Consumed by You (21+)

Pertemanan



Pertemanan

0Setelah pria tadi pergi, Rika menatap datar Ken, kemudian menarik kursi untuk duduk. Ia taruh bokong seksinya pada kursi yang berseberangan dengan Ken.     

"Saya sudah di sini, Ken-sama. Silahkan Anda sarapan." Rika berucap sopan layaknya seorang maid meski yang terkandung di dalamnya hanya sebuah rasa terpaksa. Nampaknya... ia masih dend—     

KRUKKRUK~     

'Perut sialan!' umpat Rika dalam hati tatkala suara perut malah berbunyi dengan erotisnya. Pipi Rika merona tipis karena malu, kemudian menghela nafas singkat.     

Memalukan.     

"Hahah, lihat. Tubuhmu jauh lebih jujur daripada mulutmu, sayank," olok Ken sembari tergelak kecil. "Ayo, jangan diam di situ, manisku. Kemarilah duduk di sebelahku dan temani aku makan. Dalam artian kau juga ikut makan, Rika-chan sayank..."     

Ken menarik mundur sebuah kursi di sebelahnya dan menepuk kursi tersebut. "Kau kupanggil ke sini memang untuk itu. Ayolah, duduk."     

Kemudian Ken membuka piring yang telungkup ada di depannya dan menyodorkan ke Rika. "Boleh minta diambilkan nasi? Hari ini aku ingin nasi dan sop ayam."     

Wajah ceria dan senyum bahagia mewarnai tampilan muka tuan muda. Ia memang tengah bergembira. Tentu saja alasannya tak jauh dari kejadian kemarin.     

Bahkan diam-diam Ken sudah menyuruh anak buah untuk mengirimkan 10 juta yen ke Ibu Rika dan mengatakan itu uang terima kasih karena Rika sudah menyelamatkan nyawa tuan muda dari tenggelam di kolam. Hebat, bukan? Mengarangnya, maksudnya.     

Meski sebenarnya itu jumlah yang amat kecil bagi keluarga Fujisaki. Keperawanan Rika harusnya dinilai 1 bilyun yen. Tapi pasti akan sangat aneh jika Ken memberi sefantastis itu ke Ibunya Rika. Maka ia memberi jumlah yang wajar saja.     

Hei, 10 juta yen itu sangat wajar di keluarga Ken.     

"Aku ingin merasakan seperti suami yang diladeni istri," imbuh Ken dengan muka sangat sumringah ke Rika yang justru memberi raut sebaliknya.     

Ken ini tidak peka atau berlagak tak tau?     

Dengan kasar, Rika mendorong kursinya sampai bunyi berisik terdengar kala ia berdiri. Rika melangkah setengah terpaksa ke arah Ken. Catat. Ter-pak-sa!     

Dengan cekatan, Rika sendokkan nasi ke piring Ken lalu disusul dengan kuah sop ke atas nasinya. Usai itu ia juga ikut duduk di samping Ken dan membalik piring untuk dirinya.     

Hey! Katanya ia ikut makan, kan? Maka dari itu jangan heran jika Rika malah bersemangat. Ini beda masalah karena soal masa depan perutnya. Kalau lapar nanti bakal lesu dan ia jadi tak bisa bekerja dengan baik.     

Istri? Suami? Jangan bercanda! Atau Ken memang sedang bercanda dengannya? Ohh, apa Ken sering melakukan hal bodoh begini dengan gadis lain juga?     

Menjijikkan. Rika kesal. Ia... bukan kesal lagi, tapi benci dengan majikannya satu ini.     

Tak ada reaksi seperti wajah merona atau sikap malu-malu kala Ken seolah menggodanya atau apalah itu. Pokoknya Rika benci Ken, titik!     

Bekerja, melayani pria itu di sini hanya karena terpaksa. Ia di bawah ancaman, you know? An-ca-man.     

Maka jangan heran jika Rika makan tanpa memprdulikan Ken sama sekali. Punya tangan untuk makan sendiri, kan?     

Tenang saja, Nona Rika. Majikanmu kali ini tidak minta disuapi. Justru dia senang melihatmu makan. Lihat saja dia malah asik senyum-senyum menatapmu.     

"Rasanya bahagia melihat Rika-chan makan selahap itu," seloroh Ken terus terang. Rika memang makan dengan penuh semangat, tanpa canggung ataupun malu-malu layaknya gadis lain.     

"Kau tau, aku suka melihat perempuan yang menikmati makannya seolah sedang bercinta dengan sang makanan. Itu... sangat seksi menurutku..." Ken masih tersenyum meski mengatakan itu sambil mulai memakan bagiannya.     

