Misteri Gedung Kantor

Bab 16



Bab 16

0Aku memutuskan untuk tidak terlalu memikirkan lebih lanjut tentang Ellena, aku rasa Fadil akan menceritakannya kepadaku di lain hari. Aku memutuskan untuk tidur, mengistirahatkan tubuhku untuk kembali bekerja esok hari.     

Malam ini, aku benar-benar tertidur nyenyak, sudah lama sekali rasanya aku tidak tertidur senyaman malam ini. Kasur rumah yang tidak begitu empuk, namun mampu memberikan kenyamanan yang lebih terasa dibandingkan kasur mana pun, ditambah tidak ada lagi kejadian yang menyeramkan yang biasanya selalu menghantui hari-hariku.     

Paginya, aku terbangun begitu segar. Penuh semangat, aku langsung bersiap. Disambut matahari cerah pagi hari memberiku energi tambahan untuk menjalani hari. Kemacetan jalan kota Jakarta yang selalu menemani tiap orang kembali menyambutku dengan riuhnya suara mesin dan klakson kendaraan.     

Gedung kantor yang mewah kini sudah terpampang jelas di depan wajahku. Orang-orang berseragam rapih berjalan beriringan memasuki gedung kantor, ada yang penuh semangat seperti diriku, ada yang malas-malasan.     

Setelah melewati tahap pengecekan yang mengikuti protokol kesehatan, aku diperbolehkan untuk menuju lantai tempat kantorku berada. Seperti biasa, Pak Rusdi adalah orang pertama yang tiba, dan dia menyambutku kembali saat aku muncul di koridor kantor.     

"Gimana, Din? Udah sehat lagi?" Katanya berbasa-basi sambil merangkulku.     

"Alhamdulillah udah pak. Makanya saya langsung kerja hari ini, hehe." Jawabku dan kembali berjalan ke meja kerjaku, menaruh tas dan langsung duduk untuk mengistirahatkan sejenak tubuhku dari macetnya jalan kota Jakarta.     

Satu persatu rekan kerjaku mulai berdatangan, dan mereka turut bergembira karena aku sudah kembali bekerja. Kami sedikit bercanda tawa, dan bercerita tentang apa saja yang sudah terjadi selama aku dan Pak Jefri dirawat.     

Menurut mereka, Pak Rusdi benar-benar sudah cocok menjadi leader, dia benar-benar mampu menangani situasi kantor, membagikan beberapa pekerjaanku secara merata ke teman-temanku, sehingga tidak ada pekerjaan yang menumpuk.     

Itu sebabnya pula aku tidak melihat dokumen kerja yang bertumpuk di meja kerjaku. Memang masih ada dokumen yang harus aku kerjakan, tapi tidak sebanyak dugaanku. Aku benar-benar bersyukur telah dipertemukan dengan rekan-rekan yang luar biasa ini.     

Pak Jefri seperti biasa datang paling akhir, dia terlihat benar-benar segar, sulit dipercaya beberapa hari yang lalu dia dirasuki begitu kuat oleh Hantu Bu Risma. Senyuman hangatnya dan ucapan selamat pagi dia lontarkan ke arah kami semua dan kembali berjalan masuk ke ruangan kerjanya.     

Kami juga memutuskan untuk mulai bergulat dengan dokumen kerja kami, menyudahi segala pembicaraan yang tadi asik kami lakukan. Tidak lama kemudian, Pak Jefri mengintip keluar dari ruangannya, dan dengan suara yang pelan sekali, dia memanggilku untuk masuk ke ruangan.     

Aku yang menyadari tindakan Pak Jefri langsung berdiri dan segera menghampiri ruangannya. Tidak lupa aku tetap mengetuk pintu ruangan kerja Pak Jefri terlebih dulu sebelum masyk ke dalam.     

"Masuk." Balas Pak Jefri dari dalam setelah aku mengetuk pintunya.     

"Tadi manggil saya, pak? Ada apa ya?" Tanyaku.     

"Ah iya, soal mimpi yang waktu itu, kamu gak lupa kan, Din?"     

"Iya saya masih ingat. Kenapa emangnya, pak?"     

"Kamu masih yakin itu cuma karena sebatas trauma?" Pak Jefri balik bertanya, memastikan pendapatku tentang mimpi yang kami alami saat kami masih dirawat.     

"Menurut saya sih masih begitu." Balasnya.     

"Bu Risma ngebisik kata minta tolong di mimpi kamu kan? Menurut kamu gimana soal itu?" Tanyanya lagi. Percakapan ini bahkan membuatku lupa kalau kami masih ada di jam kerja.     

"Kalau soal itu, saya gak tau sih. Menurut Bapak gimana?' Kali ini aku meminta pendapatnya.     

