(In)Sanity

CH. 2 - Part Two



CH. 2 - Part Two

0Sore hari sekitar jam 3, 1 jam setelah pulang sekolah.     

Di basement rumah ku, Di sana ada Hide Himawari yang duduk di atas kursi terikat dengan kedua mata di tutup oleh kain dan mulutnya juga.     

Hampir seluruh tubuhnya memiliki luka dan semua luka itu di sebabkan oleh ku.     

Ke sepuluh jari tangannya sudah patah dan kuku-kukunya sudah di cabut secara paksa.     

Di sekujur tubuhnya ada bekas luka yang di hasilkan oleh benda tajam.     

Dan yang lebih parah..Matanya.     

Dari balik penutup matanya, Keluar sangat banyak darah dan juga air mata. Darah yang keluar dari matanya sudah mengering tapi tidak ku bersihkan.     

Dengan sengaja aku tidak membersihkan seluruh lukanya untuk menambah rasa sakitnya.     

Tubuhnya sedikit-dikit mengejang.     

Seperti tubuh seseorang yang tersetrum oleh listrik aliran kecil, Tubunya mengejang-ngejang.     

Tubuhnya juga seperti reaksi seseorang yang kedinginan.     

Tapi bukan karena ia ku setrum dengan listrik atau bukan karena dia kedinginan melainkan karena tubuhnya sudah tidak dapat menahan rasa sakit lebih dari ini. Terutama dimana aku tidak mengobatinya sama sekali.     

Dia bahkan tidak menjerit dan mengerang.     

Dia terpaku diam di atas kursi kayu tempat dia di ikat.     

Tidak seperti biasanya dimana dia terus-menerus menjerit ketakutan dan kesakitan.     

Bahkan setiap kali aku memencet tombol untuk menyetrumnya dengan listrik tegangan tinggi supaya aku dapat mendengarkan Musik dari suaranya dia..Sama sekali tidak bereaksi.     

Sepanjang jalan aku hanya merasakan bosan tanpa musik yang dia keluarkan. Dapat di bilang satu hari ini aku sama sekali tidak mendengar suaranya yang di setrum.     

Aku penasaran..     

Apa dia baru saja Tewas saat aku pergi ke sekolah atau dia sudah tidak memiliki tenaga?     

Hmmm...?     

Aku akan memeriksanya nanti setelah aku membeli 1 kotak paku payung lagi setelah ini.     

.     

.     

.     

.     

Setelah aku membeli satu kotak paku payung, Aku dengan segera kembali ke rumah dan memeriksa keadaan Himawari. Bukan karena aku khawatir terhadapnya tapi karena dia satu-satunya yang dapat melepaskan rasa bosanku..Yaa, untuk sekarang.     

Walaupun aku terlihat terburu-buru, Aku masih berjalan dengan santai dan tenang..Jujur walaupun begitu aku tidak terlalu peduli dengan kondisi Himawari. Terserah dia ingin tewas begitu saja atau tetap hidup walaupun aku kehilangan penghilang rasa bosan ku aku dapat mencarinya lagi nanti yang lain.     

.     

.     

Perjalanan ku menuju rumah sama seperti aku menuju sekolah ku dari rumah, Yaitu kurang dari 30 menit.     

Sesampainya di dalam rumah, Aku masuk kedalam basement dan menemui Himawari yang terpaku duduk di atas kursi.     

"Hi-Ma-Wa-Ri-Chan~"     

Aku memanggilnya dan dia tidak membalasnya sama sekali dengan gerak-gerik apapun.     

"Bagaimana keadaanmu, Kau baik-baik saja, Hmm?"     

"....."     

"Baguslah kalau begitu. Aku tahu kau baik-baik saja"     

Himawari mungkin tidak membalas tapi aku bias tahu kalau dia masih hidup berkat nafasnya yang berat.     

"Nee~ Nee~ Himawari-chan. Aku memiliki mainan yang kau suka..Taa~Da~ Paku payung persis seperti yang sebelumnya. Bagaimana, Bagaimana~"     

"...."     

Dia tidak biasanya seperti ini..Ada apa? Apa mungkin aku sudah membunuh mentalnya? Sepertinya begitu.     

Satu minggu penuh dengan penyiksaan tanpa cahaya, tanpa udara, tanpa pengobatan, bahkan tanpa makan dan tidak bergerak sama sekali sudah bagaikan pembunuhan secara perlahan.     

