Misteri Gedung Kantor

Bab 26 - last chapter



Bab 26 - last chapter

0Aku berlari, tatapanku terpaku ke arah laci meja resepsionis. Hanya ini satu-satunya cara yang bisa terpikirkan olehku, sial bagiku, Pak Nuel sepertinya menyadari niatku. Dia segera berbalik dan berlari mengejar, langkah kakinya sangat terdengar. Aku memberanikan diri untuk melihat ke belakang, dan Pak Nuel berlari dengan sangat cepat di belakangku, disusul oleh Pak Robi yang mengejar Pak Nuel.     

Aku merunduk untuk melewati besi yang menghalangi jalan, dan kembali fokus berlari menuju meja resepsionis. Beruntung, aku berhasil tiba sebelum Pak Nuel mampu meraihku. Sebenarnya, Pak Nuel bisa saja meraih diriku, tapi Pak Robi dengan kecepatan seorang polisi terlatih dia berhasil menahan Pak Nuel tepat waktu.     

Aku membuka laci meja resepsionis, dan kalung putih itu pun terlihat, tanpa menunggu lama aku meraih kalung tersebut, menaruh di saku celanaku, dan segera berlari ke luar lagi. Kali ini, aku harus melewati Pak Nuel yang sedang ditahan sekuat tenaga oleh Pak Robi. Duel antara manusia yang sudah mendapat pelatihan fisik serius, melawan manusia yang tengah dirasuki iblis dengan kekuatan mengerikan.     

Aku merunduk melewati besi, dan berlari melewati dua orang tersebut yang sedang beradu kekuatan. Tapi, sejujurnya aku ragu Pak Robi bisa terus-terusan menahan Pak Nuel. Aku harus tetap waspada karena bisa saja dalam sekejap Pak Nuel sudah menyergapku dengan kekuatannya yang menyeramkan.     

Aku terus berlari tanpa melihat ke belakang, namun hal yang tadi aku takutkan benar-benar terjadi. Terdengar oleh telingaku, suara seseorang terbanting cukup keras, fokusku teralihkan, aku melihat sekilas ke belakang dan Pak Nuel mulai berlari ke arahku dengan tatapan marah. Ngeri melihat pemandangan yang tersaji di mataku, aku mulai kembali fokus untuk berlari ke luar ruangan.     

Aku tidak tahu apa yang aku lakukan ini sudah benar atau belum? apakah ini akan menjadi cara yang efektif? Satu-satunya cara mencari tahu jawaban itu adalah melihatnya langsung. Tetapi sayang, tenagaku tidak begitu kuat, lariku juga tidak begitu kencang. Aku mulai bisa merasakan Pak Nuel yang mendekat. Keraguan mengenai apakah aku akan berhasil membawa kalung ini keluar atau tidak mulai muncul di benakku.     

Sebuah tangan tiba-tiba sudah mendarat di pundak kananku, disusul dengan tangan lain di pundak yang satunya, dan berat tubuh seseorang mulai menimpaku dan membuatku terjatuh dengan wajah terlebih dulu. Rasa sakit di hidung dan keningku benar-benar menyiksa, ditambah rasa takut berhadapan dengan Sang Iblis, aku mulai berfikir jika ini akan menjadi akhir dari kisah hidupku.     

"UDIN, LEMPAR KALUNGNYA!" Sebuah suara teriakan terdengar, aku mengangkat kepalaku yang sedang dalam posisi menghadap ke bawah, dan melihat Pak Jefri sudah bersiap dengan kuda-kuda untuk menangkap sesuatu.     

Dengan sisa tenaga yang aku punya, aku melempar kalung tersebut dengan satu tangan, dan kalung itu berhenti tepat di garis pintu.     

"Sebagai seorang manusia rendahan, beraninya kau!" Sosok itu teriak langsung di atasku. Aku berusaha melindungi kepala dengan kedua tanganku, takut dia akan melancarkan serangan yang bisa melukai kepalaku dan berakibat fatal.     

"Hei! Ini kan yang kamu cari!?" Suara Fadil terdengar, beban dari beratnya tubuh Pak Nuel terangkat, aku mengangkat kepalaku, dan melihat Fadil sedang menggoyang-goyangkan kalung tersebut di udara, dan Pak Nuel yang sedang bersiap untuk kembali berlari.     

Melihat posisi Pak Nuel, Fadil langsung berlari menjauh meninggalkan gedung, dan Pak Nuel langsung berlari mengikuti. Terlalu fokus dengan Fadil yang nekat, aku sampai tidak menyadari sosok Ustad sudah menghilang dari pandangan, kemana perginya dia?     

Rivaldi, Pak Andre, dan Bang Wisnu menghampiri diriku dan membantuku berdiri, sementara Fadil dan Pak Ustad serta Pak Nuel benar-benar sudah menghilang dari pandangan, entah kemana mereka bertiga akan pergi. Pak Robi dibantu bangun oleh Pak Jefri, dan Pak Wawan.     

"Nekat banget lu, Din. Tapi keren." Ucap Rivaldi sambil menopang salah satu tanganku agar aku tidak jatuh.     

"Gua cuma kepikiran buat bantu, omong-omong, Fadil mau bawa kalung itu kemana? Pak Ustad kemana?" Tanyaku.     

