Misteri Gedung Kantor

EPILOG!!



EPILOG!!

0Kasus mengenai hilangnya, dan tewasnya beberapa orang secara misterius, dibuka oleh kepolisian, pihak berwenang juga menyelidiki mengenai Pak Nuel dan Bu Risma. Secara hukum, mereka termasuk orang yang taat, sehingga kejahatan mereka bisa tertutup. Pak Nuel bekerja sebagai seorang pengacara, dia gagal beberapa kali melindungi kliennya, dan kliennya ada yang tewas baik secara bunuh diri, atau dengan cara lain di dalam sel penjara mereka.     

Laporan yang didapat Pak Jefri dari teman polisinya yaitu Pak Robi, juga menunjukkan kalau Pak Nuel dan Bu Risma sudah pernah melahirkan anak, bukan hanya satu, tapi cukup banyak. Tapi, anehnya anak-anaknya selalu menghilang tanpa jejak saat memasuki umur tertentu, biasanya setelah anak mereka menghilang, akan ada sebuah musibah entah dimana pun itu. Baik itu musibah kecelakaan, kebakaran, atau ditemukannya kematian misterius dari orang-orang yang tersebar di banyak tempat.     

Aku jadi teringat, kalau aku pernah melihat berita di televisi, di mana sekelompok pemuda ditemukan tewas secara mengenaskan, tapi pelakunya tidak berhasil diidentifikasi. Kasus tersebut dibiarkan menggantung begitu saja, dan tampaknya semua orang lupa mengenai kasus kematian misterius tersebut.     

Fadil dan Pak Ustad juga dimintai keterangan, namun berkat kesaksian dari Pak Robi yang juga terlibat di tempat kejadian, mereka dibebaskan dari hukuman meski awalnya mereka dicurigai telah secara sengaja membunuh Pak Nuel. Butuh waktu beberapa bulan bagi mereka untuk bisa benar-benar pulih.     

Saat Fadil sudah pulih, aku mengunjunginya secara langsung ke kosan tempat tinggalnya, yang berhasil aku dapat setelah berkeliling mencari informasi. Aku masih penasaran, mengenai kematian Pak Nuel yang sangat tragis dan menyeramkan, aku bertanya kepadanya, seperti apa kejadian kala itu. Karena cukup panjang, aku akan ceritakan layaknya aku adalah Fadil.     

FADIL POV     

Jadi, waktu kita di ruang bawah itu, dan Pak Nuel duduk di bangku, yang aku lihat langsung adanya bayangan hitam super pekat, dan kemudian berbentuk jadi Hantu Bu Risma. Tapi, Ellena sadar ada yang lain, jadi aku berusaha fokus. Di situ, di belakang hantu Bu Risma persis, ada sosok iblis menyeramkan. Dia yang menggerakkan Hantu Bu Risma.     

Waktu dia gerakkin tangan Bu Risma, aku reflek berusaha mencegah, dan saat itu nyawa Pak Nuel sebenarnya udah gak ketolong lagi. Iblis itu udah ambil nyawa Pak Nuel, dan secara instant dia yang ambil alih tubuh Pak Nuel. Kamu ingat saat Pak Nuel berusaha menerjang? Saat itu, Ellena yang melindungiku. Dia langsung bergerak ke depanku, dan menendangnya.     

Aku menyuruh kalian semua keluar, karena saat itu kondisi sudah gawat, aku berurusan dengan sang Iblis, Ellena berusaha membuat arwah Bu Risma tenang, karena saat itu jiwa Bu Risma langsung kacau saat dia lihat Pak Nuel, jadi simpelnya posisi saat itu adalah dua lawan dua.     

Waktu aku lagi berusaha lawan Iblis itu, dia tiba-tiba teriak, dan lari ke luar. Ellena tetap tinggal di dalam buat nahan Bu Risma ikut keluar. Di situ, aku lihat kalian udah mulai berdoa, dipimpin oleh Pak Ustad, aku jadi paham kenapa dia tiba-tiba teriak, doa itu cukup ampuh sebenarnya, tapi dia cukup kuat buat nahan dan berusaha nyerang Pak Ustad.     

Aku harus berterima kasih sama kamu, Udin. Kamu berhasil ambil kalung, dan aku langsung paham maksud tujuan kamu. Aku mengerti cara melawannya, aku bawa dia pergi sejauh mungkin, tapi kecepatannya jauh lebih cepat.     

Kalau waktu itu tidak ada Pak Ustad, aku sudah tertangkap dan dicabik-cabik sama iblis itu. Doa dari Pak Ustad berhasil menahan Iblis itu beberapa detik, sampai akhirnya kami bertiga sampai di taman. Lalu pertempuran dua lawan satu terjadi, aku melawan dengan segala ilmu yang aku bisa, dan Pak Ustad memberikan support lewat doa-doanya yang luar biasa.     