"Tapi, Tapi..Aku tidak tahu harus memakunya dimana lagi di tubuhmu..Kedua matamu sudah tidak dapat menampungnya lagi bahkan aku harus melepas kedua matamu dengan paksa kemarin karena itu mulai bernanah dan terus-menerus mengeluarkan darah..Yaa, Lagi pula kau juga tidak akan dapat menggunakannya lagi , Buka. Hahahaha"     

"....."     

"Kau tidak bersuara sama sekali Himawari-chan, Ada apa? Apa ada sesuatu yang mengganggu mu atau..Ada yang sakit?"     

"..."     

Hmm...Dia sama sekali tidak menjawab lawakanku.     

Ada apa ini?     

Biasanya Himawari akan berteriak ketakutan dan bisa seharian dia menjerit ketakutan.     

Sudah seminggu saat di mulainya aku menyiksa Himawari dengan paku payung. Satu hari satu paku payung bahkan bisa lebih.     

Di hari pertama aku memasukan 5 paku payung ke bagian belakang mata kirinya dan hari kedua 3 dan hari seterusnya aku memasukan secara acak lalu kemarin aku terpaksa mencabut kedua matanya secara paksa karena kedua matanya sudah tidak dapat menampung banyak paku payung yang menancap.     

Aku mencabut kedua matanya menggunakan pisau dimana aku mencongkel kedua bola matanya secara paksa.     

Saat aku mencongkelnya, Bola matanya terpental dan memantul-mantul di lantai. Darah keluar banyak dari kelopak matanya saat aku mencabut bola matanya. Melihatnya sudah seperti Himawari mengeluarkan air terjun darah yang indah dari kedua kelopak matanya.     

Di waktu itu lah Himawari mulai tidak bereaksi sama sekali. Bahkan dia terdiam saat aku mencongkel kedua matanya keluar. Dia tidak berteriak, Melawan, atau bahkan menjerit kesakitan. Aku tidak bosan waktu itu melainkan aku menikmatinya.     

Sekarang...Aku harus apa supaya Himawari-chan dapat berbicara?     

"Himawari-chan, Ayo katakan sesuatu...Kalau tidak aku dapat bosan lagi. Kau tidak menghiburku sama sekali seharian ini. Aku tidak mendengar suara kesakitanmu setiap kali aku menyetrum mu, Hmm~"     

"....."     

"Lalu aku harus apa? Apa kau mau paku payung lagi?"     

"....."     

"Benar juga ya..Mau di tancapkan dimana paku payung ini kalau kau sudah tidak memiliki kedua bola matamu..Tidak mungkin di tubuhmu kan. Itu sangat membosankan~"     

".... .... ...."     

"Hmm..Hmm..Apa itu? Himawari-chan, Kau ingin mengatakan sesuatu?"     

".... .... ...."     

"Ahahaha, Kalau begitu bilang dari tadi..Aku akan melepas penutup mulut mu dan kau boleh kembali bicara setelah 2 minggu berturut-turut di bungkam"     

Aku melepas penutup mulut Himawari-chan dan membiarkan dia berbicara kembali setelah 2 minggu berturut-turut dia tidak membuka mulutnya.     

"Taa~Daa~...Himawari-chan kau boleh berbicara sekarang"     

".... ..... .... ....."     

Aku sudah membuka penutup mulutnya tapi dia belum berbicara sama sekali.     

Kepalanya hanya bergantung dengan tubuhnya ke bawah dan dari mulutnya keluar banyak air liur dan darah.     

Aku melihat dia berkali-kali menarik nafas dan membuangnya lewat mulutnya.     

Sungguh ajaib selama 2 minggu berturut-turut penuh penyiksaan, Himawari-chan dapat bertahan selama ini dan tetap hidup.     

Dia kehilangan ke-10 jari tangannya.     

Dia kehilangan pengelihatannya.     

Dia memiliki banyak bekas luka baik dalam dan luar.     

Dia di setrum dengan Listrik bertegangan tinggi setiap hari.     

..Dan dia..Masih hidup melewati berbagai macam siksaan dan rasa sakit ini.     

Himawari-chan..Kau benar-benar...     

..MAINAN TERBAIKKU!     

Aku..Menyukainya.     

Tapi sepertinya..Waktumu..Harus berakhir disini.     

Mengenai kondisimu yang sudah tidak lagi memungkinkan untuk ini semua..Aku harus...     

..Mengakhiri hidupmu..Sekarang.     

Tapi sebelum itu, Aku mengizinkanmu untuk mengucapkan perkataan terakhirmu.     

"Bagaimana Himawari-chan...Ada sesuatu yang ingin kau katakan?"     