"Oh, itu tadi orangnya bilang punya rencana, dia kayanya tau lu mau ambil kalung pas liat lu lari ke dalem, jadi langsung nyusun rencana sama Pak Ustad." Jelas Rivaldi.     

"Rencana apa?" Tanyaku keheranan.     

"Dia bilang, kalung itu bisa jadi pancingan yang pas, iblis yang ada di dalem orang ngeri tadi paling kuat kalo dia di dalem gedung ini, jadi mau dibawa jauh." Jelasnya lagi.     

Aku jadi paham sekarang, mereka berusaha melemahkan kekuatan Sang Iblis, dan nantinya mereka akan bekerja sama seperti pada saat itu untuk mengalahkan iblis yang ada di dalam tubuh Pak Nuel. Selanjutnya, aku rasa tidak ada lagi yang bisa aku lakukan selain berdoa dan berharap mereka berhasil melakukan tugasnya.     

Aku dan Pak Robi diarahkan menuju pos jaga satpam dan diberikan segelas minuman untuk menstabilkan kondisi kami berdua. Tidak ada yang tahu pasti kemana Fadil akan membawa Pak Nuel pergi, sejauh apa mereka akan memancing Iblis itu? Aku hanya bisa berharap semoga dia cepat kembali. aku juga berharap agar Fadil atau Pak Ustad bisa menghancurkan kalungnya setelah ini semua berakhir.     

Sekian lama menunggu, kami mulai berbincang ringan di pos jaga security. Beberapa security sudah dikerahkan untuk mencari tahu kemana Fadil pergi, namun sampai saat ini tidak ada kabar yang kami terima. Pak Wawan terus meminta security yang dikerahkan untuk melaporkan secara rutin. Tapi, setidaknya salah satu security berhasil mendapatkan clue.     

Ada yang melaporkan melihat potongan kain warna serupa dengan yang dipakai Pak Nuel, security tersebut terus melanjutkan penelusurannya, dan dia melaporkan melihat adanya darah yang berceceran menuju satu tempat, dia meminta izin untuk mengikuti jejak darah tersebut, dan Pak Wawan memastikan dulu ke Pak Jefri sebelum akhirnya menyetujui permintaan tersebut.     

Pada akhirnya, mereka ditemukan di taman yang berlokasi cukup jauh dari gedung kantor. Fadil dan Pak Ustad ditemukan dalam keadaan pingsan, kondisi Pak Ustad cukup parah karena tangannya terluka, dan hidungnya pun juga mengeluarkan darah. Untuk Fadil, lukanya tidak separah Pak Ustad namun dia juga tampaknya pingsan karena terlalu banyak kehilangan darah ditambah tenaga yang dipakai habis-habisan.     

Kondisi Pak Nuel, dia ditemukan tewas dengan kondisi mengenaskan, bahkan security tersebut sampai sulit menjelaskannya. Unit kepolisian dan paramedis langsung dipanggil untuk terjun ke lokasi. Kami yang merasa penasaran juga langsung mengunjungi lokasi. Beruntung kami tiba lebih cepat dibandingkan kepolisian dan paramedis, sehingga masih bisa melihat kondisi mengerikan Pak Nuel.     

Aku harap kalian tidak mual membacanya, tapi kondisinya benar-benar sangat seram dan tidak wajar. Badannya terputar secara aneh, dan lehernya juga terlihat berputar ke arah berlawanan, tangan dan kakinya berbentuk tidak normal. Saat petugas kepolisian tiba, mereka sama herannya dengan kami semua.     

Bagaimana bisa seorang manusia tewas dengan kondisi tersebut? Apa yang sebenarnya terjadi? Paling tidak, untuk sementara ini akhir kasus ini masih menjadi misteri, dan mungkin kami bisa mencari tahunya nanti saat Fadil sudah sadarkan diri.     

Esok paginya, belum ada kabar Fadil atau Pak Ustad sudah siuman, kami bekerja secara biasa, dan menurutku hawa di kantor hari itu terasa lebih nyaman, rasanya berbeda saja dibandingkan hari-hari sebelum ini. Apakah mungkin karena Hantu Bu Risma yang sudah hilang? Entah lah. Yang jelas, kami semua merasakan hal yang sama.     

Malam harinya, beberapa pekerjaan kami belum selesai dan sudah jatuh deadline. Kami sempat ragu, tapi akhirnya beberapa dari kami memutuskan untuk memberanikan diri untuk lembur. Bahkan Rivaldi masih sempat melempar candaan.     

"Gak usah takut lagi lah, kan udah selesai semua. Kalo ada lagi paling gara-gara Udin cari masalah." Candanya.     

"Kenapa malah jadi gua woi?" Balasku, dan kami semua tertawa ringan.     

Kami terus lembur sampai menunjukkan pukul 8 malam, Rivaldi berkata ingin ke toilet sebentar sebelum pulang. Tidak lama kemudian, suara ketikan keyboard komputer terdengar dari arah mejanya. Aku berfikir mungkin Rivaldi sedang berbuat keisengan.     

"Riv, jangan jail dah, katanya mau ke toilet." Balasku tanpa menengadahkan kepalaku karena berusaha fokus ke pekerjaanku yang tinggal sedikit lagi.     

"Kenapa Din?" Balas Rivaldi yang tiba-tiba muncul dari arah pintu masuk.     

Tunggu, apa maksudnya ini? Lalu, tadi suara ketikan itu berasal dari mana?     

~THE END~     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.