"Hari ini aku akan pergi ke sekolah. Sudah seminggu aku membolos, dan malas jika terus-terusan membuat tua bangka itu menulis surat ke Ayahku." Ken menceritakan itu semua disela-sela suapan dan kunyahannya. Ia sendiri juga tak suka dengan aturan table manner. Persetan dengan tata krama. Kalau ia ingin bicara saat makan, maka ia akan bicara.     

Tuan Muda Fujisaki sedang sangat bahagia. Pertama, karena ia berhasil menjadikan Rika miliknya. Dan yang kedua, ada yang menemani makan seperti ini.     

Ken sebenarnya... kesepian. Ia rindu berbincang dengan seseorang di rumah besar ini. Ia rindu bercengkrama santai ketika makan begini.     

Butler tidak bisa mengurangi kerinduan tadi karena lelaki tua itu begitu kaku dan tidak bisa bersikap layaknya teman asik.     

"Rika-chan, lain kali jangan panggil aku Ken-sama lagi, yah! Panggil saja Ken. Dan tak perlu berbicara secara formil padaku. Aku ingin kita seperti teman akrab saja, meski tetap kau harus mematuhi ucapanku."     

Ken sudah selesai makan, kemudian ia meneguk susu hangatnya. "Ahh... nikmatnnya ada yang menemani makan begini..."     

"Teman?" Rika menghentikan makannya sebentar kemudian menoleh ke arah Ken. Sejak tadi ia hanya mendengarkan tanpa napsu apa yang diucapkan Ken sama sekali. Mau dia itu bocah kesepian, atau apapun itu, dirinya tak mau perduli.     

Menjadikan Ibunya sebagai tameng agar bisa menyetubuhinya sudah termasuk alasan Rika dapat membenci Ken, mau dia itu macam anak kecil kesepian atau lainnya.     

Lagipula, mana ada teman yang hobinya mengancam hanya demi sebuah perintah absolut?!     

"Saya merasa tidak cocok jadi teman Anda, Ken-sama," ucap Rika penuh makna, meski nada yang Rika gunakan kesannya sarkas. ''Saya hanya budak seks Anda yang bersembunyi dibalik pekerjaan maid,'' tukasnya agak menyindir.     

Teman? Teman ranjang? Teman tidur? Kalau itu Rika sangat paham maksudnya.     

Dengar itu, Fujisaki Kenkichi? Gadismu bahkan sangat sinis padamu. Mungkin seorang Tuan Muda tak akan mau perduli bahkan mau memahami perasaan gadis miskin semacam Rika.     

Itulah sebabnya Rika benci Ken. Pria itu sangatlah egois hanya untuk membuat Ibunya sebagai bagian dari ancaman.     

Rika tak mau menuruti semudah itu kemauan Ken meski dia adalah majikannya. Tidak, setelah Ken meminta maaf dan bersujud pada dia dan sang Ibu.     

Harga diri seorang Tuan Muda Ken itu sepertinya sangat besar, bukan?     

"Ayolah, jangan keras kepala begitu, sayank. Aku tak punya teman di rumah sebesar ini. Maka, kau sekarang adalah satu-satunya teman untukku, oke?" Ken malah tak peka pada perasaan Rika.     

Pria itu sepertinya tak paham bila Rika ingin kejelasan status mengenai hubungan mereka. Dan Rika juga benci diperlakukan seperti budak belian, yang harus patuh absolut apapun perintah yang diberikan, termasuk disetubuhi majikan.     

Mungkin otak remaja Ken belum mampu memahami sejauh itu. Ia butuh lebih dewasa lagi agar bisa mengerti perasaan orang lain.     

Ken bangkit dari duduknya, dan menyambar tas sekolah yang tergantung di kursi. Wajahnya masih menyiratkan riang hatinya. "Aku berangkat dulu, sayank. Nanti sore aku akan kembali. Sabar, yah! Mmmuacchh!" Ken meraih dagu Rika dan memberikan kecupan di bibir si Pinky.     

"Kau tak boleh nakal selama tak ada aku, mengerti?" bisik Ken sebelum benar-benar keluar dari ruangan tersebut dan menuju ke mobil yang sudah disiapkan Butler.     

"Butler, awasi Rika dan jangan macam-macam padanya atau aku bunuh keluargamu kalau sampai Rika kenapa-kenapa atau kabur. Mengerti?" ucap Ken ketika di teras sebelum masuk ke ruang kemudi.     

"Haik, Ken-sama."     

Dan Ken pun melesat menuju sekolahnya.     

===BERSAMBUNG===     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.