".... ..... ....."     

"Hmmm...."     

Sepertinya tidak ada..Ini hanya buang-buang waktu saja.     

Seharusnya aku langsung membunuhnya saja.     

Ini justru membuatku bosan kembali-     

"A-A-...."     

"Hmmm...? Himawari-chan?"     

"A...-A...."     

"Wooooo...Himawari-chan..Kau berbicara juga akhirnya..Ayo ayo, Katakan sesuatu Himawari-chan~"     

"A-Aku...-"     

"Ya Ya Ya~"     

"Aku...Men...-"     

"Ya Ya Ya..Lanjutkan~"     

"Aku...Men...Cintaimu..."     

"!?!?!?!?"     

Perkataannya untuk pertama kali setelah 2 minggu tidak bicara membuatku..Terkejut.     

"Apa..Maksudnya ini!? Himawari!!!"     

"Dalam hidupku...Aku...Selalu...Membencimu..."     

"...Kau aneh...Kau gadis yang selalu diam...Kau berperban tanpa sebab yang jelas...Dan kau pintar...Aku membencimu...Sangat...Membencimu..."     

"!?!?"     

"Tapi...Saat waktu itu datang..."     

"...Saat aku di jauhi...Saat teman-temanku menjauhiku...Saat aku terkena depresi yang dalam...Merasa seolah hidupku hancur dalam sekejap...Kau...Mendatangiku..."     

"Himawari...!?"     

"Kau datang kepadaku walaupun kau tahu aku selalu membencimu...Walaupun kau tahu kalau aku selalu membullymu...Walaupun kau tahu aku jahat padamu...Tapi kau datang padaku...Dengan senyum mu dan kebaikan mu...Kau datang padaku..."     

"!?!?!?!?"     

"Waktu itu...Aku tidak peduli siapa saja yang ingin menolongku...Tapi...Aku tidak pernah menyangka kalau kau yang akan datang kepadaku...Awalnya aku takut kau ingin membalas ku tapi...Kau justru menolongku di waktu aku kesulitan...Dan itu cukup...Membuatku senang kembali..."     

"Selama 1 minggu kau bersamaku...Aku merasa nyaman...Aku merasa hangat...Aku merasa senang...Aku merasa bahagia...Lebih bahagia ketimbang bersama teman-temanku...Aku merasa kalau kau adalah...Malaikatku...Bidadariku...Aku...Menyukaimu..."     

"Himawari...!?"     

"Aku memutuskan segala hubunganku dengan teman-temanku hanya untuk mu...Aku memutuskan hubungan dengan pacarku hanya untuk mu...Segalanya untuk mu...Aku ingin memulai hari-hari baru ku...Bersamamu...Dengan mu...Yuna"     

Himawari mengangkat kepalanya yang selama ini tertunduk mengarah padaku.     

Dia sudah tidak memiliki kedua bola mata jadi untuk apa dia mengarah kearahku.     

Dia sudah tidak dapat melihat.     

Dia bahkan sudah tidak dapat berpikir jernih.     

Ahh, Kacau...Otaknya sudah rusak.     

Pikirannya sudah rusak.     

Sepertinya ini akibat aku yang menyiksanya lebih dari 2 minggu berturut-turut.     

Dia sudah mulai mengatakan isi hatinya begitu saja.     

Apa selama ini kau suka di siksa?     

Sepertinya tidak..Dia hanya ingin mengatakan kebenaran dari apa yang dia rasakan terhadapku.     

Tapi..Ini sudah terlambat.     

Lagi dia akan mati..Sekarang.     

"Himawari..."     

Himawari mengangkat kepalanya sekali lagi dan wajahna penuh rasa lelah, kesakitan, dan memohon.     

"Apa ini...Apa yang baru saja kau katakan...Aku...Sama sekali...Tidak Paham!"     

"Ehh???"     

"Rasa nyaman? Rasa hangat? Rasa senang? Rasa bahagia? Malaikat? Bidadari?...Apa yang kau maksud? Aku sama sekali tidak paham maksudmu...Kau menyedihkan!"     

"...Yu..Na?!?!"     

"Apa selama ini kau senang di siksa? Apa selama ini kau merasa baik-baik saja selama di siksa? Apa kau rela di siksa oleh ku? Tentu saja tidak bukan!"     

"...I...Tu...-"     

"TENTU SAJA TIDAK BUKAN!!!...LALU APA MAKSUD MU BARUSAN!?!?!?"     

"Yu...Na..?!?!?"     

