JURAGAN ARJUNA

BAB 245



BAB 245

0Rahangku mengeras, aku langsung menarik salah satu di antaranya dengan kasar. Sampai salah satu dari siswa itu nyaris tersungkur di tanah.     

"Kamu siapa? Anak kuliahan mana? Kenapa kamu ke sini? Atau jangan-jangan kamu ini pacarnya Ningrum?" selidik salah satu di antara mereka yang tampak lebih mendominasi. Aku pikir, jika anak itu ibarat ketua dari yang lainnya. Lihat saja, bagaimana kelakuan memuakkan mereka saat ini.     

"Jangan-jangan kamu ini pacarnya Ningrum yang kaya, kemudian dia mengaku kalau romonya seorang Juragan. Jangan-jangan kamu itu yang membiayai—"     

"Kalian salah... dia ini—"     

"Ck... ck... ck!"     

Kuangkat tubuh Ningrum, dia langsung menyembunyikan wajahnya di dadaku. Entah dia malu, atau ndhak mau melihat wajah menyebalkan kawan-kawannya itu. Dan adegan ini, malah-malah semakin mereka melihatku dengan begitu sengit.     

"Ternyata pintar benar Ningrum ini, ndhak hanya di sekolah saja dia pandai menggoda. Di luar, malah-malah dia mendapatkan pemuda tampan yang berlagak sok pahlawan kesiangan."     

"Tutup mulutmu kalau ndhak ingin kurobek-robek mulut busuk kalian itu...," kataku pada akhirnya, ke lima anak tersebut terdiam, tapi wajahnya tampak benar kesal terhadapku. "Kalian telah melakukan hal ini seringkali, dan akan aku pastikan, ndhak akan pernah ada satu Universitas pun yang akan menerima kalian menjadi salah satu mahasiswa di sana."     

"Siapa kamu berani mengancam kami? Punya uang berapa kamu berani-beraninya mengatakan hal itu? kamu ndhak tahu siapa orangtua kami?!" kata ketua dari kawanan anak-anak nakal itu. Dia bersedekap, kemudian dia tersenyum sinis. "Sudahlah, kamu ndhak akan bisa melawanku. Jadi, kalau kamu mau aman, bagaimana jika aku memberimu sebuah tawaran...," kata anak kecil itu lagi. Aku sengaja diam, membiarkan dia berceloteh panjang lebar. Aku ingin lihat, sampai di mana kepandaiannya bersilat lidah. Aku yakin, orangtuanya adalah jenis orangtua yang luar biasa. Bahkan saking luar basanya, sampai-sampai menghasilkan anak seperti ini. jujur, aku sangat kasihan melihat tingkah anak-anak sekarang yang terlalu kelewatan. Mereka seolah merasa hebat, atas jabatan tinggi yang disandang orangtua mereka. "Jadilah pacarku dan putuskan Ningrum. Maka aku akan melepaskanmu, aku akan memberi yang kamu mau."     

"Gusti, anak Sekolah Menengah Atas sudah bisa bicara seperti ini?" kataku sembari mengelus dada. Ini benar-benar gila! "Kamu ndhak kenapa-napa, Ndhuk?" tanyaku, yang hendak pergi dari sana. Memeriksa tubuh Ningrum yang tampak memar-memar. Aku harus memberi pelajaran lima perempuan ndhak tahu diri ini, sampai mereka jera dan ndhak mau mengulanginya lagi.     

"Aku ndhak apa-apa, Romo. Kita pergi saja."     

"Apa? Romo?"     

"Maaf, Juragan saya telat,"     

Semua orang yang ada di sana langsung kaget, dan aku langsung memandang ke arah lima anak kecil itu dengan tatapan tajam.     

"Guru di sini pekerjaannya apa, toh? Apa kalian ndhak bisa barang sedikit saja untuk mempedulikan setiap siswa yang ada di sini?"     

"Maaf—"     

"Ck! Aku tahu, sejatinya jumlah murid, dan guru terlampau tumpang. Terlebih, sangat ndhak mungkin jika para guru bisa mengawasi satu-satu dari murid-murid yang ada di sini. Yang kuminta hanya satu, memangnya ndhak ada toh guru piket? Atau paling endhak, satu guru saja yang bisa mengawasi, dan melihat setiap inci ruangan yang ada di sekolah, atau melihat perilaku keseharian para siswanya, agar seendhaknya kalian tahu, agar seendhaknya kejadian seperti ini ndhak bisa terulang. Ini benar-benar sangat miris."     

