JURAGAN ARJUNA

BAB 199



BAB 199

0"Juragan... Juragan Arjuna, bisa ndhak Juragan Arjuna keluar barang sebentar? Ada perkara penting perihal proyek baru Juragan yang harus cepat-cepat Juragan tangani sendiri. Proyek itu terbengkalai, Juragan, karena hampir satu bulan ini Juragan nyaris ndhak bisa dicari oleh siapa pun. Dan bahkan, Ucup sempat ingin menangis. Dia sepertinya telah frustasi karena proyek ini. Dia ndhak tahu banyak mengenai perkara-perkara ini, Juragan. Kasihan benar jika dia harus menangani hal sebesar ini," suara Suwoto terdengar sangat jelas, setelah ketukan pintu yang terdengar tiga kali tadi. Aku masih diam, aku ingat betul perkara proyek itu. Sebab terakhir kutinggal adalah, tatkala aku baru saja membeli sebuah tanah yang telah dicarikan oleh Suwoto, untuk kemudian aku menyuruh Ucup untuk melaukan beberapa pekerjaan dasar sebelum proyek itu benar-benar berjalan dengan baik. Suwoto benar, kalau bukan aku sendiri yang melakukannya, lantas siapa lagi, toh? Lagi pula, jika proyek ini sukses juga untuk Widuri, untuk kesejathteraan calon istriku tercinta ini. "Juragan Arjuna bisa keluar sebentar?" ucap Suwoto lagi dari luar.     

"Arjuna, ada apa?" tanya Widuri, yang sepertinya, jika aku keluar dari kamar adalah perkara yang sangat menakutkan untuknya.     

"Itu, abdiku," kubilang. "Sebenarnya, aku dan beberapa abdiku memiliki rencana untuk membangun sebuah pabrik teh kemasan di sini. Ide itu sudah kusetujui, tanah, dan lain sebagainya pun sudah ada. Tapi, karena aku pergi tanpa bilang-bilang ke mereka, sepertinya proyek ini mandek, tidak berjalan sama sekali. Sebab bagaimanapun, yang lebih tahu perkara ini adalah aku. Terlebih, niatku lagi adalah untuk meminta bantuan salah satu kawan Romo yang ada di Jakarta. Tapi sepertinya—"     

"Jadi maksudmu adalah, kamu akan merintis sebuah usaha besar di sini?" tanya Widuri kini dengan mimik wajah yang sangat semangat. Aku pun tersenyum, kemudian mengangguk. Semangatnya ini benar-benar membuatku bahagia. "Kamu akan memiliki pabrikmu sendiri? Kamu akan menjadi seorang pengusaha atau... atau pemilik dari sebuah pabrik besar nantinya?" tanyanya lagi. Dan lagi-lagi aku menjawabinya dengan anggukan.     

Aku tampak kaget, tatkala Widuri langsung mendorongku menuju ke arah pintu. Aku benar-benar ndhak tahu, untuk apa dia mendorongku sampai seperti ini.     

"Ada apa, Widuri?" tanyaku bingung.     

"Pergilah... pergilah menemui abdimu dan segera selesaikan masalah pembangunan pabrikmu itu, Arjuna. Aku tidak mau kalau usahamu ini gagal, apalagi menjadi tidak sukses."     

"Tapi—"     

"Pergilah, aku akan menunggumu di sini. Urusan segalanya kamu tidak usah khawatir. Aku akan baik-baik saja selama aku di dalam kamar ini, kan?" katanya. Aku mengangguk ragu, cukup bingung dengan sikap Widuri yang tiba-tiba berubah. Padahal tadi, dia sendiri yang ndhak memperbolehkan aku sama sekali keluar dari kamar. Tapi sekarang, dialah yang memaksaku untuk keluar dari kamar.     

"Tunggu... tunggu...," kataku pada akhirnya. Kemudian aku berhenti, yang berhasil membuat Widuri ndhak bisa mendorongku untuk bergeser posisi lagi. "Bukannya kamu mewanti-wantiku untuk ndhak berhubungan dengan mereka yang ada di luar sana? Karena mereka memiliki niatan untuk memisahkan kita? Bukannya kamu menyuruhku sebisa mungkin untuk tetap berada di kamar saja, agar aku ndhak terpengaruh dengan ucapan mereka? Lantas, kenapa kamu sekarang malah menyuruhku untuk cepat-cepat menemui abdiku. Ada apa?"     

