aku, kamu, and sex

Pertemuan Richard dan Rey



Pertemuan Richard dan Rey

0Rey mengenakan semua perlengkapan yang sekiranya mendukung untuk melakukan pertemuannya dengan Richard Mahendra, karena adanya surat yang di titipkan Danil padanya, Richard Mahendra bersedia menemui Rey di tempat yang telah mereka tentukan, Richard bukan orang bodoh yang mau membuka akses pada lawannya agar mengetahui tempat persembunyiannya selama ini.     

"Rey, kamu sudah siap?" Tanya Arka pada Rey yang juga merupakan calon adik iparnya.     

"Sudah, Ka." Jawab Rey sambil menyalakan alat pelacak di jam tangannya.     

"Kamu harus hati-hati Rey, ingat seminggu lagi kamu akan sah jadi adik iparku." Ucap Arka dengan nada jenaka.     

"Dan kau calon kakak ipar yang paling tega, menjadikan ku sebagai umpan supaya lawan kalian keluar." Rey berdecih pura-pura kesal.     

Arka terkekeh sambil bersedekap, "Nasibmu punya kakak ipar seorang polisi."     

"Rey." Sapa Ronald yang baru saja datang dari kantornya, menepuk bahu Rey yang sedang bersiap-siap.     

"Kak."     

"Hati-hati, dan selalu waspada, oke?" Ucap Ronald pada adiknya.     

"Siap." Jawab Rey sambil melirik kakaknya.     

"Oke, pesawat sudah siap." Ucap Arlita yang baru saja selesai mengecek pesawat jet yang akan di pakai oleh Rey menemui Richard Mahendra.     

"Baiklah aku berangkat." Rey memeluk kakaknya dan Arka bergantian, menatap Arlita sekilas dan pergi mengikuti seorang polisi yang bertugas mengantarkannya ke landasan.     

Disana sudah ada beberapa petugas kepolisian yang berjaga bersama mekanik dan seorang pilot pesawat jet yang akan Rey naiki.     

"Selamat siang Pak Rey." Sapa sang pilot sambil berjabat tangan dengan Rey.     

"Selamat siang, pak." Jawab Rey mantap disertai senyumannya yang khas.     

"Mari silahkan." Ucap sang pilot.     

Kemudian Rey masuk ke dalam pesawat diikuti pilot pesawat, setelah mendapat aba-aba dari petugas bandara, pesawat akhirnya lepas landas menuju tempat dimana Rey akan bertemu dengan Richard Mahendra.     

Di tempat yang sudah ditentukan, Richard sedang menatap indahnya langit kala siang begitu menyengat, di sebuah villa pinggir pantai, disinilah tempat yang akan dia jadikan pertemuan antara dirinya dan Rey.     

Richard mengenal rey sebagai eksekutif muda sebuah perusahaan milik Liana yang tak lain adalah ibunda Danil. Maka dari itu Richard sangat percaya padanya jika memang Rey membawa surat dari mendiang Laila untuknya.     

Tak berapa lama waktu berselang, anak buah Richard memberi tahu jika ada pesawat jet yang minta ijin untuk mendarat di landasan mereka, tentu saja Richard mengijinkan karena itu pasti pesawat yang membawa Rey sang pengantar surat.     

Setelah pesawat berhasil mendarat dengan sempurna, Rey keluar dari pesawat di temani oleh seorang pilot, namun anak buah Ricahrd memisahkan keduanya dan membawa pilot pesawat menuju ruangan lain, sedangkan Rey di arahkan menuju tempat dimana Richard telah menunggunya.     

Di Markas, Arka, Arlita dan Ronald melihat pergerakan Rey didalam sebuah monitar besar, agar selalu dapat memastikan keadaan Rey baik-baik saja, ke khawatiran mulai mengelayuti hati mereka ketika petugas kepolisian yang juga pilot pesawat itu di pisahkan dari Rey, namun mereka tetap mencoba untuk tenang dan melihat pergerakan mereka berupa titik merah dan kuning bergerak.     

Richard tersenyum angkuh, melihat kedatangan Rey yang tetap santai dan bahkan tak terlihat ketakutan sedikitpun di raut wajahnya.     

Richard memperhatikan Rey dari atas hingga kebawah kakinya, sang anak buah yang peka dengan tatapannya terhadap Rey, langsung menginterupsinya. "Sudah kami geledah bos, dan semua aman." Ucap Sang anak buah.     

"Masuklah Tuan Reynald." Ucap Richard sambil menuangkan wine ke dalam gelas, dan menyodorkannya pada Rey, namun Rey tersenyum kemudian menolak minuman yang di berikan padanya.     