Gabungan kekuatan kita berdua, berhasil membuat Iblis kewalahan, dan akhirnya habis tenaga. Namun, efek dari hilangnya Iblis itu justru malah menghancurkan tubuh inangnya yaitu tubuh Pak Nuel. Darah yang kamu lihat di jalan malam itu? Itu darahku yang terkena cakarnya beberapa kali. Kenapa aku dan Pak Ustad bisa berakhir di rumah sakit? Energi kita bertiga bentrok begitu hebat, bisa dibilang kita cukup beruntung masih bisa hidup, orang biasa sudah jelas bakal ikut mati karena bentrokan energi tersebut.     

Ellena juga menjalankan tugasnya dengan baik, Bu Risma berhasil dibuat tenang. Dia mengantarkannya sampai ke gerbang alam selanjutnya. Kini, arwah Bu Risma sudah tidak ada. Aku bisa jamin itu. Ellena juga kewalahan, sampai dia menghilang beberapa hari, wujudnya saat dia kembali muncul di depanku juga tidak sepadat biasanya.     

Entah sekuat apa Bu Risma itu, namun kalau dia mampu membuat Ellena dalam kondisi seperti itu, itu artinya hantu Bu Risma juga tidak bisa dipandang sebelah mata. Ellena adalah salah satu roh terkuat yang sudah berumur ratusan tahun, namun dia berhasil kewalahan oleh roh dari seseorang yang baru berumur puluhan tahun.     

Udin POV     

Bagaimana ceritanya Fadil? Luar biasa bukan? Aku juga tertegun saat mendengar ceritanya. Sulit dibayangkan oleh akal sehatku. Namun katanya, seperti ini lah dunia gaib. Penuh dengan sesuatu yang tidak masuk akal, sesuatu yang tidak diketahui manusia. Bahaya yang menanti juga beragam, bahkan jika salah melangkah, seseorang bisa meninggal atau paling bagusnya hanya menjadi gila.     

Aku bersyukur dilahirkan sebagai manusia normal tanpa kemampuan spesial seperti Fadil. Aku mungkin bisa menjadi salah satu dari sekian banyak orang yang sudah gila karena kemampuan seperti itu. Omong-omong, saat ini Fadil dan Pak Ustad sudah bisa beraktifitas normal kembali. Kabarnya, Fadil sudah sampai semester akhir di perkuliahannya, dan saat aku memberi tahukan hal itu ke Pak Jefri, dia langsung menghubungi Fadil secara personal.     

Pak Jefri langsung mengajaknya bergabung di perusahaan, sebagai ucapan terima kasih kala itu sudah banyak membantu. Jika saja tidak ada Fadil, mungkin kami masih harus hidup di tengah rasa teror dari Bu Risma.     

Oh iya, memgenai mimpi yang aku dapat saat baru bekerja di sini, aku sudah tidak pernah mendapatkannya lagi saat ini. Kehidupan kerja yang normal tampaknya sudah benar-benar terjadi. Tidak ada lagi rasa takut untuk lembur, atau stres karena gangguan dari mereka yang tidak kasat mata.     

Sumber stres kami saat ini, hanya lah pekerjaan yang banyak, dan seolah tidak ada habisnya, ditambah deadline yang seringkali berdempetan, kami harus bekerja ekstra. Meski sudah mendapatkan pekerjaan yang normal, bukan berarti gangguan-gangguan tersebut berhenti total.     

Gangguan masih terjadi, walaupun hanya terkadang, dan hanya berupa suara-suara atau bayangan lewat saja. Menurut Fadil, itu normal. Karena saat malam, kantor tidak ada orang, dan lanjut ditempati oleh mereka yang tidak kasat mata pada saat malam. Sayangnya, karena kami sering lembur, beberapa kali kami bersenggolan satu sama lain.     

Tapi, kini kami tidak lagi ketakutan seperti sebelumnya. Kami sadar, kalau kami hidup tidak sendirian di dunia ini. Ada dunia lain yang sangat dekat dengan kami, dan mau tidak mau, suka tidak suka kami harus berdampingan dengan mereka, yang terpenting adalah kami harus menjaga sopan santun agar mereka yang tidak terlihat tidak merasa terganggu oleh kami yang bekerja.     

Ini lah, akhir dari catatan ceritaku. Terima kasih banyak untuk kalian semua yang sudah bersedia membaca catatan ini. Tenang saja, tidak semua kantor semenyeramkan ini kok. Tapi, meskipun begitu, ingatlah untuk selalu sopan dimana pun kalian berada, dan yang terpenting jangan pernah mengusik dunia 'mereka' jika tidak mau mendapat konsekuensinya.     

