aku, kamu, and sex

Heart



Heart

0 Jhonatan mengayuh sepedanya dengan Silvia duduk menyamping disisi depan, menyusuri jalanan kota yang padat, kali ini Jhonatan memilih jalan memutar untuk sampai di rumah Silvia. Keduanya tertawa bahagia dengan candaan Jhonatan yang membuat Susana menjadi lebih riang dan terkesan romantis. Untuk sekejap Silvia dapat menghilangkan beban di hatinya, entah laki-laki seperti apa yang telah dijodohkan dengannya nanti Ia tak perdul, yang jelas saat ini Ia ingin egois dan merasakan bahagia bersama Jhonatan orang yang Ia sayangi selama tiga tahun ini.     

"Jhon, Ayo kita jajan es krim." Ajak Silvia sambil tertawa senang.     

"Ayok."     

Jhonatan mempercepat kayuhan sepedanya menuju ke gerai es krim pinggir jalan yang tak jauh dari mereka, sesaat kemudian Jhonatan berhenti tepat di depan gerai es krim itu lalu memesan es krim coklat dan stoberi untuk Silvia dan dirinya. Setelah membayar es krim yang berada di tangan Silvia, Jhonatan kembali mengayuhkan sepedanya menyusuri taman kota yang rindang dengan pepohonan di kiri dan kanannya, di sela-sela kayuhannya Jhonatan memakan es krim miliknya yang di suapi oleh Silvia.     

"Jhon, berhenti dulu, kita habiskan es krimnya."     

Jhonatan langsung berhenti di bangku taman yang cukup untuk dua orang, lalu duduk bersisian dengan Silvia sambil melomoti es krim milik masing-masing.     

"Makasih ya Jhon."     

"Sama-sama."     

"Kok kamu tahu kalau aku suka es krim rasa strawberry?" Tanya Silvia sambil melirik pada Jhonatan yang duduk santai sambil memakan es krim miliknya.     

"Di kantin kamu selalu minum jus strawberry, beli buah strawberry, terus juga tas kamu bergambar strawberry, itu sudah cukup untuk menyimpulkan kamu suka strawberry."     

Silvia tersenyum, "Apa lagi yang kamu tahu tentang aku, Jhon?"     

"Kamu sangat mandiri, baik hati, pintar dan juga sayang sama ayahmu."     

"Ya, ayahku berjuang sendiri membesarkan aku, Jhon. Dia ga pernah minta apapun padaku selama ini, hanya memintaku untuk menerima perjodohan ini, walau kata ayahku aku masih tetap harus sekolah dan kami akan menikah setelah aku lulus SMu, tapi tetap saja ini membuatku menjadi merasa terikat."     

"Kata Ayahku, kadang apa yang kita pikir tidak baik untuk kita justru itu yang terbaik menurut Allah. Dulu ayahku juga di jodohkan dengan bundaku, pada awalnya ayah terpaksa menjalaninya dan seiring waktu ternyata ayah baru tahu jika gadis yang dijodohkan dengan ayahku adalah cinta yang selama ini ia cari dan ia tunggu, bundaku adalah cinta di masa kecil ayahku. Cinta pertamanya."     

"Benarkah? So sweet banget."     

"Ya, aku juga ga menyangka kalau ayah dan bundaku menikah karena perjodohan, ternyata mendiang nenek ku sudah merencanakan segalanya, jadi bunda di besarkan di pesantren, dan ayah tak mengetahui tentang hal itu, sampai akhirnya dia menunggu dan mencari bunda, tapi tak juga bertemu, lalu ayah menerima perjodohan itu, dan setelah satu bulan menikah dia baru tahu jika bunda adalah orang yang ia cari selama ini. Semenjak saat itu ayah dan bunda memulai kehidupan mereka dengan bahagia."     

"Apa aku juga akan seperti itu?"     

"Semoga laki-laki yang dijodohkan denganmu, adalah laki-laki yang baik, dan bisa menjadi penuntunmu hingga ke akhirat nanti."     

"Amiin, makasih ya Jhon."     

"Sama-sama, kamu gadis yang baik dan cerdas, aku yakin jodohmu juga orang baik dan cerdas."     

"Bagaimana kau bisa seyakin itu?"     

"Kata Bunda ku, laki-laki yang baik untuk perempuan yang baik, dan perempuan yang baik juga untuk laki-laki yang baik, maka kata bunda, kalau kita ingin mendapat perempuan yang baik, maka kita harus jadi orang yang baik dulu."     

"Kamu pasti seneng punya ayah dan bunda yang baik, dan sepertinya sangat menyayangimu."     

