JURAGAN ARJUNA

BAB 206



BAB 206

0Pagi ini, aku hanya memakai jarik untuk membalut tubuhku bagian bawah. Sementara bagian dadaku tampak telanjang sempurna, aku duduk bersila di belakang pelataran rumah. Di sampingku ada sebuah gentong besar, yang rupanya sudah diisi oleh air serta bunga tujuh rupa. Untuk sebelumnya, Suwoto menyuruhku untuk minum sebanyak-banyaknya air itu, sebab katanya untuk membersihkan tubuhku dengan sempurna.     

"Jangan, Arjuna! Jangan melakukan itu! kamu telah diperdaya oleh semua orang yang ada di sini!" teriak Widuri, sambil setengah berlari menghampiriku, kamudian dia bersimpuh tepat di atas kakiku. "Mereka ingin memisahkan kita, Arjuna, jangan!" teriaknya lagi. "Air yang dibuat untuk mandi kamu telah diisi, air yang kamu minum juga telah diisi agar kamu membenciku, kemudian meninggalkanku. Jangan, Arjuna... jangan lakukan itu!" pintanya berkali-kali kepadaku.     

"Wah, perempuan ndhak tahu diri satu ini. Ternyata selain kamu ahli dalam hal ilmu perdukunan, kamu juga pandai dalam urusan bersilat lidah. Pasti keluargamu telah mengajarimu dengan sangat sempurna. Iya, toh?" sindir Romo Nathan dengan senyuman khasnya. Senyuman yang terlihat jelas penuh ejekan yang luar biasa itu.     

"Aku tidak peduli dengan siapa pun yang ada di sini. Aku hanya peduli dengan Arjunaku. Aku ingin membawanya pergi, dan kami akan hidup bersama selamanya."     

"Kamu, membawanya pergi?" kata Romo Nathan, kemudian dia tertawa seolah apa yang diucapkan oleh Widuri adalah perkara yang sangat lucu. "Apa kamu orangtuanya yang mengandungnya, melahirkannya, dan merawatnya dari bayi sampai sebesar ini? Apa kamu istrinya, yang melayaninya, dan mengabdikan seluruh hidupmu dengannya? Kamu ini siapanya? Hanya mengandalkan tubuh busukmu itu untuk menjerat putraku lantas kamu berlagak seperti kamu yang paling berkuasa atasnya? Kamu ini lho siapa?" Suwoto, dan Paklik Sobirin agaknya terkekeh mendengar ucapan Romo itu. Kemudian, Romo berjongkok, memandang ke arah Widuri lebih dekat sembari memicingkan matanya. "Wajahmu ini lapir berapa? Kok ya ndhak punya malu sekali masih percaya diri seperti ini. Di saat pemuda yang kamu jerat dengan peletmu sudah ndhak terpengaruh lagi dengan ilmu sesatmu itu. ataukah, karena ilmu pengasihan yang kamu tanjapkan secara berlipat-lipat kepada wajah dan tubuhmu itu?" Romo kembali berdiri kemudian dia berdecak. "Aku saja sekali melihatmu menjadi takut. Wajahmu ndhak malah tampak cantik malah tampak seperti orang-orangan sawah. Perempuan sepertimu itu, mungkin terlalu kebanyakan makan makanan yang banyak zat mengawetnya. Makanya, urat malumu sudah ndhak ada. Yang ada hanya, rasa percaya diri yang luar biasa tapi semua itu ndhak berguna."     

"Aku—"     

"Apa? Kamu mau berkata kalau kamu ndhak memakai pengasihan, dan kamu ndhak menjerat putraku dengan guna-guna? Lantas kalau kamu asli dicintai putraku, bukankah saat ini putraku masih tunduk seperti anjing peliharaanmu seperti beberapa waktu yang lalu? Bahkan, kalaupun dia mencintaimu tanpa guna-guna, aku adalah orang pertama yang ndhak akan pernah menyetujui hubungan kalian sampai kapan pun. Karena apa? Karena aku ndhak sudi punya menantu yang menyembah kepada hal selain Gusti Pangeran."     

"Aku—"     

"Bukankah kamu ini punya rumah, kamu ini seorang dokter muda? Kenapa kamu masih ada di sini? Sana... pergi, kembali ke habitatmu sebagai hewan yang belum jinak dan cari mangsamu yang lainnya. Jangan di sini."     

"Enak benar kata-katamu itu!" marah Widuri pada akhirnya, tapi Romo Nathan hanya menyikapinya dengan santai. "Anakmu itu telah mengambil keperawananku, telah menikmati tubuhku, telah mengotori tubuhku dengan benih-benihnya. Enak sekali kamu berkata seperti itu tanpa menyuruh putramu itu bertanggung jawab atasku!"     

