JURAGAN ARJUNA

BAB 205



BAB 205

0Widuri diam ndhak mengatakan apa pun, aku langsung mengambil posisi duduk. Sebab aku ndhak mau lagi, kelengahanku dijadikan senjata untuknya menyerang di berbagai sisi. Terlebih di sini ada Manis. Sudah berapa kali aku mengecewakannya dengan tidur dengan perempuan yang ada di depanku ini, dan aku ndhak mau mengecewakannya lagi.     

"Kamu ini bilang apa sih? Aku adalah Widuri, perempuan yang kamu cintai. Perempuan yang selalu memanjakanmu, dan memuaskanmu di atas ranjang. Kita biasa bercinta setiap hari, kan? Lagi pula, kamu juga telah berjanji kepadaku untuk menikahiku, dan meninggalkan perempuan tidak tahu malu itu, yang katamu tidak menarik, dan tidak bisa menyenangkanmu,"     

Widuri menoleh ke arah Manis, yang kini wajahnya sudah merah padam. Sementara mendengar perkataan Widuri itu nyaliku tiba-tiba hilang kemana. Apa benar aku sampai mengatakan hal itu? Ataukah ini hanya akal-akalan Widuri saja karena dia ingin menyakiti Manis, dan berlaku seolah dia adalah perempuan yang paling kucintai di seluruh dunia.     

"Kamu kenapa seperti ini, Sayang? Sudahlah, tidak usah sungkan kepada perempuan itu. Kamu itu milikku dan kita bahkan melakukannya di depan dia, kan, kemarin. Jadi, ayok... aku akan melayanimu dengan sangat baik, sekarang."     

Plak!!     

Aku kaget tatkala Manis langsung datang dan menampar pipi Widuri. Wajahnya yang marah itu benar-benar tampak jijik kepada perempuan yan duduk di ranjangku itu, yang saat ini dadanya masih polos sempurna.     

"Perempuan sundal tidak tahu diri, yang sukanya menganggu suami orang, apa ini yang bisa kamu lakukan, hah?!" bentaknya. Aku langsung takjub mendengarkan ucapan dari Manis. Hebat benar dia bisa berbicara seperti itu. Bahkan hal itu benar-benar membuatku jatuh cinta kepadanya lagi. "Kamu itu tidak laku apa bagaimana? Atau tidak adakah pemuda lajang yang tertarik denganmu itu? Itu sebabnya kamu mau merebut suami orang. Atau..," kata Manis terhenti, kini dia bersedekap sembari melihat Widuri dari atas sampai bawah. "Dada kendurmu itu yang kamu banggakan? Perawan kok dadanya kendur seperti buah pepaya yang busuk,"     

"Siapa kamu yang mengomentari bentuk tubuhku? Siapa kamu yang mengataiku tidak laku?" balas Widuri, kemudian dia berjalan ke arah Manis, kemudian dia menarik daster Manis sampai robek dengan sempurna. Dia kemudian tersenyum, lalu berlaku sok seperti apa yang telah Manis lakukan tadi. Bersedekap, sambil melihat tubuh Manis yang kini polos tanpa busana. "Kamu mengataiku dadaku seperti buah pepaya yang busuk. Tapi faktanya, dadamu yang besar itu tidak cukup untuk memuaskan suamimu. Kalau dia merasa puas dengan tubuhmu, dia tidak akan mencari kepuasan lain. Tubuhku ini sudah dijamahnya dengan penuh cinta, bahkan setiap inci tubuhku dia sangat mengenalinya. Sementara punyamu? Paling-paling, hanya sebatas hubungan wajib suami-istri saja," Widuri kemudian tertawa, dengan rasa percaya dirinya yang sangat luar biasa. "Sayangku, ini bukan tempat kita. Ayo kita pergi. Aku takut, kegiatan menyenangkan kita harus diganggu oleh kuntilanak satu ini."     

"Cih! Siapa kamu mau membawa suamiku pergi? Kamu bukan keluarganya, kamu juga bukan istrinya. Jadi, siapa kamu mau membawa suamiku pergi?"     

"Kurang ajar, kamu!"     

"Kalau bukan karena dia seorang Juragan yang memiliki banyak harta, aku yakin kamu tidak akan menganggunya, kan? Jika bukan karena dia adalah keturunan dari Romo Adrian yang memiliki warisan terbanyak dari keluarga Hendarmoko, pasti kamu tidak akan pernah mau meliriknya, kan? Cih! Dasar perempuan mata duitan yang tidak tahu diri. Tubuhmu rupanya hanya dihargai dengan harta duniawi."     

