Misteri Gedung Kantor

REFERENSI KISAH NYATA



REFERENSI KISAH NYATA

0Kejadian pada pertengahan bulan september, jam pulang kerja, Riduan temanku yang berasal dari Medan dan terbiasa ikut pulang menggunakan Transjakarta, pada sore itu kehilangan kartu Transjakarta. Yang mana kita tau, kartu itu penting untuk bisa masuk ke dalam halte atau ke luar halte.     

Usut punya usut, malam harinya, ternyata Riduan habis menginap di rumah Pak Budi, salah satu manajerku, dan dia ninggalin tasnya di mobil Pak Budi, tas yang berisi baju yang dia pake untuk nginep.      

"Yaudah uan (Riduan), coba cek tas itu dulu aja, kalo gak ada kartunya, lu pake kartu gua aja buat masuk halte." Kataku menyarankan.     

Akhirnya, kita semua setuju menuju basement, mengambil tas Riduan, dan mengecek isinya. Berharap kalau Kartu Transjakarta emang tertinggal di dalam sana. Kita turun dari lantai kantor menuju lantai dasar, setelah scan KTP / ID Card untuk bisa keluar. Kita menuju ke ruangan yang belum pernah gua masukin sama sekali, tapi mungkin udah sering buat orang yang bawa mobil sendiri.     

Ruangan itu dilindungi pintu kaca transparan besar, dan berada tepat disamping pos jaga security dengan mesin scan mereka. Ruangan itu berbentuk L, dengan ujung L tersebut adalah pintu masuknya. Bercat putih, tanpa adanya barang apapun, lampu yang berwarna putih menerangi ruangan yang lebih mirip lorong lebar tersebut, di dalam lorong lebar itu, terdapat 2 buah lift, yang digunakan untuk turun ke basement. Kalau dibandingkan dengan Lift yang ada di gedung kantor itu, lift yang berada di lorong ini terlihat cukup tua dan tak begitu bagus.     

Lift ini bercat putih, tanpa adanya kaca atau permukaan yang memantulkan bayangan, suatu hal yang cukup sulit ditemui di era modern. Lift ini juga menggunakan lantai dan atap dari besi tanpa adanya wallpaper, berbeda dari lift lain yang terbuat dari kayu atau setidaknya dilapisi wallpaper bermotif kayu yang dipoles khusus hingga jadi kuat dan terlihat bagus. Kita turun dari lantai G, menuju lantai B2. Urutannya seperti ini     

G     

B1     

B2     

Tidak begitu jauh memang, tapi karena ini basement, tentu gak ada orang yang mau jalan kaki mengitari basement dan turun mencari kendaraannya yang diparkir.     

Pintu terbuka, ada seorang security dengan alat untuk scanning di tangannya, dia tampak sedang bersiaga, usia masih muda kuperkirakan sekitar umur 24-26, tubuhnya tegak dan tinggi, pastilah dia sudah menerima pelatihan terlebih dahulu sebelum resmi menjadi security di gedung ini.     

Aku dan rombongan teman-temanku berjalan melewati security tersebut, ternyata mobil Pak Budi berada tidak jauh dari pintu keluar lift. Mungkin beliau emang sengaja memarkirnya disitu agar tidak terlalu jauh berjalan menuju lift. Mobil tersebut hanya mobil biasa, seperti yang kebanyakan dimiliki orang, berwarna silver, dan muat setidaknya 6 orang di dalamnya.     

Para karyawan perempuan sudah berpisah dengan kami, mereka menuju ke mobil mereka masing-masing, jadi hanya tersisa aku, Pak Budi, Riduan dan Yoga. Riduan langsung mengambil tas yang masih berada di mobil, tanpa tergeser posisinya sedikitpun. Sesudah ambil tas, aku menyarankan Riduan untuk mengecek kartu transjakarta yang kita duga ada di dalamnya. Tapi, Riduan berkata tidak perlu dan sebaiknya kita keluar dulu.     

Akhirnya Aku, Yoga dan Riduan berpamitan ke Pak Budi. Riduan mengajak aku dan Yoga untuk mencari lift lain untuk kembali keatas, katanya "Gak enak tadi dilihat security kita ke bawah, terus naik lagi lewat situ"     

Akhirnya, kami bertiga setuju, dan mencari lift lain. Jalan kaki di basement yang tidak aku kenal tempatnya membuatku sedikit tidak nyaman. Ya, aku memang membenci basement, menurutku, banyak hal tidak mengenakkan yang bisa terjadi di basement.     

Kami menemukan lift yang lokasinya sedikit terpojok, ada seorang security berjaga di depannya, dengan meja coklat dan walkie talkie di dekatnya. Security itu melihat sinis kearah kita bertiga, mungkin pikirnya "apa yang dilakukan 3 orang ini disini?"     

