JURAGAN ARJUNA

BAB 247



BAB 247

0"Jadi, setelah penjelasan dari pihak sekolah, kami menyerahkan seluruhnya kepada Juragan Arjuna, selaku wali murid yang telah dirugikan oleh lima murid kami ini. Dan kami harap untuk wali murid lima murid kami ini, tolong sekiranya bisa memaklumi dengan keputusan kami ini,"     

Kepala sekolah mulai bersuara, tentu setelah mereka menyelesaikan rapat bersama wali murid. Dan sekarang ada rapat kedua denganku, beserta wali murid ke lima anak nakal ini.     

"Aku masih ndhak percaya, aku masih ndhak terima. Pertama, anakku kudidik dengan cara baik-baik, dia terlahir dari kalangan atas dan selalu hidup cukup, jadi apa untungnya dia berbuat jahat kepada kawan lainnya? Apa yang akan diperoleh anakku jika melakukannya? Terlebih...," kata laki-laki tua itu, kini dia memandang ke arahku, seolah-olah tengah menilai. "Apa Bapak—Ibu Guru benar-benar percaya jika pemuda ini adalah Romo dari anak yang katanya telah disakiti anakku? Lihatlah, dia masih sangat muda. Bahkan usianya mungkin belum ada tiga puluh tujuh tahun. Lantas bagaimana ceritanya, anak semuda ini bisa punya anak yang sudah sekolah menangah atas? Apakah dia menikah muda? Terlebih, katanya dia ini adalah Juragan Arjuna Hendarmoko. Benar memang jika aku belum pernah bertemu. Namun ketahuilah, kalau romonya, Juragan Nathan Hendarmoko aku tahu dan kenal betul dengan Juragan terhormat itu. Tapi," dia langsung tersenyum ke arahku, jenis senyuman yang mengejek. Ini lah salah satu hal yang paling ndhak aku suka. Sebab apa, aku seolah bukan menjadi diriku sendiri. Aku seperti bisa berdiri di sini karena bayang-bayang dari Romo Nathan. Jujur, aku ndhak begitu menyukai hal ini. "Tapi zaman sekarang, banyak orang yang mengaku-ngaku hanya karena sebuah ketenaran. Dan ndhak menutup kemungkinan jika pemuda ini juga melakukan hal yang sama."     

Pak Agus lantas mengelus pundakku, seolah dia tengah memberiku semangat juga menyuruhku untuk bersabar. Bagaimana lagi, memang, melawan orang yang ndhak tahu diri, kalau kita lawan dengan banyak ucap yang ada malah kita sama saja menunjukkan level yang sama rendahnya dengan mereka. Lebih baik, cari cara yang lebih berkelas, agar dia bungkam, dengan rasa malu yang ndhak tertahan.     

"Aku di sini ndhak butuh biaya pengobatan putriku, pula ndhak butuh untuk ke lima anak nakal ini untuk sekiranya bertobat. Terlebih, melihat jika orangtuanya saja seperti ini. Jadi aku benar-benar maklum, kenapa bisa sampai anak-anak mereka berperilaku menyimpang seperti itu."     

"Apa yang kamu bilang? Kurang ajar benar pemuda satu ini. kamu ndhak sadar bicara dengan siapa?" marahnya, hendak berdiri tapi langsung ditahan oleh guru-guru yang ada di sana.     

"Jadi begini saja, aku ingin memindahkan putriku. Segera urus surat kepindahan putriku, dan aku mencabut beberapa kegiatan sosial yang kubarikan di sekolah ini. Dan untuk ke lima anak tengik ndhak tahu diri yang benar-benar seperti orangtuanya itu. Aku ndhak akan mempermasalahkannya, hanya saja dia ndhak akan pernah bisa masuk kuliah di mana pun selama itu ada di kawasan bumi pertiwi."     

"Kurang ajar kamu!"     

"Apa-apaan, ini?"     

"Juragan Nathan?!"     

Semua orang langsung berdiri, Romo masuk ke dalam ruangan itu, kemudian dia duduk tepat di sampingku. Melirik ke arahku sekilas kemudian memandangi orang-orang yang ada di sana.     