"Cukup! Tahu apa kamu tentang aku!"     

"Ya, aku tahu! Kamu itu perempuan rendah, perempuan sampah, dan perempuan yang tidak tahu diri, yang bisanya merembut suami orang!"     

Dan terjadilah petikaian itu, ketika dua perempuan yang sedang ndhak memakai apa pun, jambak-jambakan dan saling menyakiti lawannya satu sama lain. Aku hendak bangkit dari ranjangku tapi tubuhku benar-benar terasa sangat berat. Tapi, jika aku ndhak melakukannya, maka semua orang yang ada di luar akan masuk, dan akan melihat tubuh telanjang mereka. Jika Widuri aku ndhak akan peduli. Tapi kalau Manisku, aku ndhak akan terima kalau tubuh polos istriku menjadi tontonan dari banyak orang.     

"Berhenti!" bentakku, yang saat ini masih berusaha sekuat tenaga untuk mendekat ke arah mereka.     

Setelah aku dekat dengan mereka, aku langsung menarik tubuh Manis, kemudian kudekap erat-erat, membuat Widuri yang hendak menjambak Manis lagi tidak bisa melakukan apa-apa, karena aku halangi dengan tubuhku.     

"Arjuna! Kamu apa-apaan sih?!" marah Widuri. Yang menyuruhku untuk melepaskan Manis agar dia bisa menghajarnya lagi.     

"Pakailah pakaianmu, sebelum semua orang yang ada di rumah ini berpondong-pondong masuk ke dalam dan melihatmu telanjang bulat itu. Atau kalau kamu tidak mau melakukannya, terserah saja. Aku pun tidak peduli kalau kamu menjadi tontonan banyak orang," ucapku. Ya, benar... mungkin aku telah tahu jika Manis adalah cintaku lagi. Tapi sepertinya, pengaruh dari pelet yang diberikan oleh Widuri benar-benar luar biasa sampai tubuhku sepertinya belum benar-benar sembuh sempurna dari itu. Masih ndhak bisa berkata kasar kepadanya, dan aku masih ingin melihat wajah serta tubuh polosnya itu. Jujur, itu benar-benar mengangguku. Andai tadi ndhak ada Manis apa jadinya aku? Mungkin aku benar-benar akan tidur dengan Widuri lagi karena nyaris terlena olehnya. Dia—Widuri, entah telah memakai pengasihan seperti apa. Kenapa auranya benar-benar sangat luar biasa.     

Kini aku memandang ke arah Manis, kemudian mengelus pundaknya yang mulus. Ada bekas cakaran, dan rambut Manis tampak rontok. Ujung bibirnya berdarah dengan begitu nyata.     

"Kamu ndhak perlu melakukan semua ini, Ndhuk. Jangan berlaku rendah seperti perempuan rendahan itu hanya untuk membuktikan siapa yang ada di hatiku. Bukankah semuanya sudah jelas jika yang ada di hatiku itu kamu?" kubilang, tapi mendengar ucapanku itu, agaknya membuat Manis malah garang. Dia kemudian memandangku dengan bengis.     

"Andai kata-katamu itu nyata, seharusnya kamu ndhak perlu terjerat oleh perempuan itu dan sampai kelon (bercinta) dengannya berkali-kali, kan? Kamu lemah, Kangmas... kamu lemah hanya karena sebuah pelet dan ilmu pengasihan yang semu darinya."     

Manis langsung mendorongku, sampai aku nyaris jatuh, untuk kemudian dia membuka lemari untuk mengganti pakaiannya tadi yang robek.     

Untuk kemudian dia hendak keluar, tapi yang ada hanya, Suwoto malah masuk ke dalam kamar. Dia melirik kaget ke arah Widuri yang masih sibuk menggunakan kutang, untuk kemudian dia memandang ke arahku.     

"Oh, endhak... endhak! Aku ndhak melakukan apa-apa kali ini," jelasku, yang aku pikir jika saat ini Suwoto agaknya salah paham.     

"Oh... iya, Juragan. Air mandinya sudah siap, Juragan silakan keluar untuk mandi," katanya kemudian, aku hanya mengangguk-angguk, kemudian berjalan mengekori langkah Suwoto. Dan meninggalkan Widuri yang masih sibuk di kamar itu sendiri. Aku takut, apakah semuanya akan baik-baik saja? Atau malah Widuri dan Manis akan bertengkar lagi.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.