Tapi, kami tak memusingkan hal tersebut. Kami langsung menekan tombol naik lift tersebut, dan tak butuh waktu lama, lift pun terbuka dan kami memasuki lift ini. Lift yang satu ini, jauh dari kata terawat, besi yang melapisi dinding dan alas lift ini benar-benar kotor, dan bahkan ada jaring laba-laba dan karat yang terlihat di beberapa tempat.     

Segera setelah kami masuk ke dalam lift, Yoga langsung menekan tombol G pada lift, yang mana memang tujuan kita untuk kembali ke lantai G dan segera keluar. Karena hanya berjarak 2 lantai, maka tak butuh waktu lama sampai lift mencapai lantai G. Bunyi yang tak mengenakkan terdengar dari lift, mungkin karena lift ini tak terawat dan terlihat tua.     

Lift terbuka di lantai G, kami langsung keluar dari lift. Tapi, ada yang aneh. Saat kami keluar, bukan ruangan ataupun tempat yang familiar yang kami jumpai, melainkan hanya lorong sempit dengan dinding bercat cream, dan dua toilet di ujung lorong yang membentuk pertigaan, toilet sebelah kanan dengan lambang laki-laki, dan sebelah kiri dengan lambang perempuan, anehnya adalah lorong dan juga toilet ini terlihat kotor dan tak terawat, bahkan lampu toilet juga sudah redup cahayanya.     

Biar ku perjelas, dua toilet ini memiliki bentuk dalamnya yang sama, tak terlalu luas, ada sebuah cermin besar di sebelah kiri ruangan toilet yang dipasang pada posisi horizontal, dan 3 keran air pada wastafel. 3 bilik toilet masing-masing, dan sebuah tempat sampah kecil dipojok ruangan, hanya itu saja isinya, dan penerangan di dalamnya seperti yang tadi aku bilang sudah redup. Oh iya, cermin yang di dalam sana juga sudah kotor dan entah berapa lama tak dibersihkan.     

Di lorong kecil ini, terdapat beberapa peralatan yang aku tak tahu gunanya untuk apa, peralatan ini sudah berdebu dan bisa dibilang tak layak pakai. Di ujung yang lain terdapat sebuah pintu yang menutup dan menghalangi ruang di baliknya yang tampak gelap dan terlihat apapun. Saat Riduan mencoba membuka pintu itu, ternyata pintu tersebut terkunci. Aku langsung menekan tombol turun di lift, dan berharap lift segera datang. Aku tak tahu lorong kecil ini untuk apa, tapi aku merasakan adanya hawa tak enak yang seolah menyuruh kita untuk cepat pergi.     

Anehnya, lift kali ini muncul lebih lama daripada sebelumnya, bahkan kalau dibandingkan dengan waktu lift tiba saat kami di dalamnya tetap saja lebih lama. Pada akhirnya, lift pun tiba, kami bertiga segera masuk ke dalam lift, meninggalkan tempat aneh itu beserta hawa anehnya. Kami tidak kembali ke B2, karena pastilah sang security sudah berjaga dan siap melontarkan pertanyaan. Maka, aku memilih lantai B1, tidak jauh dari lantai itu untuk kembali ke lantai G     

Sesampainya di lantai B1, lift terbuka dan menampilkan sebuah lorong kosong, dengan ruangan kaca di sebelah lift, ruangan kaca yang gelap dan seperti tidak ada lampu, ada sebuah bacaan dari sebuah brand minuman keras yang tertulis disitu. Tak jauh dari sana, ada toko yang menjual khusus minuman keras, lokasinya terpencil jika dibandingkan toko lain yang berada di lantai B1, dan tak sulit bagi kami untuk menemukan tangga menuju ke lantai G, begitu lah kami bertiga pada akhirnya bisa keluar dari gedung tersebut, dan kartu transjakarta milik Riduan aman berada di tasnya, aku pun pamit pulang lebih dulu karena tampak Riduan dan Yoga ingin bersantai dulu sambil menghisap rokok mereka.     

The end.     

REFERENSI KEDUA     

Lembur di kantor tentu bukan hal menyenangkan, begitu pula yang dirasakan oleh 3 pegawai kantoran, sebut saja Pak L, Pak D, dan Bu A. Mereka terpaksa lembur karena banyaknya pekerjaan yang diakibatkan dari kebijakan pemerintah untuk WFH sementara, dan kini mereka sudah bisa masuk kantor, namun pekerjaan yang banyak sudah menanti.     