"AKU MENGIZINKAN MU BICARA HANYA UNTUK MENDENGARMU MEMOHON AMPUN, MENJERIT, DAN BERTERIAK..BUKANNYA PERKATAAN SAMPAH INI!!!"     

"Yu...Na...Aku...-"     

"DIAM KAU!!! DARI AWAL AKU HANYA MEMANFAATKAN MU. AKU BAIK KEPADAMU HANYA UNTUK MENGAMBILMU SEBAGAI MAINANKU. DARI AWAL AKU BAHKAN TIDAK MENYUKAIMU. AKU BAHKAN TIDAK PERNAH INGIN MENOLONGMU!"     

"Yu...Na...????"     

"Seluruh perkataan manisku padamu...Semuanya adalah Bohong!"     

"?!?!?!"     

"Haaahhh...Ini membosankan...Kau sudah mulai sangat membosankan, Himawari-chan. Sepertinya aku harus mulai membuangmu"     

"HIIIIIKKKKK!!!"     

"Himawari-chan...Aku sudah tidak lagi Membutuhkan mu!"     

"?!?!?!?!?!?!"     

"Kalau begitu...-"     

Aku menaruh kabel penyengat listrik hampir keseluruh tubuh vital milik Himawari.     

Dada sebelah kiri tempat jantung berada.     

Kedua sisi dari dada tempat paru-paru berada.     

Kepalanya.     

Kedua Lubang telinga.     

Kedua kelopak mata yang sudah kosong.     

Lubang hidung.     

Leher.     

Bahkan kemaluannya.     

Aku menaruhnya dengan sangat erat dan menjebit seluruh bagian Himawari sampai memerah.     

"TIDAKKK!!! HENTIKAN!!! AKU MOHONNNN!!!"     

"ITU YANG INGIN KU DENGAR DARI TADI, HIMAWARI-CHAN~!!! Tapi...Sekarang sudah terlambat-"     

"...Kau sudah mengecewakanku. Kau sudah membuatku bosan. Aku sudah tidak membutuhkan mu. Lalu..Untuk apa aku harus menyimpanmu"     

Aku mengambil remot yang berfungsi untuk mengaktifkan listriknya.     

"TIDAAAAKKKK!!! JANGAN!!! AKU MOHON!!!"     

"Aku tidak perlu mengulangnya kembali, Himawari-chan. Kau..Sudah tidak di buthkan!"     

Aku mulai bersiap-siap untuk menekan tombol pengaktif Listriknya.     

Dalam hitungan ketiga aku bersiap menekan tombol.     

"HENTIKAAANNNNN!!!"     

"3..."     

"JANGANNNN!!! YUNA AKU MOHON!!!"     

"2..."     

"MAAFKAN AKU YUNA!!! MAAFKAN AKU!!! AKU MOHON!!!"     

"1..."     

Dengan cepat aku menekan tombolnya yang secara cepat mengaktifkan listrik dan mulai menyengat Himawari dengan tegangan paling tinggi.     

"AAAAAAAKKKKKKKHHHHHHH!!!"     

Himawari menjerit kesakitan..Sangat kesakitan.     

Listrik yang menyengatnya memperlihatkan warna biru yang sangat terang dan cerah.     

Dari mulut, hidung, dan telinga Himawari keluar banyak sekali darah.     

Himawari bahkan mulai mengompol dan membasahi seluruh rok dan kursinya.     

Aku melihatnya dengan wajah datar dan tidak senang sama sekali.     

Aku kemudian mundur berapa langkah dan mulai duduk di atas lantai sambil berpikir.     

"Rasa aman?"     

"Rasa nyaman?"     

"Rasa hangat?"     

"Rasa bahagia?"     

"Rasa senang?"     

"...Karena seseorang...Selama ini...Selama hidupku...-"     

"..Aku belum pernah..Merasakannya"     

"AAAAAAAAKKKKKKKKHHHHHHHHH!!!!!!"     

"Haa Aaaaahh...Ini...Membosankan"     

.     

.     

.     

.     

Kenapa...Aku tidak melawan?     

"AAAAAKKKKKKHHHHHHH!!!"     

Kenapa...Aku rela untuk di siksa olehnya?     

"AAAAKKKKHHH...KKKKAAAAAAHHHHHHKKK!!!"     

Kenapa...Aku menyukainya?     

"KKKKKKKHHHHHHHHH...AAAAKKKHHH!!!"     

Kenapa...Dia begitu menawan?     

"AAAAKKKK...KKKKKK!!!"     

Kenapa...Aku dapat jatuh pada semua perkataan manisnya?     

