(In)Sanity

CH. 4 - Part Four



CH. 4 - Part Four

0Setelah acara mengenang kepergian Himawari selesai, Seluruh Murid, Guru dan karyawan keluar dari Gymnasium untuk melanjutkan kembali kegiatan belajar mengajar.     

Walaupun ditengah kesedihan dan duka, Kegiatan belajar mengajar harus tetap di jalankan.     

Zuka dan teman-temannya keluar bersamaan masih menangis kecuali Zuka yang sekarang memiliki perasaan yang berbeda dari yang lainnya.     

Teman-temannya secara perlahan pulih dari tangisan dan kesedihan mereka. Beberapa dari mereka yang sudah tidak menangis mencoba untuk menenangkan yang masih menangis.     

Sementara itu, Zuka terdiam sambil melihat kebawah tanah.     

Salah satu teman Zuka merasa khawatir dengan Zuka.     

"Zuka...Kau tidak apa-"     

"Semuanya!"     

Mereka semua terkejut melihat dan mendengar reaksi Zuka.     

"Kalian boleh pergi lebih dulu..Aku masih ada urusan"     

"Z-Zuka...Tapi-"     

Saat salah satu teman Zuka ingin menenangkan Zuka, Temannya yang sebelumnya duduk di sebelah dan melihat reaksi Zuka di dalam Gymnasium mengehentikannya. Dia memegang lengan dari temanya Zuka yang berusaha untuk menenangkan Zuka.     

"A-Ada apa?"     

Temannya bertanya dan hanya dibalas dengan gelengan kepala yang penuh dengan rasa takut. Lalu dia pun melanjutkannya dengan sepatah kata.     

"Ayo"     

Dia pun menarik temannya itu meninggalkan Zuka.     

Teman-temannya yang lain juga mulai pergi penuh dengan rasa khawatir dan takut meninggalkan Zuka berdiri sendirian.     

Kondisi disekitar sangat sunyi.     

Hanya ada hembusan angin yang dingin melewati.     

Tidak ada seorang pun di sekitar Zuka.     

Zuka sudah seperti merasakan siap bertarung dalam pertarungan bela diri bawah tanah yang diam-diam sering ia ikuti.     

Zuka sebenarnya sedang menunggu seseorang untuk keluar dari Gymnasium. Dia tahu siapa yang belum keluar dari Gymnasium dari tadi.     

Dari sekian banyaknya orang yang ada, Zuka sangat tahu siapa orang itu.     

"Butuh waktu lama untuk mu keluar dari situ"     

Zuka merasakan dan tahu kalau orang yag dia tunggu datang mendekatinya dari belakang walaupun sedikit jauh,     

Zuka membelokkan tubuh dan badannya melihat dan mengarah ke orang yang ada di belakangnya.     

"Kau tidak ada kepentingan dengan Himawari bahkan kau bukan siapa-siapanya melainkan seekor Rubah yang licik dan menjijikan!"     

"Wow~ Pemilihan kata mu cukup bagus untuk ku, Zuka. Aku suka itu..Rubah untuk ku kelihatan cocok dan menarik~"     

"Itu benar...Setiap kali aku melihat mu..Rasanya aku ingin meludahi mu dan muntah!"     

"Berarti kita sama~"     

Orang itu berhenti dan berada beberapa lagkah dari jangkauan serang Zuka.     

Dia melihat Zuka dengan senyumannya yang terlihat ramah untuk orang-orang tapi tidak untuk dirinya dan Zuka.     

Kedua matanya terbuka lebar melengkapi senyuman palsunya.     

Mereka berdua berdiri dengan tegak seolah-olah siap untuk bertarung.     

Bagi Zuka, Zuka sudah sering mengalami hal seperti ini setiap kali sebelum mulai bertarung dalam pertandingan Seni Bela Diri campuran atau MMA.     

Dan untuk Yuna sendiri...     

Dia sudah terbiasa juga dengan kondisi seperti ini...Kondisi sebelum dia dibully.     

Mereka saling menatap dengan berbeda ekspresi.     

Zuka dengan wajahnya yang penuh dengan amarah dan Yuna dengan wajahnya yang dihiasi oleh senyuman palsu.     

Jika dalam pertandingan Seni Bela Diri, Masing-masing lawan akan memilih untuk diam terlebih dahulu menunggu gerakan musuhnya atau menunggu siapa yang akan bergerak mengambil aksi terlebih dahulu.     

Tapi untuk mereka berdua..Mereka menunggu siapa yang akan berbicara terlebih dahulu.     

Siapa yang akan memulai aksi lalu bertahan dan siapa yang akan menerima lalu melawan.     

Satu hal yang cocok untuk menggambarkan keadaan meraka adalah...Keheningan.     

Tidak ada yang bergerak sedikit pun. Tidak ada yang berbicara sedikit pun. Bahkan tidak ada yang berkedip.     