"Jawabannya sangatlah jelas, Arjuna. Apa kamu tidak mengetahuinya?" kata Widuri yang kembali membuatku terdiam. "Kamu memikiki usaha besar, kan? Kalau kamu tidak lakukan usaha itu, kamu akan rugi. Kamu akan bangkrut, dan aku tidak mau...," katanya terhenti. "Dan aku tidak mau kalau sampai calon suamiku mengalami kegagalan dalam hal apa pun. Kamu tahu, Sayang, jika kamu sukses nantinya. Bukankah hal itu akan sangat menyenangkan? Kamu bukan hanya seorang Juragan tersukses di negeri ini. Akan tetapi, kamu juga akan menjadi seorang Direktur, atau malah pemilik perusahaan! Dan aku akan menjadi istri dari seorang pemilik perusahaan terbesar di negeri ini. Bukankah itu sangat membanggakan sekali?"     

"Jadi—"     

"Jadi, yang harus kamu lakukan sekarang adalah, cepatlah keluar dan selesaikan masalah ini dengan abdimu, Arjuna. Jangan menjadi laki-laki menyebalkan karena bertingkah kalau kamu tidak membutuhkan jabatan serta uang, oke!"     

"Iya, iya...." putusku pada akhirnya. Aku hendak membuka pintu kamar, tapi tanganku langsung dicekal oleh Widuri. Kukerutkan keningku, ada apa lagi? Bukannya tadi dia yang menyuruhku pergi? Lantas kenapa dia menahanku lagi?     

"Oh ya, aku lupa... kamu pergi, tapi jangan lama-lama. Jangan sampai dua jam kamu harus kembali," perintahnya.     

"Ini adalah pertemuan yang cukup penting membahas banyak masalah. Jadi kurasa, dua jam tidak akan cukup untuk membahas ini. Dua jam cukup untuk apa?" kataku yang agaknya bingung dengan permintaannya yang aneh itu.     

"Pertemuannya di rumah ini, kan?" tanyanya, aku mengangguk. "Jadi, sebelum dua jam, mintalah istirahat kepada mereka untuk menemuiku. Setelah itu, kamu bisa kembali lagi. Kamu bisa melakukan itu untukku, kan?"     

"Untuk?"     

Dia ndhak membalas ucapanku, yang dia lakukan adalah, berjinjit kemudian mencium bibirku, dan hal itu benar-benar berhasil membuat dahiku yang berkerut karena kebingungan langsung hilang begitu saja. Ajaib, memang, hanya sebuah ciuman seringan ini aku bisa-bisa merasa sangat tenang.     

"Untuk bercinta, sampai puas."     

Aku tersenyum mendengar ucapannya, apa-apaan itu? "Jadi, aku harus kembali dalam waktu dua jam itu untuk bercinta? Bercinta denganmu?" tanyaku menggodanya.     

Widuri lantas memamerkan dadanya yang montok itu, kemudian sambil tersenyum nakal dia bilang, "iya, tubuhku selalu memanggil-manggil ingin dikangkangi olehmu, Sayang."     

"Siap, tunggu aku, ya... aku akan melayanimu dengan sangat puas nanti," kujawab sambil mengediplan mataku nakal ke arahnya.     

Kemudian, aku langsung membuka pintu kamar. Dan rupanya, Suwoto masih berdiri di sana sambil menundukkan wajahnya dalam-dalam dengan wajah yang memerah. Aku yakin, dia mendengar perbincanganku dengan Widuri tadi. Sebab posisi kami tepat berada di balik pintu. Ah, tapi siapa peduli degan Suwoto. Aku menikmati kesenanganku sendiri tanpa peduli dengan siapa pun. Sebab kesenanganku dengan Widur, adalah perkara yang benar-benar hakiki. Kesenanganku dengan Widuri ndhak akan bisa tergantikan oleh perempuan mana pun.     

"Jadi, apakah Ucup sudah ada di sini? Di mana gerangan pemuda ndhak jelas itu?" tanyaku pada akhirnya.     

Suwoto tampak melirik, kemudian dia menundukkan wajahnya dalam-dalam. Sembari menghela napas panjang kemudian dia pun mengangguk kepadaku.     

"Iya, Juragan, Ucup telah ada di sini. Sudah dari tadi dia menunggu Juragan," jawabnya.     

"Di mana dia? Dia ndhak ada di balai tamu ini," gumamku.     

Lantas Suwoto berjalan, membuatku ikut berjalan bersama dengannya. Kemudian, langkahku memelan melihat Suwoto berjalan ke arah kamar Manis. Ada apa dengan Suwoto? Apa jangan-jangan dia mau menjebakku? Memancingku keluar dari kamar karena perkara pabrik, padahal sebenarnya dia bersekongkol dengan orangtuaku untuk menjebakku dengan Manis di kamar ini? Jika benar aku ndhak akan suka, dikurung sekamar dengan Manis pun ndhak akan pernah membuatku minat. Manis, ndhak bisa memberikan rasa nikmat seperti apa yang telah Widuri lakukan kepadaku.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.