"Arjuna, apa yang terjadi? Romo mendengar dari Junet kalau Ningrum ada di rumah sakit karena dipukuli oleh kawan-kawannya,"     

Mendengar Romo Nathan menyebutkan kata Romo, semua yang ada di sana langsung terkejut. Wajah mereka langsung pucat pasi dan ndhak bisa untuk mengangkat kepalanya lagi dengan sombong. Sementara aku, hanya diam, sebenarnya ndhak terlalu suka kalau Romo datang seperti ini. Seolah terkesan, aku ndhak bisa menyelesaikan apa pun kalau ndhak ada dia.     

"Romo untuk apa, toh, ke sini? Aku bisa mengurusnya sendiri," kataku yang agaknya kesal.     

"Kalau kamu ingin mengurusi semuanya di sini sendiri, mbok ya sedari awal putrimu mendaftar di sini itu datang. Saking rajinnya romonya datang menjenguk putrinya, sampai semua orang ndhak mengenali dirimu siapa. Bahkan, banyak yang berpikir kalau kamu ini masih pemuda lajang dan ndhak terikat oleh sebuah perkawinan. Dasar!" marah Romo Nathan.     

Kulirik lagi orangtua yang ucapannya setinggi gunung tadi, kemudian aku tersenyum sinis. Lihatlah bagaimana dia menjadi ndhak berdaya seperti itu. Antara ndhak berdaya karena malu, atau malah karena sungkan kalau ada romoku.     

"Jadi untuk Bapak tua yang terhormat ini, masih ndhak percaya kalau aku adalah putra dari Romo Nathan Hendarmoko? Hanya karena wajahku yang kata kalian terlalu muda, lantas kalian bisa mengataiku seenaknya. Tapi, aku ndhak marah. Sebab hukuman atas anak-anak kalian kurasa sudah lebih dari pantas dari pada yang lainnya."     

"Juragan...," mohon ke lima orangtua wali murid itu, dan yang paling lucunya lagi, mereka langsung sujud di bawah kakiku. "Tolong jangan seperti ini, Juragan. Tolong jangan hancurkan masa depan putri kami. Sejujurnya, kami sadar jika sejatinya kami telah keliru karena telah mendidik anak-anak kami menjadi anak yang manja juga kasar seperti ini. Namun ketahuilah, Juragan. Mereka ndhak sepenuhnya salah. Sesungguhnya mereka adalah anak-anak yang masih lugu dan polos."     

"Lugu, dan polos?" ulangku, aku nyaris saja tertawa karena ucapan dari mereka itu. Seolah adanya perkara ini bukan karena anak-anak mereka. Tapi karena Ningrum sendiri. Aku benar-benar ndhak bisa berkata apa-apa, mereka benar-benar sudah di luar batas nalarku yang sebenarnya. "Benar mereka adalah anak yang lugu dan polos. Itu sebabnya mereka sampai sepolos itu menyakiti kawannya sendiri hanya karena perkara cinta."     

"Perkara cinta apa, toh, Juragan? kami ndhak paham?" kini giliran Pak Agus yang bertanya.     

"Aku mendengar dari putriku, sebenarnya dulu hubungan putriku beserta ke lima anak ini sangat baik. Saking dekat mereka sampai mereka sering tukar isi hati bersama. Dan di tengah-tengah cerita manis itu. Anak itu...," tunjukku kepada anak berambut panjang yang dikepang dua. "Jatuh hati dengan seorang pemuda yang ada di sekolah ini. Namun, entah sengaja mau membuat pertemanan putriku dan ke lima anak ini hancur, atau perasaan itu benar-benar tulus, pemuda itu malah mendekati Ningrum dengan dalih kalau dia telah jatuh hati kepada Ningrum. Itulah awal mula mereka menjadi anak-anak yang sangat lugu dan polos ini. Tanpa percaya kepada putriku yang saat itu adalah kawan dekat mereka, tanpa mereka bertanya kepada putriku atas kejadian yang sebenarnya. Toh pada kenyataannya, sampai setik ini putriku ndhak menjalanin hubungan dengan pria mana pun selain dengan romonya. Apa kalian sudah paham tentang ini?"     

Hening, beberapa saat ndhak ada suara apa pun. Namun setelah kemudian, anak rambutnya yang dikepang dua itu menangis membabi buta. Aku sendiri ndhak tahu, apa alasanya sampai bisa menangis seperti itu. Entah karena terlalu merasa bersalah, atau karena takut dia benar-benar ndhak bisa masuk kuliah. Namun, siapa yang akan peduli dengan itu semua? Toh kenyataannya, nasi sudah berubah menjadi bubur.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.