama dinanti olehnya.     

Rika yang telah sampai di pintu pun langsung membuka pintu tersebut. Wajah akrab langsung masuk dalam penglihatannya. Dia tersenyum senang lalu menyambut kedatangan kakaknya dengan berkata, "Selamat datang, Kakak!"     

"Ya, kakak pulang," kata Daniel membalas sambutan adiknya. Ia merasa senang setiap kali pulang bekerja selalu mendapatkan sambutan hangat dari kedua adiknya. Mengusap lembut kepala Rika, ia bertanya, "Rika, apa kalian sudah makan?"     

"Belum!"     

Raka yang mendengar pertanyaan kakaknya langsung berteriak menjawabnya. Ia melanjutkan, "Rika bilang harus menunggu kakak pulang dulu, biar bisa makan bareng sama kakak."     

Mendapatkan jawaban itu, Daniel memandangi adik perempuannya, menunggu jawaban dari sang adik. Rika mengangguk dengan cepat sembari menunjukkan senyum di wajahnya. Jawaban dari Rika membuat Daniel menghela napas dan tersenyum lemah.     

Dari lubuk hatinya, ia merasakan kehangatan keluarga saat adik-adiknya masih mau menunggunya untuk bisa makan bersama, tetapi ia juga khawatir dengan kesehatan mereka. Ia tak ingin keegoisannya menyebabkan adik-adiknya terserang penyakit jika terus-terusan telat makan.     

Ia mengerti adik-adiknya melakukan ini karena untuknya, jadi ia tak bisa memarahi adiknya karena hal ini. Senyum lembut pun menghiasi wajahnya saat menatap wajah cantik adik perempuannya. Ia berkata, "Terima kasih, ya. Kalau begitu, kamu bantu kakak memasak nanti. Kakak mau mandi dulu."     

"Hehe. Siap, Kakak!" Rika tertawa dan bersemangat mendengarkan Daniel. Dia segera menutup pintu lalu ikut berjalan masuk bersama kakaknya.     

Daniel menggeleng melihat tingkah adiknya. Ia melihat Raka sedang bersantai menonton televisi. Tak ingin ada kesenjangan antara sesama adiknya, ia pun memberi tugas kepada Raka.     

"Raka, bantu saudarimu menyiapkan bahan masakan. Jangan menonton televisi terlalu lama, " ucapnya.     

"Baik," jawab Raka dengan lesu, seolah-olah ia harus berpisah selamanya dengan acara televisi yang ia tonton.     

Melihat saudara kembarnya seperti itu, Rika terkikik. Dia dan saudara kembarnya itu pun ke daput dan mulai menyiapkan bahan-bahan memasak. Sedangkan kakaknya, pergi mandi dan mengganti pakaian.     

Seusai mandi, Daniel merasa segar dan nyaman saat menggunakan pakaian yang bersih. Ia lalu bergegas ke dapur dan melihat bahan masakan semuanya telah siap. Bersama dengan Rika, ia pun mulai memasak.     

Bau masakan yang harum segera tercium dari dapur. Raka yang kelaparan segera bangkit dan bahkan meninggalkan acara televisi yang ditunggu-tunggu olehnya tanpa penyesalan seperti sebelumnya. Melihat Raka begitu ingin makan, Daniel pun akhirnya menghidangkan masakan dan makan bersama dengan mereka.     

Makan sambil berbincang-bincang, kedua adiknya sangat antusias menceritakan kegiatan mereka di sekolah. Keantusiasan mereka pun disambut oleh Daniel. Ia pun menceritakan tentang siswi pindahan dari luar negeri, tetapi ia menyembunyikan beberapa cerita karena tak ingin mereka terlalu mengkhawatirkannya.     

Tak terasa waktu berlalu, ia dan adik-adiknya telah selesai makan. Ia segera meminta adiknya untuk belajar sebentar lalu beristirahat karena sudah mulai larut malam. Sedangkan dirinya, ia membersihkan piring dan yang lainnya, kemudian memasuki kamarnya.     

Berbaring di kasur, ia menatap langit-langit rumahnya yang sudah terlihat rapuh. Ada banyak pikiran yang berputar di otaknya, salah satunya adalah kejadian yang dialaminya hari ini.     

"Ada banyak hal terjadi hari ini...." guamamnya, mengingat-ingat lagi kejadian sepanjang hari ini.     