"Permintaan tolong dari Bu Risma itu yang bikin saya kepikiran kalau dia benar-benar nitip pesan ke kita." Jawabnya sambil mencondongkan tubuhnya ke depan. "Kamu pernah baca gak kenapa arwah seseorang bisa bergentayangan?"     

"Belum sih, pak. Emang kenapa?" Sahutku kali ini dengan nada sedikit penasaran.     

"Salah satu penyebabnya ialah ada urusan yang belum selesai selama dia hidup. Alasan lainnya, ada orang lain yang belum bisa mengikhlaskan dia."     

"Jadi menurut Bapak, Hantu Bu Risma masih bergentayangan salah satunya karena itu?" tanyaku.     

"Bisa aja, beliau meninggal karena bunuh diri, kamu tahu kan ceritanya? Nah, biasanya orang bunuh diri itu karena lari dari masalah duniawi, pertanyaannya adalah, masalah apa yang dihadapi Bu Risma sampai dia nekat begitu?" Pak Jefri langsung mengarahkan topik pembicaraan ke inti masalah.     

Harus ku akui, ucapannya bisa diterima jika sesuai dengan penyebab seseorang menjadi hantu berdasarkan yang ia baca. Kasus bunuh diri yang pernah aku baca biasanya ada dari tekanan karir yang terlalu berat, biaya hidup yang diatas kemampuan atau alasan paling simpel karena berakhirnya sebuah hubungan asmara.     

"Mungkin kita bisa pikirin lain kali, pak. Pertanyaan itu saya rasa bisa terjawab seiring berjalan waktu, juga karena ini masih jam kerja, saya gak enak kelamaan ninggalin kerjaan saya." Balasku.     

"Ah iya, benar juga." Sahut Pak Jefri. "Omong-omong, motor kamu udah sama kamu lagi kan?"     

"Eh iya, kok Bapak tahu?" Tanyaku sedikit terkejut, tidak menyangka Pak Jefri mengetahui soal motorku yang tiba-tiba saja sudah terparkir di halaman parkir rumah sakit saat itu.     

"Ada yang laporan ke saya, kunci motor punya kamu jatuh dari jaket kamu pas kita berdua gak sadar. Saya minta security bawa motor kamu ke rumah sakit tempat kamu di rawat, terus titip ke security di rumah sakitnya."     

"Kok Bapak bisa tau saya dirawat di rumah sakit mana?" Aku masih terheran-heran.     

"Saya gak tau, security tau." Balasnya simpel. "Jadi, ada orang yang kasih tau kamu motor kamu udah di sana atau gimana?"     

"Eh, nggak. Saya lagi liat-liat sekeliling aja, nikmatin udara luar. Terus gak sengaja liat, untung aja parkiran motornya ada di bagian samping bangunan, jadi masih keliatan." Balasku. "Terus, saya samperin security aja."     

"Haha oke lah. Sana kembali kerja." Pak Jefri melambaikan tangannya menyuruhku keluar dari ruangan kerjanya.     

Aku berjalan keluar ruangan dan tidak lupa pula menutup pintu ruangannya, lalu segera kembali menuju meja kerjaku, untuk kembali bergelut dengan kertas dokumen dan juga layar komputer. Belum lama aku kembali disibukkan dengan pekerjaanku, Rivaldi tiba-tiba saja muncul di sampingku dan membuatku terkejut.     

"Hehe, kaget ya? Maaf deh." Katanya sambil memamerkan senyumnya yang menyebalkan.     

"Ada apaan sih? Ganggu aja masih jam kerja nih." Aku sedikit kesal dengan tingkahnya kali ini.     

"Hehe, ntar istirahat temenin gua ke basement yok." Jawabnya.     

"Ngapain?" Tanyaku lagi.     

"Dompet gua ketinggalan di tas, gua lupa tasnya masih ada di mobil Pak Rusdi, gua abis nginep soalnya, kemarin ada acara hehe."     

"Lah, berarti kan lu udah sama Pak Rusdi nanti kebawahnya. Ngapa ngajak gua juga?"     

"Biar ramean dikit, sekalian cerita-cerita lah peristiwa yang waktu itu gimana."     

Aku menghela nafas mendengar alasannya. "Yaudah deh iya." Balasku.     

Basement gedung ini? Seperti apa ya? Aku belum pernah kesana selama aku bekerja di sini. Aku selalu memarkirkan motorku di lahan parkir yang berada di samping gedung kantor. Apakah basement gedung ini juga menyimpan kisah menyeramkan?     

Biasanya di film atau cerita seram, basement merupakan salah satu tempat yang paling angker dan banyak kejadian menyeramkan dan teror yang terjadi di basement. Tapi, aku rasa semua itu hanya karangan saja, kalau benar basement semenyeramkan yang diceritakan harusnya tidak ada banyak orang yang mau parkir kendaraannya di sana.     

Aku harap pikiranku benar.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.