JURAGAN ARJUNA

BAB 213



BAB 213

0"Juragan, Juragan!"     

Mataku terasa berat, namun kupaksa untuk membukanya. Kulihat ada Paklik Sobirin merengkuh tubuhku dengan begitu panik. Kepalaku terasa pusing, tubuhku terasa lemas, dan sakit semua. Aku benar-benar ndhak tahu, jika sadar dari mimpi atau imajinasi bertemu dengan Romo Adrian benar-benar menguras energi sebesar ini.     

"Juragan sudah siuman? Juragan ndhak apa-apa, toh?" tanyanya dengan mimik wajah cemasnya itu. Aku masih diam, tapi kusunggingkan seulas senyum untuknya. "Syukurlah, tadi saya ke sini hendak memeriksa kondisi Juragan apa sudah tidur atau belum. Tapi saya malah melihat Juragan terkapar di lantai, tak coba bangunkan ndhak sadarkan diri sama sekali. Saya takut jikalau Juragan kenapa-napa. Terlebih setelah kejadian dengan perempuan itu. Saya benar-benar ndhak tega meninggalkan Juragan sendiri."     

"Aku ndhak apa-apa, Paklek. Terimakasih telah memerhatikanku," kubilang.     

Paklik Sobirin tampak memekik, kemudian dia mengerutkan keningnya sembari memandang ke arahku dengan tatapan bingungnya itu.     

"Juragan... Juragan benar-benar Juragan Arjuna, toh?" tanyanya, aku mengangguk sekenanya. "Juragan benar-benar sadar, toh?" selidiknya lagi, dan itu berhasil membuatku menarik sebelah alisku.     

"Ya, aku adalah Arjuna. Memangnya kamu pikir siapa lagi? Dan aku sadar seribu persen. Kenapa kamu harus bertanya seperti itu? Apa kamu pikir aku sedang ketempelan dhemit?"     

Paklik Sobirin langsung membantuku berdiri, kemudian aku mengambil posisi duduk pada sebuah dipan, yang di sana sudah ada beberapa tumpuk bukuku.     

"Ya bukan seperti itu, toh, Juragan. Hanya saja saya benar-benar merasa kaget, jika Juragan Arjuna tiba-tiba bersikap semanis itu. Benar-benar tampak lain dari biasanya."     

"Lantas kamu pikir biasanya aku itu seperti apa?" tanyaku lagi, kini malah dia yang ndhak bisa menjawab. Selain mangap-mangap seperti ikan yang kehabisan air kemudian menggaruk tengkuknya yang aku yakin ndhak gatal sama sekali.     

"Ya, biasanya Juragan baik. Tapi, nada bicara Juragan ndhak selembut tadi, hehehe,"     

Aku ndhak menggubris ucapan dari Paklik Sobirin, entah niatnya apa sebenarnya untuk masuk ke dalam tempat persembunyianku. Tapi dia benar-benar merusak pemandanganku saja.     

"Paklik, jika kamu ndhak punya urusan denganku. Bukankah Paklik seharusnya punya urusan dengan Suwoto, Ucup, dan Paklik Junet. Dan perkara perkebunan di Kemuning, ditinggal selama ini apa memang baik-baik saja?"     

"Ini masalahnya, Juragan. Saya mau mengatakan hal ini!" serunya bersemangat. Sepertinya benar, dia masuk ke dalam ruangan ini dengan maksud dan tujuan tertentu. Ndhak mungkin sama sekali dia cuma-cuma datang ke sini hanya sekadar melihat keadaanku. Dasar, Paklik Sobirin ini. "Tadi waktu saya mengantar Ndoro Manis ke Universitas, ada tiga pemuda yang cara pakaiannya mirip sekali dengan cara pakaian Jurgan Bima. Mereka bertiga mendekat ke arah saya, Juragan. Mungkin mereka pikir, saya adalah Juragan, karena tadi saya memakai mobil Juragan untuk mengantar Ndoro Manis. Dan setelah tahu kalau itu bukan Juragan agaknya mereka kecewa. Lantas saja memberi usul jika besok barangkali Juragan akan menemui mereka."     

"Tiga pemuda?" tanyaku, Paklik Sobirin lantas mengiyakannya.     

