Misteri Gedung Kantor

Bab 25



Bab 25

0Kepala Pak Nuel terputar secara tidak wajar, Pak Robi menjadi lebih bersiaga dengan pistol di tangannya, meskipun begitu, aku bisa melihat tangannya gemetar cukup kencang. Fadil yang tadi berlari menghampiri Pak Nuel dan hantu Bu Risma, tiba-tiba langsung diam, kaku layaknya sebuah patung. Tidak lama kemudian, suara tawa menggelegar memenuhi seisi ruangan.     

Suara tawa yang berat, namun seolah berasal lebih dari satu sumber. Terlalu mengerikan untuk digambarkan melalui kata-kata. Dari kami berempat, tampaknya hanya aku dan Pak Jefri yang tidak membawa apa pun untuk membekali diri. Pak Nuel berdiri dari bangkunya dan memutar badannya secara tidak wajar ke arah kami.     

Leher yang sebelumnya terlihat patah akibat gerakan tiba-tiba, terlihat normal kembali. Fadil yang berada paling dekat dari Pak Nuel menyadari bahaya yang tengah dihadapinya. Dia langsung memundurkan dirinya perlahan tanpa memalingkan wajahnya dari Pak Nuel.     

Sosok Pak Nuel kini juga terlihat sangat menyeramkan, dari matanya sudah tidak ada lagi bola mata yang terlihat, hanya bagian putih matanya saja yang tampak, urat-urat kebiruan juga tampak memenuhi wajahnya. Tanpa aba-aba, Pak Nuel tiba-tiba saja menerjang ke arah Fadil.     

Dengan kecepatan luar biasa yang sulit diterima akal sehat manusia, dia melaju ke arah Fadil dan kemudian terhempas cukup kencang ke samping. Aku tidak melihat Fadil bergerak sedikit pun, tapi kenapa dia tiba-tiba terhempas?     

Aku, Pak Jefri dan Pak Robi hanya terpaku melihat kejadian yang di luar nalar manusia baru saja terjadi di depan mata kami. Saat suara Fadil tiba-tiba mengagetkanku, dia sudah ada di depan wajahku. Rasanya apa pun yang tiba-tiba muncul di hadapanku bisa membuatku terkena serangan jantung.     

"Udin, tolong bawa Pak Jefri sama Pak Polisi ini ke luar, biar gua sama Ellena yang urus di dalem sini." Perintah Fadil.     

"Gak ada yang bisa gua bantu?" Tanyaku.     

"Buat saat ini nggak, cuma paling bantu doa aja." Balas Fadil.     

"Oke. Hati-hati, Dil." Aku tidak bisa membantah apa pun lagi, permasalahan kali ini berada di luar jangkauan kemampuan dan akal sehatku. Ya walaupun kejadian yang belakangan ini menimpaku juga tidak bisa dipikirkan dengan masuk akal.     

Aku langsung meminta Pak Jefri dan Pak Robi untuk ikut keluar, sepertinya mereka juga paham dengan situasi yang ada, sehingga mereka langsung setuju tanpa bertanya apa pun lagi. Setelah kami meninggalkan ruangan, pintu di belakang kami langsung tertutup seketika.     

Kami berlari tanpa melihat ke belakang lagi, menuju pintu keluar, tapi apa yang ada di luar lebih mengejutkan kami lagi. Seluruh rekan kerja ku sudah berdiri di depan ruangan menyeramkan ini, dan beberapa security berusaha menahan mereka untuk tidak masuk ke dalam. Bukan hanya rekan kerja ku saja yang ada di sana, melainkan Pak Ustadz yang membantu kami kala itu juga sudah hadir dan sempat memaksa untuk masuk.     

"Kenapa semuanya ada di sini?" Tanya Pak Jefri dengan suara yang cukup keras dan tegas, membuat seluruh rekan kerjaku seketika tertegun.     

"Udin bilang mau ketemu bapak di Kantin, dan belajar dari kejadian tempo lalu, Pak Rusdi langsung inisiatif buat kita panggil Pak Ustad ini dan langsung segera ke sini." Ucap Pak Andre.     

"Kalian gak seharusnya di sini, saya sengaja gak kasih tahu, karena ini berbahaya. Udin orang pertama yang nekat masuk ke sini, jadi cuma dia yang boleh tau. Saya gak bisa bahayain nyawa yang lain lagi." Jelas Pak Jefri. Pak Jefri terlihat benar-benar mengkhawatirkan seluruh rekan kerjanya.     

"Risma temen kita berdua, Jef. Jadi biarin gua ikut bantu." Pak Rusdi melangkah maju ke depan, berhadapan muka langsung dengan Pak Jefri. Ketegangan benar-benar terasa di sini.     

"Sudah, sudah, bapak-bapak jangan berantem dulu. Pak Jefri ada siapa lagi di sana?" Pak Ustad memisahkan Pak Jefri dan Pak Rusdi yang tampak bersitegang.     

"Ada Fadil sama mantan suaminya Bu Risma." Jawab Pak Jefri.     

"Fadil minta kita buat keluar, dia bilang biar dia sama temen gaibnya aja yang urus di dalem sana." Lanjutku.     

"Sudah kuduga, anak itu memang spesial. Pintunya di dalam sana masih terbuka?" Tanya Pak Ustad lagi.     

"Kayanya ngga, karena kedengaran suara pintu terbanting pas kita lari ke luar sini." Jawabku.     

