aku, kamu, and sex

Aku dan Cinta



Aku dan Cinta

0 Yola duduk di balkon kamarnya, pikirannya melayang akan Sesutu hal yang tak ia mengerti, namun Ia enggan untuk menceritakan hal itu pada Bundanya. Sesosok laki-laki yang selalu hadir di dalam mimpinya, namun Ia tak tahu siapa laki-laki itu. Yang jelas dia bukan Ramond.     

Jhonatan yang baru saja pulang mengantarkan Lala kembali ke rumahnya bersama Ramond, diam-diam menyelinap ke dalam kamar sang adik. Sudah menjadi kebiasaan bagi Jhonatan untuk selalu mengucapkan selamat tidur pada adik satu-satunya ini.     

Jhonatan menatap ke ranjang yang ternyata kosong tak berpenghuni, lalu dengan langkah sepelan mungkin Ia mencari keberadaan adiknya di balkon kamar, Ia melihat rambut panjang sepingang sang adik yang berkibar tertiup angin. Duduk menyandar di depan kursi sambil menatap bintang di langit yang jauh disana.     

"SStt." Jhonatan mengangetkan adiknya.     

"Apaan sih bang, kebiasaan deh abang suka ngagetin." Kata Yola lalu meminum min uman kaleng yang Ia pegang.     

"Kenapa melamun." Kata Jhonatan sambil ikut duduk dilantai sambil menekuk kedua lututnya, lalu kepanya Ia sandarkan di kursi.     

"Ga apa-apa bang, aku Cuma ingin cepet lulus sekolah, lalu menlanjtkan ke pesantren."     

"Oh, sebegitu inginkah kamu masuk pesantren?"     

"Iya bang."     

"Adikku memang solihah."     

"Amiin."     

"Jujur sama abang, apa yang kamu pikirin, kita itu kembar jadi aku bisa merasakan apa yang kamu rasakan."     

Yola menyandarkan kepalanya di bahu Jhonatan, walau mereka sering berantem tapi mereka juga saling menyayangi satu sama lain. Dan saling memberi support apapun pilihan yang diambil oleh saudaranya.     

"Aku selalu memimpikan seorang laki-laki memakain koko dan peci hitam. Entah siapa dia aku pun tak tahu."     

"Mungkin dia jodohmu." Celetuk Jhonatan, lalu mendapat toyoran dikepala oleh Yola.     

"Sembarangan, aku kan masih kecil."     

"Ye… siapa tahu itu petunjuk buat kamu, dodol."     

"Tahu deh kak, tapi sering banget aku mimpiin dia."     

"Sebenarnya aku juga lagi bingung sama perasaan aku sendiri."     

Yola menatap Jhonatan yang menegadahkan wajahnya kearah langit, lalu bertanya pada sang kakak. "Bingung kenapa bang?"     

Terdengar helaan nafas dari mulut Jhonatan, "Kalau didekat Lala, aku merasa tenang, tapi membuat aku merasakan bagaimana rasanya sakit jantung."     

"Kok bisa?" Yola mengerutkan dahinya sambil mengamati sang kakak yang masih serius menatap bintang dilangit.     

"Karena setiap berada di dekatnya aku merasa jantungku ini tak berhenti berdebar, selalu deg-degan." Kata Jhonatan.     

"lalu? Apa yang membuat abang bingung?"     

"Kalau di dekat Silvia, rasanya tuh hidup jadi bersemangat, apa lagi saat melihat dia tertawa, rasanya hatiku ini bahagia. Dan aku ga jantungan, karena debaran jantungku ga sekencang kalau di dekat Lala." Ujar Jhonatan.     

"Owh, jadi abang lagi galau diantara dua perempuan itu tho." Kata Yola sambil mangut-mangut.     

"Ya begitulah, taoi aku juga ga mau berharap atau memberi harapan pada mereka sih, melihat umur kita yang masih segini, belum lagi larangan ayah dan bunda. Ya kan?" Tutur Jhonatan sambil menoleh pada adiknya.     

"Iya bang. Semoga kita bisa menjaga diri kita ya bang, sama seperti permintaan ayah dan bunda."     

"Iya, amiin."     

"Pilihan yang tepat kalau kamu masuk pesantren, apa sebaiknya aku juga masuk pesantren kayak kamu ya, Yol?" Ujar Jhonatan tiba-tiba membuat Yola langsung kembali menoleh pada sang kakak.     

"Lebih baik, abang konsultasi langsung sama ayah dan bunda deh bang kalau soal ini."     