Jika benar tiga pemuda yang dimaksud oleh Paklik Sobirin itu adalah ke tiga kawannya Bima, maka besok aku harus menemui mereka. Jika mereka mencariku itu tandanya mereka telah menemukan sesuatu. Atau bahkan, sebenarnya mereka sudah lama mencariku. Karena aku menghilang begitu saja membuat mereka kesulitan untuk menemuiku. Aku ndhak memberi mereka nomor teleponku, atau pun alamat rumahku. Bodoh, memang aku ini. Kenapa aku bisa seceroboh ini? Seharusnya semuanya sudah kupersiapkan secara nyata, agar kalau ada kabar terbaru para abdiku bisa menanganinya. Oh ya, Gusti... aku bahkan lupa, sebelum aku pingsan dulu tatkala di depan rumah, bukankah Suwoto baru saja pulang dari pencariannya kepada Bima? Apakah pencarian itu mendapatkan hasil? Dan kenapa aku benar-benar melupakan kejadian sepenting ini, Gusti. Hanya karena aku terjerat oleh pesona seorang perempuan meski itu dalam kondisi yang ndhak sadar.     

"Paklik, setelah ini tolong panggil Suwoto untuk segera menemuiku,"     

"Baik, Juragan!"     

"Oh ya, mengenai Manis. Bagaimana kabarnya sekarang? Apa dia baik-baik saja? Maksudku, apa dia makan dengan baik? Apa dia sehat? Apa dia ndhak menangis lagi?"     

Jujur, menyanakan perkara pribadi kepada orang lain benar-benar sangat aneh. Terlebih, perkara itu adalah mengenai istriku sendiri. Aku benar-benar ndhak bisa membayangkan, jika hubungan kami akan serenggang ini sekarang. Padahal dulu, selalu rukun seperti Romo dan Biung adalah impianku. Ah, aku memang bodoh. Bagaimana bisa aku rukun seperti mereka? Romo bukanlah tipikal laki-laki yang akan memberi kesempatan kepada perempuan mana pun yang hendak mendekatinya, bahkan celah sedikit pun ndhak akan dia biarkan. Sementara aku? Didekati dengan cara seperti itu sudah bisa kecolongan.     

"Saya rasa, Juragan Arjuna lebih paham jawaban atas pertanyaan dari Juragan itu. Jika, ndhak akan ada satu perempuan pun di dunia ini yang akan merasa baik-baik saja jika melihat suaminya telah melakukan hal seperti itu dengan perempuan lain. Terlebih sekarang masalahnya bertambah lagi. Yaitu, perempuan yang telah merebut suaminya tengah mengandung calon keturunan suaminya. Saya rasa Ndoro Manis benar-benar sangat hancur, Juragan. Terlebih, setelah perempuan jahat itu tahu kalau dia tengah hamil. Sekarang lagaknya benar-benar seperti seorang Ndoro Putri. Dia ndhak takut kepada siapa pun, bahkan itu kepada Juragan Nathan. Karena dia seolah merasa punya kunci untuk membuat semua orang yang ada di rumah ini tunduk. Yaitu, calon keturunanmu, Juragan. Dan memaksa semua abdi dalem melayani semua kebutuhannya. Bahkan sampai mandi dan luluran pun, dia meminta Sari, dan Amah untuk melayaninya. Padahal sangat jelas, bahkan Ndoro Larasati, dan Ndoro Manis pun benar-benar jarang meminta pelayanan seperti itu, kecuali tatkala mereka hendak melakukan pertemuan penting."     

"Lantas apa dia juga telah bertemu dengan Manisku, Paklik? Apa yang Manis lakukan kepada perempuan ndhak waras itu?"     

Kini, Paklik Sobirin tampak menunduk. Wajahnya yang sudah kecut, tampak bertambah kecut. Dan melihat ekspresi kecutnya itu, tentu saja aku tahu arah apa yang hendak ia katakan kepadaku.     

"Perempuan itu benar-benar menggunakan kelemahan Ndoro Manis sebagai alat untuk menjatuhkan Ndoro Manis di depan banyak orang, Juragan. Saya sama sekali ndhak berani menjabarkan bagaimana secara rinci. Namun alangkah baiknya jika Juragan Arjuna yang melihat dengan mata kepala Juragan sendiri. Beberapa waktu yang lalu, Juragan telah mengotori kehormatan Ndoro Manis, dan saya harap saat ini Juragan Arjuna bisa mengangkat kehormatannya yang sedang diinjak-injak oleh perempuan ndhak tahu diri itu."     

"Paklik," kataku terhenti, rasanya hendak bertanya perkara suatu hal saja rasanya benar-benar sangat sulit.     

"Ada apa, Juragan?"     

"Orangtuaku... orangtuaku bagaimana mengetahui perempuan itu hamil?" tanyaku kepadanya kini dengan hati-hati.     

"Ndoro Larasati, dan Juragan Nathan belum mengambil langkah apa pun. Akan tetapi perempuan itu, terus-terusan meminta untuk dinikahi secara sah dan terhormat oleh Juragan Arjuna."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.