"Trimakasih, saya tidak minum alcohol." Ucap Rey dengan ramah dan santai kemudian duduk di sofa setelah dipersilahkan oleh Richard menggunakan isarat tangannya yang menyuruhnya duduk.     

"Jadi, anda tidak minum alcohol?" Tanya Richard sambil menengak wine dalam gelas yang ia pegang.     

"Tidak Tuan Richard."     

"Kita langsung ke tujuan utama saya datang ke tempat anda,Tuan." Ucap Rey pada Richard.     

Richard mengangguk dan duduk tak jauh dari Rey.     

"Jadi mana suratnya." Desak Richard.     

"Saya akan memberikan surat itu, tapi sesuai permintaan Danil, saya harus menunggu anda hingga selesai membaca surat itu."     

"Baiklah."     

"Dan tolong perlakukan teman saya tadi dengan baik."     

"Anda tidak perlu khawatir, Tuan Rey."     

Rey kemudian mengeluarkan surat yang ia simpan di saku jaketnya.     

"Silahkan, Tuan." Ucap Rey sambil memberikan sepucuk amplop yang berisi surat dari mendiang ibunda Danil.     

Richard menerima surat itu dari tangan Rey dengan hati berdebar, Ia bangkit dari duduknya kemudian berdiri melangkah menuju kesamping jendela besar di ruangan itu.     

Richard membuka amplop dan mengeluarkan isi amplop tersebut, sepucuk kertas dengan tulisan tangan Laila.     

Richard membaca surat itu kata demi kata, hingga sampai di bagian tengah isi surat itu, kaki Richard tak mampu menopang berat tubuhnya karena saking shock dan tak percaya dengan apa yang tertulis dari surat itu.     

Rey segera bangkit dan menopang tubuh renta yang tadi Nampak angkuh namun kini berubah menjadi pria yang rapuh dan seolah tiada daya walau hanya sekedar menopang tubuhnya.     

"Anda tidak apa-apa, Tuan?" Tanya Rey dengan nada cemas.     

Richard mengeleng, kemudian dengan duduk bersimpuh dilantai kepalanya yang tiba-tiba terasa berat ia sandarkan pada dinding di sampingnya.     

Dan Rey masih setia berjongkok di samping Richard Mahendra, sambil memperhatikan Richard dengan pikiran yang juga berkelana, jujur saja Rey penasaran dengan isi surat itu, tapi Ia juga tahu tak ada baginya untuk mengetahui urusan orang lain. Apa lagi Ia tahu jika itu adalah sebuah rahasia keluarga Danil dan Richard Mahendra.     

Richard membuka lembar kedua surat itu, jika tadi hanya air mata yang menetes di pipi rentanya kini air mata itu telah berteman dengan suara tangis yang lirih namun menyayat hati, bahunya bergetar hebat karenanya.     

Rey semakin bingung sekaligus penasaran apa isi surat itu, namun lagi-lagi ia harus puas dengan rasa penasarannya saja tanpa mengetahui jawabannya.     

"Dimana Danil?" Tanya Richard dengan menatap nanar wajah Rey yang terlihat agak bingung.     

"Dimana Danil?" Richard kembali mengulangi kata-katanya, yang membuat Rey kemudian membuka suaranya.     

"Danil di negara A bersama istrinya."     

"Kapan dia kembali?"     

"Saya tidak tau, Tuan. Karena untuk sementara waktu mereka akan menetap disana."     

"Kenapa? Kenapa mereka tiba-tiba pindah kesana? Apa karena aku? Karena aku yang selalu membuat mereka celaka?" Tanya Richard penuh ratap.     

Rey menjadi iba pada Tuan Richard, kemudian dia mengangkat lengan renta Tuan Richard untuk dia ajak duduk di atas sofa.     

"Duduklah dulu, Tuan."     

Richard menurut saja ketika dia dipapah untuk duduk di sofa bersama dengan Rey di sampingnya.     

Rey menuangkan air putih yang tersedia di meja dan memberikannya pada Richard.     

"Minumlah dulu Tuan, agar anda lebih tenang."     

Richard menengak air putih dari gelas yang diberikan oleh Rey, kemudian berkata. "Sekarang beri tahu aku, kenapa Danil pindah ke luar negeri." Richard menatap mata Rey seolah memohon.     

"Danil terkena leukemia dan sekligus ada gangguan pada jantungnya, itu sebabnya dia pindah, agar dapat berobat disana."     

JEDDDDEEEEERRRR     

"APA!!! Leukimia, jantung?" Ratap Richard seolah tak percaya dengan kenyataan yang keluar dari mulut Rey.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.