JURAGAN ARJUNA

BAB 198



BAB 198

Saat ini, aku dan Widuri sudah berada di sebuah kamar. Ya, sebuah kamar yang tepatnya berada di rumahku. Setelah acara penjemputan paksa yang dilakukan oleh orangtuaku.     

Sesampainya di sini, aku hanya berdiam diri di kamar. Tanpa berniat keluar dari kamar. Karena aku tahu, jika di luar sana ada banyak orang yang mungkin sedang menungguku. Menunggu untuk diadili lagi, dan menunggu untuk dikata-katai kalau hal ini bukanlah sebuah keputusanku secara murni. Jujur, aku benar-benar sangat ndhak tahu dengan mereka semua. Baru kali ini aku merasa jika mereka semua benar-benar memikirkan segala sesuatu tanpa menggunakan logika.     

"Arjuna, aku benar-benar merasa takut. Aku benar-benar merasa tidak nyaman sama sekali di sini. Aku ingin pulang ke rumah, aku kita kembali saja ke rumah kita, Arjuna," Widuri bersuara, pandangannya benar-benar aneh. Seolah-olah berada di rumahku benar-benar bisa mengancam nyawanya.     

Aku tahu sejatinya jika orangtuaku ndhak menyukainya karena pikiran picik mereka. Hanya saja, aku pun yakin, jika kedua orangtuaku ndhak mungkin melakukan hal yang akan membahayakannya. Aku tahu orangtuaku seperti apa.     

"Jika mereka menginkanku mati, maka aku akan mati dengan suka rela. Jika mereka mengingkan jantungku, maka aku akan memberikannya dengan suka rela. Namun, namun aku tidak bisa, Arjuna, yang yang mereka pinta itu kamu. Aku tidak bisa, jika yang mereka minta adalah agar aku menjauhimu. Kamu tahu, bagiku, kamu adalah napasku, kamu adalah jantung dan hatiku, kamu adalah darah yang mengalir pada nadi tubuhku. Jadi, bagaimana mungkin, dan bagaimana bisa aku melakukannya? Tidak, Arjuna, aku benar-benar tidak bisa. Aku selalu menggigil ketakutan setiap kali membayangkan masalah ini."     

Kupeluk tubuh Widuri erat-erat. Rasanya, apa yang dia rasakan benar-benar menjalar hingga hatiku. Dadaku rasanya sesak, untuk kemudian rasa takut yang sangat mendalam kini tampak begitu nyata. Aku ndhak mau kehilangan dia, aku ndhak mau melepaskan dia, dan aku ndhak mau jauh darinya. Yang aku inginkan hanyalah, menikmati masa-masa indah kami ini sampai nanti, sampai rambut kami beruban, sampai salah satu dari kami pergi dari dunia ini. Namun nyatanya, semuanya telah menjadi salah kaprah. Rasa cintaku yang tulus dan mendalam ini kepada Widuri benar-benar disalah artikan dengan begitu nyata. Benar, memang jika aku dulu telah jatuh hati kepada Manis. Tapi itu dulu, sebelum aku bertemu dengan Widuri. Sebelum aku merasakan perasaan yang menggelora kepada Widuri. Perasaan yang bahkan melebihi luasnya lautan di dunia ini. Yang aku inginkan hanyalah... Widuri. Ndhak bisakah mereka barang sekali saja untuk mengerti perihal ini? Ataukah seendhaknya mereka mengalah saja demi kebahagiaan, dan keutuhan cinta kami? Terlebih, beberapa waktu yang lalu pun aku sempat mengingat dengan jelas, jika Manis, dengan mulutnya sendiri berkata jika dia benar-benar ndhak keberatan jika aku menikah lagi. Lantas kenapa, lantas kenapa dengan sekarang? Apakah hati dan pikirannya terlalu picik sehingga dia enggan berbagi? Apakah sifat busuknya kini tampak nyata karena rasa egoisnya yang terlalu tinggi? Aku, bahkan baru tahu jika Manis seburuk itu. Perempuan yang dulu benar-benar aku cinta, karena kupikir selama ini dia adalah sosok sempurna. Namun apa? Dia ndhak lebih dari seorang perempuan berhati busuk, dan terlebih, sampai saat ini dia ndhak mampu memberiku seorang keturunan. Dia ndhak mampu memenuhi hal yang seharusnya istri lain mampu penuhi.     