"Iya deh, besok abang coba minta pendapat mereka, ya udah sekarang kamu tidur kih, udah malam, jangan begadang."     

"Iya abang."     

Jhonatan dan Yola lalu bangkit dari acara lesehan mereka, lalu Yola naik keatas ranjang lalu meringkuk di dalam selimut, sedangkan Jhonatan menutup pintu balkon kamar adiknya sekaligus menutup tirai balkon.     

"Selamat malam adikku sayang, selamat bobok. Sweet dream." Ucap Jhonatan lalu mengecup kening adiknya.     

"Selamat malam abang, semoga mimpi indah juga."     

Jhonatan tersenyum lalu mematikan lampu kamar Yola setelah Ia menyalakan lebih dulu lampu tidur di atas nakas samping ranjang Yola, lalu perlahan keluar dari kamar adinya menuju ke kamarnya sendiri.     

Jhonatan merebahkan tubuhnya di atas ranjang, lalu iseng mengambil ponselnya di atas nakas, betapa kagetnya karena terdapat beberapa panggilan dari Silvia beberapa menit yang lalu.     

[ Assalamualaikum, Sil.] Tulis Jhonatan pada pesan singkatnya.     

[Waalaikumsalam, Jhon.]     

[Maaf tadi aku lagi di kamar Yola. Ada apa Sil? ]     

[ Ga ada-apa, sampai besok di sekolah Jhon.]     

[oke.]     

Jhonatan kembali menaruh ponselnya ke tempat semula lalu perlahan menutup matanya dan tertidur dengan menelungkupkan tubuhnya.     

Dikamar yang lain, Danil dan Jelita baru saja selesai menuntaskan hasrat mereka, dan kini keduanya merebahkan diri mereka di atas ranjang dengan tubuh tertutup selimut tebal, Jelita memeluk suaminya erat, dan menggunakan satu tangan Danil sebagai bantalan kepalanya.     

"Aku pikir Jhonatan sedang merasakan bagaimana rasanya jatuh cinta, hanya saja dia belum paham tentang rasa itu." Ujar Jelita pada sang suami.     

"Ya, biarkan saja, itu perasaan yang wajar, asal jangan sampai kelewatan seperti ayahnya dulu." Jawab Danil, lalu Jelita tersenyum.     

"Kita mendidik mereka dengan baik, aku rasa mereka tidak akan mnegecewakan kita."     

"Kau benar sayang, aku juga percaya pada anak-anak kita, mereka begitu menaati peraturan kita, dan selalu bertingkah manis."     

"Begitu juga dengan Ramond, fahri dan Fatih."     

"Ya, semoga tidak ada yang mengikuti jejak aku dan Ronald."     

"Tidak akan, cukup kalian berdua saja, dan itu juga cukup menjadi rahasia masa lalu kita sayang." Ujar Jelita lalu mencium dada sang suami.     

"Beruntungnya aku memiliki pendamping sepertimu, jelitaku."     

"aku juga beruntung mempunyai laki-laki seperti dirimu."     

"Aku bersyukur kehidupan kita berjalan dengan baik, walau ada kerikil-kerikil kecil namun itu tak membuat kita saling terpecah, justru membuat kita saling sayang satu sama lain." Kata Danil lalu mengecup pucuk kepala Jelita.     

"Ya."     

"Bagaimana Lala menurut kamu, mas?"     

"Dia gadis yang baik, pintar lucu dan sopan."     

"Ya, juga sederhana.     

"Aku pikir Jhonatan menyukainya."     

"Tapi dia juga memikirkan gadis lain, namanya Silvia."     

"Aku pernah mendengar nama itu, ternyata anak kita sudah besar, sudah tahu mana gadis cantik dan mana laki-laki tampan." Danil dan Jelita tersenyum lebar.     

"Kita harus lebih mengarahkan mereka agar tidak salah jalan, dan tidak salah mengartikan apa itu cinta."     

"Ya, itu tugas kita, semoga Allah memudahkan jalan kita untuk mendidik putra-putri kita ya sayang."     

"Amiin, semoga mas."     

"Sekarang kita mau tidur, atau mengulangi lagi?" Tanya Danil dengan senyuman nakalnya.     

"Itu mau kamu mas, dari dulu kamu ga cukup sekali."     

"Habisnya gimana dong, kamunya sih bikin aku jadi pingin terus."     

"Kamunya aja yang mesum."     

"Kamu juga tak kalah mesumnya sayang." Ujar Danil lalu mereka saling mencium dan melumat bibir kesukaan mereka dan melanjutkan lagi pergumulan yang telah mereka lakukan sebelumnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.