Kenapa...Aku sangat menyukainya?     

Kenapa...Aku nyaman bersamanya?     

Sejak kapan ini semua terjadi?     

Saat aku sadar aku sudah ada di atas kursi kayu ini dan di saat aku sadar itu lah..Kehidupan ku semuanya berubah bagaikan sebuah sihir..Sihir yang di buat, Olehnya.     

Ini bukan sihir Kebaikan, Pemberi keberuntungan atau keselamatan, Melainkan sihir kesakitan.     

Dia terus-menerus menyiksaku. Memberiku rasa sakit yang tiada tanding. Memberiku rasa putus asa dan depresi yang amat dalam.     

Namun...     

Kenapa aku diam saja?     

Itu karena aku takut. Aku takut padanya. DiaGila.Dia Psycho. Dia bahkan seseorang yang lebih mengerikan keetimbang manusia lainnya..Bahkan makhluk yang ada di muka bumi.     

Aku takut dengan senyumannya. Aku takut dengan perkataannya. Aku takut dengan segala tindakannya. Dia mengeluarkan sebuah sihir yang ingin di dengar oleh seseorang yang dia incar. Yaitu sihir Rayuan.     

Dia merayu ku, Membuatku menjadi baik kepadanya dan selalu mengikutinya. Dia ingin aku jatuh cinta padanya tapi aku tidak menyadari motif di balik ke inginannya yang sesungguhnya.     

Dia hanya ingin mengambilku sebagai mainannya, Bahan percobaannya, Sebuah boneka yang dapat ia mainkan, Sebuah alat yang dapat ia gunakan, Sebuah barang yang dapat ia rusak.     

Dia menginginkanku hanya untuk melepas rasa bosannya.     

Bodohnya aku yang jatuh pada semua perkataan manisnya.     

Bodohnya aku yang terlena oleh dirinya yang baik padaku.     

Bodohnya aku yang dapat dengan mudah menerimanya.     

Bodohnya aku yang membuang segala kehidupanku hanya untuknya.     

Hanya untuk dia dapat..Menyiksaku.     

Tapi..Kenapa aku..Di hari terakhirku..Aku..Mengatakan seluruh isi hatiku padanya?     

Bukannya perkataan membenci.     

Bukannya kutukan.     

Bukannya memarahinya.     

Bukannya meminta ampun.     

Itu karena...     

..Aku Mencintainya.     

Aku sangat mencintainya.     

Aku memang jatuh pada perangkapnya baik Perkataannya, Kebaikannya, Sifat palsunya, Perhatiannya, Aku memang jatuh pada segala perangkap miliknya itu..Lalu kenapa aku masih mencintainya walaupun aku selalu di siksa?     

Itu karena..Aku rela.     

Aku rela untuk di siksa olehnya.     

Aku rela untuk menjadi mainannya.     

Aku rela untuk menjadi kelinci percobaannya.     

Aku rela untuk menjadi alatnya.     

Segalanya..Seluruh tubuhku..Segala sesuatu yang aku miliki..Semuanya hanya untuknya..Untuk Yuna.     

Aku mencintainya. Itu karena aku mencintainya. Saking aku mencintainya aku rela di siksa olehnya dan membuang segalanya untuknya. Aku tidak peduli kalau dia ingin terus-menerus menyiksaku di sin, Itu karena aku mencintainya.     

Aku sudah membuang segalanya hanya untuknya maka dari itu..Aku sudah tidak memiliki apa-apa lagi. Maka dari itu..Aku rela di siksa olehnya.     

Tapi jujur..Aku sudah tidak dapat menahannya lagi.     

Ini menyakitkan dan ini melelahkan.     

Aku sudah tidak tahu seberapa lama dan banyak aku berteriak ke sakitan dan memohon untuk mengampuniku tapi dia terus-menerus menyiksaku merasa keasikan.     

Dia tidak memikirkan apapun tentang diriku.     

Diriku hanya ada untuk menjadi mainannya.     

Aku sudah tidak tahan lagi.     

Tapi aku sangat mencintainya.     

Karena aku sudah membuang segalanya hanya untuknya..     

..Itu berarti aku rela mati di tangannya.     

Aku tidak keberatan jika dia yang membunuhku.     

Aku tidak keberatan jika aku mati di tangannya.     

Aku tidak keberatan jika dia mau menyiksaku sampai aku mati.     

Itu tidak apa-apa.     

Itu karena..     

..Aku..Mencintainya.     

Aku rela mati..Untuknya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.