"Kalau gitu, saya juga gak bisa lagi bantu di dalam sana. Hawa yang terasa sekarang jauh lebih kuat dibandingkan yang kemarin. Tapi, kita juga punya lebih banyak tenaga." Ucap Pak Ustad.     

"Jadi, nggak ada yang bisa kita lakuin?" Tanyaku lemas, dan sedikit merasa putus asa.     

"Saya gak bilang begitu, kita punya kekuatan terkuat, kita punya tuhan, sama-sama kita bisa bantu Fadil dari luar sini." Jawab Pak Ustad.     

"Semuanya kumpul di depan pintu sini." Pinta Pak Ustad kepada semua yang ada di lokasi saat itu.     

"Tadi saya bilang, kita punya kekuatan yang terkuat, jadi saya minta, kalian semua ikuti saya." Pak Ustad mulai menjelaskan.     

Kami melihat satu sama lain, sempat terasa ada keraguan di hatiku, Tapi aku juga sadar, sudah tidak ada jalan lain lagi. Ini adalah satu-satunya cara kami untuk membantu Fadil mengalahkan iblis di dalam sana. Dengan waktu yang hampir bersamaan, kami menganggukan kepala.     

Pak Ustad meminta kami saling memegang tangan, katanya agar koneksi spiritual kami lebih kuat lagi. Menuruti perintahnya, kami saling memegang tangan satu sama lain, Pak Ustad mulai membacakan lantunan doa, diikuti oleh kami semua.     

Suara teriakan yang memilukan terdengar dari dalam ruangan saat kami mulai berdoa, Pak Ustad langsung menyuruh kami untuk menghiraukan suara tersebut, dan tetap konsentrasi pada apa yang kami lakukan. Semakin lama kami berdoa, semakin terdengar kencang juga teriakan pilu yang berasal dari dalam ruangan tersebut.     

Sulit rasanya berusaha fokus dengan kondisi seperti ini, aku benar-benar perlu usaha ekstra dan memejamkan mataku rapat-rapat agar bisa berkonsentrasi, dari tanganku aku juga bisa merasakan getaran hebat dari seseorang di sampingku. Aku yakin orang di sampingku saat ini benar-benar ketakutan.     

"SEMUANYA AWAS!" Teriakan Fadil tiba-tiba terdengar. Aku membuka mataku, dan Pak Nuel yang kini seperti orang gila tengah berlari ke arah kami semua.     

Pak Robi langsung bergerak mengarahkan pistolnya dan mulai melepaskan tembakan. Sayangnya, Pak Nuel masih mampu menghindarinya. Mata Pak Nuel terkunci ke satu arah, tepatnya ke arah Pak Ustad. Dia hanya berlari dengan tatapan mengancam ke arah Pak Ustad. Entah karena insting polisi atau bukan, tepat saat Pak Nuel melompat ke arah Pak Ustad, Pak Robi langsung menggunakan tubuhnya sebagai tameng.     

Mereka berdua terjatuh cukup kencang ke tanah, sambil berusaha menahan Pak Nuel yang menggila, dia memerintahkan Pak Ustad untuk segera menjauh karena tahu kalau Pak Ustad saat ini menjadi incaran utama dari Pak Nuel yang sedang gila.     

Meski begitu, Pak Ustad menolaknya. Dia menggulung lengan pakaiannya, entah apa yang dia rencanakan, tapi dia malah berjalan mendekati Pak Nuel. Dia mengeluarkan sebuah tasbih dari tangannya, dan mendekatkan tasbih itu ke hadapan Pak Nuel. Namun tampaknya, hal tersebut tidak mempan untuk Pak Nuel atau iblis apa pun yang sedang merasukinya. Pak Nuel justru malah mengeluarkan suara.     

"Orang ini adalah budakku yang durhaka, dan kalian membawa orang ini ke daerah kekuasaanku, aku akan membawa salah satu dari kalian bersama orang ini ke alamku sebagai hukuman atas kedurhakaannya." Suara yang berat dan menyeramkan keluar dari mulut Pak Jefri.     

Tasbih milik Pak Ustad tiba-tiba direbut begitu saja, dan langsung dihancurkan dengan mudah. Kami semua terkejut melihat kejadian tersebut, Pak Ustad pun mulai mundur, dan Fadil langsung berdiri di hadapan Pak Nuel, dengan melantunkan entah apa pun dari mulutnya, dia mengarahkan tangannya ke depan seolah berniat melawan. Reaksi yang diberikan Pak Nuel justru malah tertawa kencang bagaikan meledek Fadil.     

Saat ini Fadil mungkin terlihat yang paling mampu menghadapi iblis ini, tapi dari matanya, aku bisa tahu kalau dia sendiri ragu dan terlihat sangat cemas. Lagi-lagi kekuatan aneh terjadi di depan mataku, dimana Pak Nuel hanya mengayunkan tangannya, dan membuat Fadil terpental.     

Tiba-tiba ide gila terlintas di benakku, melawan makhluk dengan kekuatan melebihi normal dan mengerikan seperti ini, aku merasa kalau cara yang saat ini tengah kami usahakan sedikit sia-sia. Hingga akhirnya, aku memikirkan mengenai kalung putih milik Bu Risma.     

Tanpa berfikir panjang dan memberitahukan kepada yang lain, aku berlari masuk ke dalam ruangan tersebut, tujuanku adalah kalung yang saat ini tergolek di meja resepsionis. Aku yakin betul, ini lah satu-satunya cara yang tersisa, yaitu menghancurkan kalung milik Bu Risma tepat di depan mata sang Iblis.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.