Posisi duduk mereka seperti berikut, Pak L dan Bu A berada di tengah ruangan, dengan meja kerja mereka saling berhadapan. Meja kerja Pak L menghadap ke arah jendela, sementara meja keeja Bu A menghadap ke luar ruangan kerja mereka. Sementara posisi Pak D berada di pojok ruangan, yang mana dia bisa saja melihat posisi Pak L jika dia berbalik badan.     

Situasi sebelumnya aman terkendali, namun tiba-tiba tanpa disangka, terjadilah gangguan di kantor mereka, sebelumnya mereka kerja di satu ruangan, dan ada ruangan kosong di samping ruangan mereka. Ruangan tersebut sementara kosong karena tidak ada yang lembur dari tim yang memakai ruangan tersebut. Tiba-tiba saja, Pak D yang posisinya cukup dekat dengan ruangan kosong tersebut, melihat ada sosok perempuan dengan baju berwarna hitam, namun sayang karena kurangnya pencahayaan, wajah sosok tersebut tak terlihat. Pak D masih berfikir positif, mungkin ada pekerja lain yang lembur tanpa dia tahu.     

Tidak berhenti sampai disitu, tak berselang lama kemudian gangguan kembali terjadi, dan lagi-lagi dari ruangan sebelah yang kosong tersebut. Tiba-tiba saja terdengar suara ketukan di kaca ruangan tersebut berkali-kali hingga mengganggu mereka bertiga, namun saat dilihat benar-benar tak ada orang. Pak D mulai merasakan kejanggalan disini, namun dia masih berupaya berpikir positif dan memilih untuk lanjut fokus bekerja.     

Waktu semakin malam, dan tiba lah gangguan yang mereka bertiga sebut sebagai puncaknya. Bu A yang posisi mejanya bisa melihat ke luar ruangan mulai merasa tak enak, dia merasa seolah ada sesuatu yang memperhatikan mereka. Bu A berbicara mengenai apa yang dirasakannya saat itu kepada pak L, dan saat mereka melihat ke arah yang dimaksud Bu A, terlihatlah oleh mereka sosok perempuan berbaju hitam yang sebelumnya dilihat oleh Pak D.     

Sosok itu melihat tajam kearah mereka, memancarkan hawa tak suka dan mungkin sedikit terganggu oleh kehadiran manusia, Bu A pun langsung mengajak kedua rekan kerjanya untuk menyelesaikan pekerjaan mereka hari ini dengan penuh rasa takut. Mereka segera membereskan perlengkapan kerja mereka dan segera kembali pulang ke rumah.     

REFERENSI KETIGA     

Ini adalah cerita dari kakakku. Dia yang menceritakan ini langsung kepadaku. Dia bilang, waktu itu dia sedang bekerja dengan teman-teman yang lainnya, lembur seperti biasa yang terjadi akibat efek WFH.     

Waktu itu, mungkin dia lagi apes aja.  Lagi fokus kerja, keyboard komputer di samping dia bunyi sendiri. Awalnya, dia pikir itu temennya juga yang masih lembur. Tapi, pas dia cek ternyata gak ada orang, dan dia baru inget, temennya yang biasa di sampingnya waktu itu lagi jadwalnya libur.     

Selepas kejadian, dia langsung beres-beres, dan pulang duluan dari temen-temennya.     

REFERENSI KEEMPAT     

Ellena, ya salah satu karakter di novel, si hantu gadis bocil, dia adalah karakter yang benar-benar ada. Faktanya, dia adalah sahabat hantuku.     

Dia adalah hantu perempuan yang memakai tubuh seorang bocah, wujud aslinya? Haha, aku yakin tidak ada satu pun yang mau melihat wujud aslinya.     

Dia friendly, tapi kalau sedang marah, cuma satu yang bisa kalian lakukan LARI! Ya, segitu menyeramkannya lah dia. Masa lalunya tidak begitu kelam saat dia hidup. Tapi, akhir hidupnya? Menyeramkan.     

Dia meninggal pada zaman Nusantara, di daerah suatu kerajaan saat sedang bermain dengan saudaranya di luar tempat menginapnya. Bukan hanya dibunuh, tapi juga disiksa dan diperlakukan dengan sangat amat keji. Sejak saat itu, dia menyimpan dendam di hatinya, dan dia bilang kalau tidak akan terus mencari pelakunya, dan membalaskan dendammya.     

Aku sudah pernah bilang, kalau pelakunya sudah tidak mungkin masih hidup sampai sekarang, sudah bisa dipastikan kalau mereka sudah meninggal juga. Tapi, dia tetap keras kepala, katanya sebelum dia lihat kuburan dari pelakunya, dia gak akan pulang.     

Saat ini, yang bisa kulakukan hanya menemani, dan menghiburnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.