"Arjuna apa kamu mau memenuhi satu permintaanku? Satu-satunya usahaku agar mereka tidak pernah bisa memisahkan kita...," katanya dengan mata nanarnya itu. "Sampai kapan pun, dengan cara apa pun mereka mencoba membujuk, dan sehaus, dan selapar apa pun kita di sini. Jangan pernah sekalipun kamu memakan atau meminum makanan dari rumah ini, Arjuna. Apa kamu mengerti?"     

Kukerutkan keningku ndhak paham. Memangnya, ada apa? Ada apa sampai aku ndhak boleh makan, dan minum dari rumah ini? Lantas jika aku lapar, aku harus makan, dan minum di mana? Selama dikurung oleh Romo, dan Biung, pastinya mereka akan membatasi ruang gerakku. Dan aku serta Widuri ndhak mungkin bisa pergi ke mana pun. Sebab mereka pikir, jika kami pergi, kami pasti ndhak akan kembali lagi. Ya, pasti seperti itu pikiran mereka kepada kami.     

"Kenapa, Sayang? Lantas kalau kita lapar, kita makan pakai apa?" tanyaku pada akhirnya.     

"Untuk saat ini, kita harus banyak-banyak tirakat. Kita harus lebih sering berpuasa untuk menahan lapar. Sementara itu, aku akan memikirkan cara untuk kita tidak kelaparan di sini secepat mungkin. Arjuna, dengarkan aku...," kata Widuri lagi, kini dia sedang mengenggam erat kedua tanganku. "Orang-orang di luar sana, sangat percaya jika kamu jatuh cinta denganku karena guna-guna atau pelet, kan? Jadi tidak menutup kemungkinan, jika merekalah yang akan melakukan hal itu untuk memisahkan kita. Dan kamu tahu, perantara untuk hal-hal seperti itu bisa masuk? Banyak, Arjuna, dan hal itu termasuk makan, dan minum juga. Jadi aku mohon kepadamu, ya. Jangan pernah sekalipun kamu makan, atau minum dari rumah ini. Meski kamu ingin jangan sekalipun,"     

Mendengar ucapan Widuri sejenak aku diam. Masuk akal memang tentang ucapannya itu. Jika makanan, dan minuman adalah salah satu perantara dari masuknya ilmu hitam. Namun kemudian, hal yang benar-benar membuatku pusing adalah, mau sampai kapan? Mau sampai kapan aku dan Widuri harus tirakat di sini? Mau sampai kapan aku, dan dia berpuasa di sini? Sementara aku sendiri pun ndhak tahu sampai kapan kami dikurung di sini oleh Romo. Mungkin sehari, seminggu, satu tahun, atau bahkan... selamanya? Lantas dalam waktu selama itu kami ndhak akan makan seperti itu? Yang ada, bukannya cinta kami akan direstui mereka, malah kami mati konyol dengan cara seperti itu.     

Aku hendak berjalan menjauh dari Widuri, kemudian dia buru-buru memeluk tubuhku dengan sangat erat. Hal itu berhasil membuat hatiku luluh lantah dan menghangat. Ya, benar... aku harus berjuang. Ini adalah cinta yang harus kuperjuangkan. Lantas, kenapa aku harus memikirkan, dan memusingkan perkara ndhak makan? Tirakat dan lain sebagainya? Itu hanyalah perkara kecil, kan? Aku harus berjuang bersama dengan Widuri, apa pun... apa pun rintangan yang kami hadapi kami harus tetap bersama. Sebab, cinta sejati itu ndhak bisa diperoleh dengan cara mudah, mereka harus melewati banyak rintangan atasnya. Dan aku yakin, aku bisa. Dan aku yakin, aku mampu membuktikan jika aku benar-benar berjuang dengan Widuri demi cinta kami. Karena aku yakin, Gusti Pangeran itu ndhak tidur. Gusti pangeran maha melihat mana yang baik, dan mana yang benar. Terlebih, ndhak akan ada yang namanya hasil mengkhianati usaha. Sebab, hasil selalu setimpal dari seberapa besar usaha yang kita lakukan. Ya, itu benar... dan aku harus melakukannya bersama Widuri.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.