"Karena itu yang kamu mau, toh? Agar putraku bertenggung jawab atas apa yang ia lakukan di bawah pengaruh sihir jahatmu itu. Agar kamu bisa menjadi Ndoro di keluarga kami, dan mengambil alih semua harta keluarga Hendarmoko. Persis, seperti apa yang kamu, dan nenekmu rencanakan. Lalu kemudian, kamu akan hamil dengan cara merayu terus putraku agar dia memberimu keturunannya. Dan dengan seperti itu, kedudukan anakmu nanti akan semakin kuat, dengan menjadikannya pewaris satu-satunya dari keluarga Hendarmoko. Oh... aku ndhak sebodoh itu, perempuan jalang," Romo berjalan ke arah Widuri lagi, kemudian memutari tubuh Widuri. "Tahukah kamu, muslihat rendahamu itu sudah dilakukan oleh bulikmu beberapa tahun yang lalu. Dengan dalih menjerat romoku, agar romoku tidur dengannya, padahal jelas-jelas dia sudah hamil dengan pemuda lain. Lantas, dia meminta pengakuan atas anak itu. Tapi sayang, ndhak dijadikan Ndoro dia malah disuruh untuk menikahi kangmasku. Dasar polosnya Kangmasku saja mau menerima perintah itu tanpa membantah sedikitpun. Tapi, sayang seribu sayang... nasib bulikmu itu lebih malang darimu, karena dia kurang pintar. Dia hanya menggunakan tubuhnya, bukan ilmu hitam sepertimu. Jadi, sampai dia mati pun kangmasku ndhak pernah menyentuhnya sama sekali. Meski putra yang telah ia lahirkan diakui sebagai putra kandungnya. Kasihan sekali."     

Widuri tampak menunduk, tapi aku sudah ndhak peduli akan hal itu. Setelah aku diguyur oleh Suwoto. Dan lagi-lagi, aku kembali muntah-mutah. Kali ini agaknya berbeda dari sebelumnya. Tubuhku sekarang benar-benar terasa ringan dan segar, bahkan rasa panas yang membakar kini benar-benar telah hilang. Rasa bingung, dan linglungku pun entah pergi ke mana. Kemudian, aku memandang ke arah Widuri. Sudah benar-benar ndhak merasa kasihan, suka, minat kepadanya pun musnah sama sekali. Jadi sekarang aku tahu, jika selama ini aku benar-benar telah tertipu, aku ternyata telah dipelet dengan cara yang benar-benar menjijikkan.     

Setelah aku selesai mandi, Suwoto lantas menghandukiku. Aku pun mendekat ke arah Romo Nathan, dan Widuri yang masih tampak berdebat dengan berbagai argumennya itu.     

"Widuri licik benar caramu untuk mendapatkanku. Membuatku yang membencimu malah tergila-gila padamu. Asal kamu tahu, ndhak ada makhluk perempuan pun di dunia ini yang bisa membuatku terjerat selama aku sadar tanpa pengaruh apa pun, yaitu Manis. Dan kamu, dengan tipu daya busukmu itu, telah membuat rumah tanggaku berantakan. Kamu tahu, karma dari seorang perempuan yang merusak rumah tangga perempuan lainnya, Widuri? Kalau ndhak hidup sampai matinya tersiksa karena ndhak pernah bisa merasakan rasa cinta, maka dia akan merasa kesepihan sampai ajal menjemputnya secara nyata."     

"Kamu menyumpahiku, Arjuna?" tanyanya dengan mata nanarnya itu.     

"Ya, aku menyumpahimu. Aku mengutukmu. Dan semoga kutukanku itu benar-benar berlaku untuk anak cucumu."     

Aku hendak pergi, Widuri menarik selimutku, tapi kutepis dengan kasar. Kupandang dia dengan tatapan garang, kemudian dia menundukkan wajahnya. Menutup mulutnya dengan aneh, kemudian....     

"Huek! Huek!"     

Setelah memuntahkan semua isi perutnya, Widuri tampak berjalan tertatih, wajahnya pucat pasi. Kukerutkan keningku, ada apa dengannya? Apakah karena efek peletnya kepadaku telah hilang dia jadi muntah-muntah sama sepertiku? Dan auranya pelan-pelan menghilang karena tujuannya telah gagal? Namun, aku kembali kaget tatkala Widuri terjatuh begitu saja. Dan dengan sigap, Paklik Sobirin membawa tubuh Widuri untuk dibawa ke dalam rumah. Aku yang ndhak peduli, lebih memilih mengganti pakaianku. Dan segera bersiap untuk puasa mutih selama empat puluh hari. Sebab tujuanku sudah bulat, aku harus membersihkan tubuhku dari semua hal, membersihkan jiwa, dan ragaku. Terlebih, aku harus membersihkan tubuhku dari bekas-bekas kenikmatan yang Widuri berikan pada tubuhku. Aku harus kembali bersih, sebelum aku bisa memantaskan diri untuk menemui Manis lagi sebagai suaminya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.