JURAGAN ARJUNA

BAB 242



BAB 242

0Dini hari, aku sudah berada di rumah. Sebab baru selesai menyelesaikan beberapa perkara yang menjadi salah satu langkah-langkah kewajiban dari pihak-pihak terkait. Dan untuk supir truk, dia telah menyerahkan diri kepada polisi. Aku sangat senang mendengar perkara itu, meski itu benar-benar bukan seluruhnya kesalahannya sendiri. Sebab bagaimana, toh, Widuri juga sepertinya sengaja untuk mengakhiri hidupnya, terlebih waktu itu juga si supir truk sudah berusaha untuk membuat Widuri pergi. Namun sayangnya, dia mengemudi dengan kecepatan yang ndhak terkendali. Hingga pada akhirnya, dia ndhak bisa mengendalikan truknya dan menabrak Widuri. Ironi, memang. Semua hanya sebuah permainan takdir yang kejam. Orang yang ndhak seharusnya bersalah harus dipersalahkan, hanya karena sebuah... kenyataan. Aku kembali tersenyum getir, sembari melangkah dengan lunglai. Langkahku terhenti, tepat di depan kamar Widuri. Pintu itu tertutup rapat sekali. Bahkan rasanya baru tadi dia menarik tubuh Manis untuk masuk ke dalam kamar itu, bahkan rasanya baru tadi dia tampak sangat bahagia karena hendak pergu makan malam romantis bertiga. Namun, sekarang siapa sangka. Dia sendiri yang memilih pergi, dia sendiri yang memilih menjadi pecundang dan lari, dari takdir dunia yang menyedihkan ini.     

Kubuka pintu kamar Widuri, suasana kamar itu benar-benar terasa berbeda dari biasanya. Suara yang sangat kosong, dingin, dan sangat menyedihkan. Gusti, kenapa aku merasa sangat bersalah sekali. Kenapa aku merasa, jika akulah penyebab kepergian Widuri. Kenapa aku merasa, jika secara ndhak langsung, jika akulah yang telah membunuh Widuri? Gusti, perasaan menyakitkan macam apa, ini? kenapa dadaku terasa sesak tatkala memikirkan hal ini. Benar-benar menyakitkan sekali.     

"Kangmas...," aku menoleh, tapi Manis sudah memeluk tubuhku dengan sangat erat. Kemudian dia menangis. Aku benar-benar tahu bagaimana perasaannya, pasti saat ini dia benar-benar sangat hancur. Hancur sehancur-hancurnya, sama sepertiku, hancur dan menyesal semua melebur jadi satu hingga menciptakan rasa yang sangat ambigu. "Widuri bagaimana, Kangmas? Dia bagaimana?" tanyanya kepadaku, dengan mata sembabnya itu. apakah sedari tadi dia telah menangis? Jika iya, lagi-lagi aku telah menyakitinya dengan begitu nyata.     

"Dia—"     

"Dia selamat, toh? Dia ndhak apa-apa, toh? Dia baik-baik saja, toh? Dan... dan anaknya, anak kalian, anak kalian selamat, toh? Semuanya selamat, toh, Kangmas? Katakan kepadaku kalau semuanya selamat, Kangmas. Katakan!"     

Aku kembali diam, benar-benar ndhak bisa mengatakan apa pun. Melihat kondisi Manis yang seperti ini. Aku harus mengatakan apa, memang. Sepertinya, mengatakan apa pun akan menjadi percuma.     

"Dia... dia... dia berdiri di sana... di tengah jalan itu, Kangmas. Kemudian, di sisi lain, truk itu... truk itu datang dengan kecepatan tinggi, kemudian menabrak tubuh kecil milik Widuri. Tubuh kecil itu... tubuh kecil itu apa benar-benar bisa selamat, toh, Kangmas? Apa tubuh kecil itu bisa... bisa selamar dari tabrakan itu, Kangmas? Apa bisa?"     

Aku menghela napasku yang benar-benar terasa berat. Napas yang bahkan rasanya tercekat di tenggorokan. Untuk kemudian, kutuntun Manis untuk masuk ke dalam kamar, sebab aku benar-benar ndhak akan kuat jika terus berada di sini. Lama-lama, hal-hal aneh akan merasukiku lagi.     

"Sekarang dengarkan aku...," kataku pada akhirnya, setelah menuntun Manis untuk duduk di atas ranjang. Kulihat dia yang telah memandangku dengan sangat patuh, dan itu benar-benar menyesakkan dada sekali. "Aku tahu kamu, aku tahu kamu lebih dari siapa pun di dunia ini. kamu adalah orang baik, dan kamu orang paling kuat yang pernah temui. Jadi aku mohon, kamu harus ikhlas dan tabah dengan semua ini."     