Sekian dari saya, terima kasih banyak. Sampai berjumpa lagi lain waktu!     

Di bawah salah satu cuplikan dari Referensi kisah nyata (Gak bisa diapus euy wkwkwk)     

Kejadian pada pertengahan bulan september, jam pulang kerja, Riduan temanku yang berasal dari Medan dan terbiasa ikut pulang menggunakan Transjakarta, pada sore itu kehilangan kartu Transjakarta. Yang mana kita tau, kartu itu penting untuk bisa masuk ke dalam halte atau ke luar halte.     

Usut punya usut, malam harinya, ternyata Riduan habis menginap di rumah Pak Budi, salah satu manajerku, dan dia ninggalin tasnya di mobil Pak Budi, tas yang berisi baju yang dia pake untuk nginep.      

"Yaudah uan (Riduan), coba cek tas itu dulu aja, kalo gak ada kartunya, lu pake kartu gua aja buat masuk halte." Kataku menyarankan.     

Akhirnya, kita semua setuju menuju basement, mengambil tas Riduan, dan mengecek isinya. Berharap kalau Kartu Transjakarta emang tertinggal di dalam sana. Kita turun dari lantai kantor menuju lantai dasar, setelah scan KTP / ID Card untuk bisa keluar. Kita menuju ke ruangan yang belum pernah gua masukin sama sekali, tapi mungkin udah sering buat orang yang bawa mobil sendiri.     

Ruangan itu dilindungi pintu kaca transparan besar, dan berada tepat disamping pos jaga security dengan mesin scan mereka. Ruangan itu berbentuk L, dengan ujung L tersebut adalah pintu masuknya. Bercat putih, tanpa adanya barang apapun, lampu yang berwarna putih menerangi ruangan yang lebih mirip lorong lebar tersebut, di dalam lorong lebar itu, terdapat 2 buah lift, yang digunakan untuk turun ke basement. Kalau dibandingkan dengan Lift yang ada di gedung kantor itu, lift yang berada di lorong ini terlihat cukup tua dan tak begitu bagus.     

Lift ini bercat putih, tanpa adanya kaca atau permukaan yang memantulkan bayangan, suatu hal yang cukup sulit ditemui di era modern. Lift ini juga menggunakan lantai dan atap dari besi tanpa adanya wallpaper, berbeda dari lift lain yang terbuat dari kayu atau setidaknya dilapisi wallpaper bermotif kayu yang dipoles khusus hingga jadi kuat dan terlihat bagus. Kita turun dari lantai G, menuju lantai B2. Urutannya seperti ini     

G     

B1     

B2     

Tidak begitu jauh memang, tapi karena ini basement, tentu gak ada orang yang mau jalan kaki mengitari basement dan turun mencari kendaraannya yang diparkir.     

Pintu terbuka, ada seorang security dengan alat untuk scanning di tangannya, dia tampak sedang bersiaga, usia masih muda kuperkirakan sekitar umur 24-26, tubuhnya tegak dan tinggi, pastilah dia sudah menerima pelatihan terlebih dahulu sebelum resmi menjadi security di gedung ini.     

Aku dan rombongan teman-temanku berjalan melewati security tersebut, ternyata mobil Pak Budi berada tidak jauh dari pintu keluar lift. Mungkin beliau emang sengaja memarkirnya disitu agar tidak terlalu jauh berjalan menuju lift. Mobil tersebut hanya mobil biasa, seperti yang kebanyakan dimiliki orang, berwarna silver, dan muat setidaknya 6 orang di dalamnya.     

Para karyawan perempuan sudah berpisah dengan kami, mereka menuju ke mobil mereka masing-masing, jadi hanya tersisa aku, Pak Budi, Riduan dan Yoga. Riduan langsung mengambil tas yang masih berada di mobil, tanpa tergeser posisinya sedikitpun. Sesudah ambil tas, aku menyarankan Riduan untuk mengecek kartu transjakarta yang kita duga ada di dalamnya. Tapi, Riduan berkata tidak perlu dan sebaiknya kita keluar dulu.     

Akhirnya Aku, Yoga dan Riduan berpamitan ke Pak Budi. Riduan mengajak aku dan Yoga untuk mencari lift lain untuk kembali keatas, katanya "Gak enak tadi dilihat security kita ke bawah, terus naik lagi lewat situ"     

Akhirnya, kami bertiga setuju, dan mencari lift lain. Jalan kaki di basement yang tidak aku kenal tempatnya membuatku sedikit tidak nyaman. Ya, aku memang membenci basement, menurutku, banyak hal tidak mengenakkan yang bisa terjadi di basement.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.