"Mereka memang sangat menyayangi aku dan Yola. Ayah ku juga sangat menyayangi bundaku, aku sering memergoki mereka sedang bermanja-manja, sampai aku berkeinginan ingin seperti mereka, saling sayang dan saling mencintai walau umur sudah tak lagi muda."     

"Pantas kau selalu sopan dan tak mau memberi harapan pada perempuan, itu bukti kalau kau adalah cowok romantis dan penyayang, Jhon."     

Jhonatan tersenyum, "Yuk pulang, nanti kamu kesorean sampai rumah."     

"Besok kita nonton ya?"     

"Oke, aku akan jemput kamu."     

"Pakai sepeda juga?"     

Jhonatan tertawa, "Ya gal ah, naik motor aja."     

Silvia tertawa lalu duduk menyamping di depan Jhonatan.     

"Aku bahagia, Jhon."     

"Aku seneng dengernya."     

"Besok habis nonton, kita jalan-jalan ya Jhon."     

Jhonatan mengangguk sambil mengayuh sepedanya untuk segera sampai di rumah Silvia. Sampai di depan pagar rumah Silvia Jhonatan memberhentikan sepedanya, lalu berpamitan pulang setelah Silvia masuk ke pagar rumah.     

Jhonatan kembali mengayuh sepedanya hingga sampai di pertigaan perumahan Ia melihat Yola yang baru keluar dari rumah Lala dengan sepedanya. Jhonatan sengaja menunggu sang adik untuk pulang bersama.     

"Dari mana, bang?" Tanya Yola setelah memberhentikan sepedanya di dekat Jhonatan.     

"Nganterin Silvia."     

"Kalian pacaran?"     

"Ceritanya di rumah aja." Setelah mengatakan hal itu, Jhonatan langsung mengayuh sepedanya menuju rumah mereka diikuti oleh Yola yang juga mengayuh sepeda milik Lala.     

"Bang, tadi Lala nangis lho."     

"kenapa?"     

"Lihat abang sama Silvia berpelukan."     

Jhonatan menghentikan sepedanya lalu menatap Yola yang ikut menghentikan sepedanya sambil menatap Kakaknya.     

"Kamu serius?"     

"He'eh."     

Jhonatan menunduk, lalu kembali melajukan sepedanya, dengan pikiran yang tertuju pada Lala. Ia tahu jika Lala menyukainya, tapi sebenarnya apa yang dirasakan Jhonatan saat ini, cintakah? Atau hanya sekedar suka? Jhonatan mendesah nafas berat, lalu tak lama mereka sampai dirumah mereka.     

Jhonatan memasukkan sepedanya ke garasi begitu juga dengan Yola, lalu Jhonatan masuk ke dalam rumah terlebih dahulu dengan wajah muram.     

"Assalamualaikum."     

"Waalaikumsalam." Jelita menatap Jhonatan dengan kenind berkerut karena tak biasanya anak laki-lakinya ini pulang dengan wajah muram.     

Jhonatan langsung berlari ke kamarnya dan Yola hanya menatap di lantai bawah bersama sang Bunda yang juga menatap Jhonatan.     

"Kakak kamu kenapa?"     

"Lagi galau, bunda."     

"Galau?"     

Yola mengangguk, lalu meminta ijin pada Jelita untuk pergi ke kamarnya. Namun sebelum sampai di kamarnya, Ia menuju kamar Jhonatan yang pintunya sedikit terbuka. Perlahan Yola masuk ke dalam kamar Jhonatan, ternyata Jhonatan sedang sholat Zuhur. Lalu dia kembali ke kamarnya untuk membersihkan diri karena Ia sudah melaksanakan sholat di rumah Lala.     

Jhonatan duduk bersila diatas sajadahnya, lalu pikirannya kembali menerawang saat Lala melihat dirinya bersama Silvia, wajah sedih Lala membuat hatinya semakin sesak. Mendengar silvia yang dijodohkan tak terlalu membuat dirinya bersedih, tapi melihat Lala menahan kesedihannya itu justru membuat Jhonatan merasa bersalah sekaligus sedih.     

"Mungkin kah aku mencintaimu, La?"     

"Apa kamu mau menungguku sampai aku mampu menghalalkanmu?"     

Jhonatan bermonolog sambil tubuhnya menyandar di kaki ranjang. Wajah Lala yang selalu membuatnya teduh dan juga senyumnya yang meluluhkan keras hatinya, membuat Jhonatan semakin gila dengan pemikirannya sendiri.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.