Kekhawatiran temannya, mengingat kakeknya saat upacara bendera, pelajaran hari ini, perkelahian dengan kakak kelas hingga pekerjaan dan pelatihan dari pemilik toko. Semua itu terputar di dalam otaknya.     

"Perkelahian tadi tidak akan menimbulkan efek jera pada mereka dan aku yakin mereka akan membalasnya suatu hari nanti. Jadi, aku harus melatih seni beladiri itu, setidaknya sampai aku bisa menggunakannya dengan baik dan bisa melindungi diriku sendiri dan orang-orang terdekatku," katanya saat mengingat perkelahian tersebut. Rencana ini adalah apa yang ia prioritaskan sekarang.     

Daniel membuka jendela kamarnya, kemudian melihat pemandangan langit malam melalui jendela. Melihat banyak bintang di langit, ia berkata, "Kakek, selain perkelahian, hari ini aku juga hampir jatuh dalam kesombongan. Aku berpikir bahwa dengan keterempilan dan pengetahuan teknologi komputer, aku bisa menyelesaikan permasalahan komputer dengan mudah, tetapi akhirnya aku sadar bahwa masih memiliki banyak kekurangan, apalagi terkait pada industri dan bisnisnya. Aku masih perlu banyak belajar dan tidak boleh sombong dengan apa yang kudapatkan."     

"Satu pintu terbuka, maka akan ada jutaan pintu yang menanti, benar, 'kan, Kek?" lanjutnya berkata sambil menatap bintang kecil di langit malam. "Masih ada banyak pintu yang harus kubuka dan godaan kesombongan akan semakin berat."     

"Kakek, Mulai sekarang- tidak, sampai akhir aku pasti akan memegang teguh ajaranmu," lanjutnya, mempertegas tekadnya memegang teguh ajaran kakeknya.     

Woosh~     

Angin malam berhembus dingin memasuki kamarnya. Ia segera menutup jendela kamar.     

"Sudah waktunya tidur. Besok harus mulai berlatih," gumamnya. Ia menutup matanya, tak lama setelah itu ia terlelap. Rasa pegal dan lelah dengan kejadian hari ini membuatnya masuk ke alam mimpi lebih cepat.     

....     

Tedangan!     

Pukulan lurus!     

Melangkahkan kaki kanan ke depan dan menekuk lutut kaki kirinya, itu adalah kuda-kuda dasar teknik seni beladiri khusus Origin. Segera setelah itu, ia melakukan gerakan serangan kombinasi tanpa henti.     

Gerakan teknik itu terlihat halus, tetapi memiliki kekuatan besar yang terpendam pada masing-masing gerakan tersebut. Suara gesekan dengan udara terus terdengar seiring ia menggerakkan tubuhnya melakukan serangan.     

Diselimuti oleh sinar matahari yang baru saja terbit, ia menghentikan semua gerakannya. Alunan napas lembut dan butir-butir keringat berjatuhan dari wajahnya, kemudian terbentuk sebuah senyuman lembut di bibirnya.     

"Cukup melelahkan berlatih seni beladiri ini untuk pertama kalinya, tapi ini menyenangkan," gumamnya tersenyum senang.     

Ia merasa puas dengan tingkat latihannya saat ini, tetapi dengan latihan ini, ia juga menayadari bahwa tubuhnya hanya bisa menopang beberapa teknik dasar dalam seni beladiri khusus origin ini.     

Masih ada sangat banyak teknik beladiri yang tak bisa dilakukannya karena keterbatasan kemampuan fisiknya. Dalam beladiri ini, ada empat kebutuhan utama dalam gerakan-gerakannya, yaitu kekuatan, kecepatan, kelincahan, dan daya tahan.     

Untuk menggunakan teknik lanjutan, persyaratan kemampuan fisik dari pengguna seni beladiri ini haruslah tinggi. Jika tidak, ia akan mengalami cedera fisik yang cukup menyakitkan. Oleh karena itu, sampai kemampuan fisiknya mumpuni, ia masih harus berlatih teknik dasar dan memolesnya hingga kekuatan maksimal. Namun, ia sudah cukup senang dengan teknik dasar ini karena teknik dasarnya sudah bisa membuatnya melindungi dirinya sendiri saat bertarung dengan banyak musuh.     

Melakukan pendinginan untuk melenturkan otot-ototnya, ia pun memutuskan untuk mengakhiri pelatihan hari ini. Ia berjalan ke rumahnya sembari bergumam, "Mereka pasti sudah bangun jam segini."     