"Maafkan kami, Juragan. kami—"     

"Aku akan melaporkan masalah ini ke polisi, dan aku akan pastikan, lima anak nakal ini ndhak akan bisa masuk ke Universitas mana pun, dan aku akan memindahkan putriku dari SMA sampah ini,"     

"Kalian apa toh, yang kalian lakukan ini! Apa kalian tidak tahu, siapa beliau ini?!" bentak guru itu, yang kurasa sepertinya guru ini adalah seorang kepala sekolah? Bahkan aku ndhak tahu guru-guru dari anakku sendiri. "Beliau ini adalah Juragan Arjuna Hendarmoko, yang bahkan sebagian besar perkebunan di nusantara ini adalah menjadi miliknya. Dan Ningrum... Ningrum ini adalah anaknya. Lantas, kalian melakukan tindakan keji seperti ini lagi, dan lagi?! Bisa-bisa aku keluarkan kalian dari sekolah ini!"     

Mendengar hal itu, ke lima anak tersebut agaknya terkejut. Mulut mereka langsung menganga lebar, seolah-olah dia terkejut dari penuturan guru mereka. Tanpa pikir panjangm mereka hendak memegangi lenganku. Tapi aku langsung menepisnya kemudian pergi. Dan sang kepala sekolah pun berlari, mengejar langkah lebar-lebarku.     

"Juragan... Juragan hendak ke mana?" tanya guru itu lagi. Aku menghela napasku berat, kemudian aku melihat ke arah Ningrum yang kondisinya benar-benar sangat lemah.     

"Memangnya Ibu Guru ini pikir aku mau ke mana dengan kondisi anakku seperti ini?" ketusku.     

"Tapi sebentar lagi kami sedang mengadakan rapat guna membahas masalah ini, Juragan."     

"Aku akan kembali, aku akan mengurus anakku dulu."     

Setelah mengatakan hal itu, aku mencari rumah sakit terdekat. Untuk memberikan pertolongan pertama kepada putriku. Nanti, lihat saja nanti. Aku pasti akan membuat semua orang yang ada di sekolah itu tutup mulut. Atau paling endhak, membuat mereka malu semalu-malunya. Terlebih, aku sangat penasaran siapa gerangan orangtua dari ke lima perempuan jalang yang kurang ajar itu. Aku akan pastikan, mereka akan hancur di tanganku sendiri.     

"Romo...," kata Ningrum setelah dia diperiksa oleh dokter. Dan dokter menyarankan untuknya di rawat inap untuk satu atau dua malam di sini. "Jangan buat mereka ndhak bisa kuliah, atau membuat mereka keluar dari sekolah, Romo. Kasihan mereka," pinta Ningrum kepadaku. Aku benar-benar ndhak habis pikir, bagaimana bisa putriku jadi sebodoh ini, toh? Apa dia ndhak punya rasa sakit, dan benci setelah mereka berlaku ndhak adil dengannya selama ini?     

"Kamu ini kenapa, toh, Ndhuk... Ndhuk. Ndhak emakmu, ndhak biungmu, sekarang kamu. Jadi perempuan itu mbok ya yang tegas dan memiliki niatan untuk memberi efek jera kepada orang yang menyakitimu, ndhak malah memaafkan mereka dengan begitu mudahnya. Itu sama saja, jika kamu memberikan kesempatan kedua kepada mereka untuk menindasmu lagi, dan lagi. Apa kamu pikir Romo ndhak tahu kalau mereka sudah sering melalukan ini kepadamu? Dan rapat wali murid yang diadakan oleh guru ini adalah terkait karena ulah mereka terhadapmu. Bahkan mungkin, terhadap siswa-siswa lain selain kamu."     

"Romo, sebenarnya mereka itu ndhak jahat, toh," kata Ningrum lagi. Aku bahkan tertawa sinis karena ucapannya. Ndhak jahat? Jadi, sisi baik mana yang bisa kulihat dari mereka?     

"Ndhak jahat? Ndhak jahat kenapa bisa membuatmu sampai babak belur dan harus dirawat di rumah sakit seperti ini?" tanyaku padanya dengan nada emosi.     

"Mereka hanya salah paham saja, Romo. Mereka ndhak jahat," keras kepala Ningrum. Aku benar-benar ndhak paham, apa yang ada di otak udang putriku ini. Sudah jelas-jelas kejahatan yang mereka lakukan melebihi batas manusia. Tapi dia masih keras kepala mengatakan jika mereka itu baik.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.