Mereka terdiam membuat keheningan di sekitar mereka. Yang mereka lakukan hanya menatap satu sama lain. Jika ada satu orang pun yang lewat mereka pasti akan langsung pergi menajuh.     

Lalu ditengah keheningan ini, Salah satu dari mereka membuka mulutnya dan mulai berbicara.     

"Aku ingin berbicara dengan mu..Ikut aku!"     

Orang itu adalah Zuka.     

"Sudah kuduga..Tidak mungkin kau menunggu ku untuk mengajak ku berdansa bukan~"     

"Tidak perlu basa-basi..Ikut aku!"     

Zuka membalikkan badannya membelakangi Yuna dengan isyarat untuk mengikutinya.     

"Baik Baik~ Walaupun aku tahu apa yang akan terjadi selanjutnya..Seperti biasanya bukan~"     

".....Ya...Walaupun sedikit berbeda kali ini"     

"Hmm...Aku tidak sabar~"     

"Lebih baik kau hilangkan rasa sabar mu itu..Karena ini mungkin akan membuat mu kesal dan menyesal tidak seperti biasanya"     

"Iya kah~ Aku rasa akan sama seperti biasanya~ Maksud ku..Biasa-biasa saja~"     

"...Kita lihat saja nanti. Ini akan cukup berbeda"     

Yuna mengikuti Zuka dari belakang.     

Yuna tidak tahu ingin dibawa kemana dia tapi perasaan Yuna masih sama seperti sebelumnya dan dia tidak merasakan sedikit pun ancaman dan rasa khawatir yang tinggi walaupun di depannya ada Zuka yang cukup dia benci.     

Setelah berjalan cukup jauh ke lapangan olahraga sekolah, Mereka berdua masuk ke dalam gudang tempat peralatan olahraga.     

Di dalam sangat gelap dan penuh dengan peralatan-peralatan olahraga.     

Tidak ada siapa-siapa di dalam kecuali Yuna dan Zuka.     

Zuka pempersilahkan Yuna untuk masuk terlebih dahulu.     

"Heee~ Didalam gudang ya..Kau ingin membuat ini sedikit Personal bukan begitu, Zuka. Tidak seperti biasanya"     

"Sudah ku bilang bukan..Ini akan sedikit berbeda dari biasanya"     

Zuka kemudian menutup pintu dan mengunci pintu dari dalam dengan cara mengganjalnya dengan beberapa barang dan peralatan olahraga yang cukup berat dan besar.     

"Heee~ Tentu saja kau pasti akan mengunci pintunya~ Waaahhh~ Aku mulai sedikit takut~ Apa yang akan kau lakukan kepada ku~ Zuka-chan kau nakal~ Tee-hee~"     

Yuna terus menggoda dan mempermainkan Zuka tapi Zuka tidak membalas.     

Zuka terdiam sambil menundukkan kepalanya.     

"Hmmm~ Ini benar-benar beda dari yang biasanya~"     

Yuna membalikkan tubuhnya membelakangi Zuka.     

"Baiklah, Aku siap, Zuka. Kau boleh melakukan apa saja kepada ku..Dan jika kau ingin merasakan tubuh ku dengan cara memperkosa ku, Aku akan menerimanya~"     

"Aaaa...Dengan senang hati..."     

Zuka mendekati Yuna dengan perlahan dari belakang.     

"Hmmm~ Serius~"     

Lalu saat Yuna menolehkan kepalanya kebalang mencoba untuk melihat ke arah Zuka, Zuka mengayunkan pemukul Basball yang dia ambil diam-diam di belakang Yuna.     

Zuka mengayunkannya ke arah kepala Yuna dengan tenaga yang cukup untuk membuatnya pingsan.     

BAM!!!     

"Kyaaargghh!!!"     

Kepala Yuna terpukul dengan sangat keras dan membuat Yuna terjatuh ke atas lantai yang dingin. Dalam sekejap Yuna pingsan tidak sadarkan diri.     

Kepala Yuna mengeluarkan darah akibat benturan dari pemukul baseball yang Zuka ayunkan.     

"Bersiaplah, Yuna. Kali ini giliran ku untuk bermain-main lebih dengan mu"     

"...Kau yang akan ku permainkan seperti sebuah mainan"     

"...Kau akan menjadi mainan yang sangat menarik dan lebih menarik dari mainan yang sering ku dapatkan"     

"..Kau akan menjadi samsak tinju ku yang lebih menarik ketimbang kantung pasir!"     

"Kau yang akan merasakan Siksaan yang lebih sekarang!!!"     

"Kini...KAU YANG AKAN TERSIKSA!!!"     

Zuka mengeluarkan sifat aslinya..     

Julukannya sebagai "Si Sadis" Ternyata bukanlah Main-main. Yuna akan merasakan pengalaman yang sangat berharga dan sangat menyakitkan untuknya..Selanjutnya.     

Luka yang baru...Akan segera terbentuk.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.