Benar saja, saat ia masuk, adik-adiknya telah bangun. Rika telah menggunakan pakaian sekolahnya, sedangkan Raka sedang di kamar mandi. Ia pun memutuskan untuk memasakkan mereka sarapan terlebih dahulu.     

Menu masakannya adalah masakan sarapan umum, yaitu nasi goreng. Ia memilih memasak menu ini karena tak membutuhkan waktu lama untuk membuatnya. Jadi, saat Raka telah rapi memakai seragam sekolahnya, ia telah selesai memasak nasi goreng.     

Nasi goreng telah siap, ia pun ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya dari keringat pelatihan pagi ini. Ia kemudian datang ke meja makan dan duduk bersama adik-adiknya untuk sarapan bersama.     

"Rika, Raka," panggilnya, menatap adik-adiknya. Mereka menoleh kepadanya atas panggilannya, ia pun melanjutkan, "Jika sudah waktunya makan, makan saja terlebih dahulu, jangan menunggu kakak. Kakak mengatakan ini karena tidak ingin kalian telat makan dan berujung kalian sakit. Jadi, kakak minta, jangan ulangi hal seperti semalam, oke?"     

Rika mengangguk, wajahnya menunjukkan rasa penyesalannya. Raka mengerti apa yang kakaknya, ia pun mengangguk dan makan seperti biasa.     

Daniel tersenyum melihat sikap adik-adiknya. Mengambil dompetnya, ia mengeluarkan uang berwarna hijau sebanyak dua lembar, kemudian memberikannya kepada mereka satu per satu. Ia berkata, "Ini kakak menambah uang jajan kalian. Belilah sesuatu yang kalian inginkan. Jangan membeli hal-hal yang tak berguna."     

"Terima kasih, Kak!" Raka menyambar uang itu dengan cepat. Ia tersenyum lebar saat menatap uang kertas yang didapatkannya.     

Tatapan tajam langsung dirasakan oleh Raka saat menatap uang di tangannya. Ia mendongak dan melihat saudari perempuannya sedang menatapnya. Ia segera menunduk dan menghabiskan makanannya dengan cepat.     

Rika mendengkuskan kesal melihat saudara kembarnya. Dia menolak pemberian Daniel, kemudian berkata, "Kak, tak perlu menambahkan uang jajan. Uang di tangan Raka sudah cukup untuk jajan kami berdua."     

"Tidak apa-apa, gunakan saja uang ini. Kakak bekerja untuk kalian. Jika kalian tidak ingin membelanjakannya, tabung saja uangnya. Namun, satu hal penting untuk diingat, jangan gunakan uangnya untuk membeli atau melakukan sesuatu yang tak baik dengan uang yang kakak beri, oke?" ucap Daniel memberitahu adik-adiknya.     

"Aku mendengarkan kakak," jawab Raka dengan semangat. Ia kemudian melihat Rika lalu menjulurkan lidahnya.     

Rika merasa kesal dengan ejekan Raka, tetapi ia tak ingin membuat kesan buruk di depan kakaknya. Ia pun menerima uang tersebut lalu berkata, "Aku akan menerimanya, Kak."     

Daniel tertawa melihat tingkah lucu adik-adiknya. Ia segera menegur mereka dengan berkata, "Segera habiskan sarapan kalian. Jika tidak, kalian akan terlambat."     

"Oke, Kak!" balas mereka serentak.     

Raka buru-buru menghabiskan sarapan karena bersemangat sekali setelah mendapatkan uang dari kakaknya. Sedangkan Rika, dia dengan tenang menghabiskan sarapannya.     

Sarapan pagi pun segera usai. Adik-adiknya berangkat ke sekolah. Sedangkan Daniel, ia masih perlu membersihkan rumahnya sebelum berangkat ke sekolah.     

....     

Daniel telah menyelesaikan seluruh pelajaran hari ini dengan lancar. Tak ada gangguan yang didapatkannya seperti kemarin. Ia segera datang ke toko reparasi komputer tempatnya bekerja. Namun saat sampai di sana, ia melihat seseorang sedang marah-marah di depan toko bosnya.     

Ia mengerutkan keningnya, merasa aneh dengan situasi ini. Tak ingin nama toko tempatnya bekerja tercemar, ia pun bergegas melangkahkan kakinya untuk segera datang ke toko.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.