Manis langsung mendorongku, kemudian dia memandangku dengan tatapan anehnya itu.     

"Apa maksud, Kangmas? Apa maksud dari ucapan Kangmas itu? katakan kepadaku, Kangmas?!"     

"Lepaskan Widuri, karena sejatinya dia dan anaknya sudah ndhak ada di dunia ini," Manis terbelalak, pupil matanya mengecil, kontras dengan bola matanya yang melotot. Dia kemudian menggelengkan kepalanya, dengan air mata yang bercucuran membasahi pipi. "Bahkan kondisi jasadnya ndhak utuh. Dari dada sampai bawah tubuhnya hancur, karena tertabrak dan tergencet oleh ban truk bagian depan. Sepertinya, gaun yang ia kenakan itu, tersangkut di salah satu tubuh truk. Yang mengakibatkan tubuhnya ikut tersangkut juga."     

"Ini ndhak mungkin, Kangmas. Ini benar-benar ndhak mungkin. Kita baru saja bersama-sama pagi ini, dan baru beberapa hari kita bisa menjadi dekat dan menjadi seperti sebuah keluarga yang utuh dan bahagia. Namun bagaimana bisa, bagaimana bisa takdir berkehendak dengan cara sekejam ini, Kangmas. Bagaimana bisa?"     

"Itu adalah pilihannya sendiri, Ndhuk. Kita ndhak bisa berbuat apa-apa."     

Lama Manis ndhak mengatakan apa pun, dia hanya bisa terisak sembari menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Dia benar-benar hancur sekarang, dan aku benar-benar ndhak menyangka, jika istriku rupanya telah menaruh hati lebih dalam kepada Widuri. Jika hubungan berkawan mereka jauh lebih dalam dari apa yang kuperkirakan.     

"Semalam, tatkala Widuri mengajakku ke kamar. Sebenarnya ada beberapa percakapan singkat yang sangat mengganjal."     

"Percakapan apa itu?"     

"Dia bertanya kepadaku, apa aku benar-benar mencintaimu. Tatkala aku menjawabnya, dia lantas tersenyum. Kemudian dia berkata, jika dia ingin membantuku. Dia ingin menyingkirkan apa pun yang bisa membahayakan hubunganku denganmu. Karena dia ingin kita bersama, karena dia ingin kita bahagia. Dan dia meminta maaf karena dulu telah menjadi jahat, dan menjadi yang ke tiga di antara kita. Dan dia... dan dia... juga pamit, Kangmas, dia pamit mau pergi. Dan menyuruhku harus bisa menjagamu biar ndhak ada perempuan-perempuan sepertinya yang bisa merusak hubungan kita. Aku pikir... aku pikir, dia pamit hendak bertandang ke rumah simbahnya. Tapi kenapa, Kangmas... tapi kenapa dia malah meninggalkan kita dengan cara seperti ini? kenapa dia harus pergi dengan cara yang seperti ini? Apa dia pikir dengan dia mengakhiri hidupnya, maka semuanya akan baik-baik saja? Maka semuanya akan berjalan mulus seperti apa yang dia kira, Kangmas? Kenapa dia begitu bodoh melakukan itu, Kangmas. Kenapa?"     

Aku kembali memeluk tubuh Manis agar dia merasa tenang dan aman. Dia pun kembali terisak. Namun, pelan-pelan tangisan itu sudah tampak jauh lebih normal dari tadi. Sepertinya, fajar ini belum akan sepenuhnya berakhir. Dan malam-malam panjang belum akan segera hilang. Kami masih akan melalui lagi, malam-malam menyakitkan seperti ini. kami masih akan sekali lagi mengenang hal memilukan seperti ini. Hingga akhirnya, kami akan merasa bahwa ikhlas adalah hal yang utama, yang harus kita lakukan bersama. Agar seendhaknya, kita bisa bangkit, dan berjalan maju untuk menyongsong hari esok yang baru. Dan Widuri, biarkan dia tetap menjadi kenangan di antara kami. Biarkan namanya tetap tersimpan rapi di dalam sanubari. Hal itu ndhak lain sebagai pertanda, jika dulu ada sosok yang sangat mencintai dengan gila, dan bahkan sosok itu mampu mengakhiri hidupnya pun dengan gila. Hanya karena dia ingin, melihat orang yang dia cintai hidup bersama dan bahagia dengan pasangannya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.