JURAGAN ARJUNA

BAB 238



BAB 238

0Malam ini, sudah nyaris tengah malam, dan aku masih berada di rumah sakit untuk menyelesaikan satu, dua hal. Suwoto ndhak lupa tetap di sini untuk menemaniku, sebab bagaimanapun, kalau mengurus orang yang seperti ini, aku rasa Suwoto adalah satu-satunya orang yang paling tegar. Dia ndhak akan merasa jijik, merasa takut, atau merasa apa pun.     

Aku membungkuk, sembari terus menutup wajahku dengan telapak tangan. Berkali-kali, kejadian mengerikan itu terus saja melintas di mataku tatkala aku memejamkannya, bahkan sampai detik ini aku benar-benar sangat takut, aku takut untuk memejamkan mataku.     

"Juragan," kata Suwoto, sembari menepuk bahuku.     

"Hmmm?"     

"Ada yang ingin bicara dengan Juragan,"     

"Katakanlah kalau aku sedang ndhak ingin bicara dengan siapa pun, Suwoto," kubilang lagi. Aku rasanya masih sangat sulit, apalagi untuk menceritakan ulang berkali-kali kejadian mengerikan itu. Jadi kurasa untuk hari ini cukup saja, aku ndhak ingin menjawab, dan membahas apa pun lagi.     

"Tapi, Juragan, yang hendak bertemu bukan dari bangsa kita, toh," kata Suwoto lagi.     

Aku langsung menoleh ke arahnya bingung, apa maksud dari bukan dari bangsa kami? Apa dari bangsa hewan? Atau malah benda mati? Dasar Suwoto ini, bisa ndhak dia bercanda dan menghiburnya dengan cara yang lebih rasional? Dari pada bilang seperti itu, bukankah seharusnya dia bilang, jika semuanya akan baik-baik saja?     

"Saya tahu, jika sejatinya selama ini mata batin Juragan sudah terbuka, toh? Bahkan Juragan sering bertemu dengan almarhum Juragan Adrian. Apa yang terjadi dengan Juragan Arjuna, sejatinya saya tahu semua,"     

Aku terseyum kecut tatkala Suwoto mengatakan hal itu. Tahu semua? Iya, aku ingat jika dia bukan orang sembarangan, bukan sekadar pembunuh bayaran yang akan menggorok, atau menghunuskan parang kepada siapa pun untuk mati. Akan tetapi, dia juga bisa ilmu hitam.     

"Oh, iya, aku tahu... kamu kan dukun, jadi kurasa kamu lebih sakti dari aku," kataku. Suwoto malah tersenyum. Kemudian dia melirik ke arah sampingku, sembari menunjuk sosok yang ada di sampingku dengan dagu. Dan tatkala aku melihat ke arah kananku, betapa aku kaget, di sana, di samping tepat aku duduk, ada Widuri, wajahnya benar-benar pucat, meski tubuhnya tampak utuh. Dadaku terasa sesak, terlebih tatkala aku melihat jika perutnya telah rata. Dia benar-benar seperti Widuri yang masih perawan. Dan dari sosoknya pun aku tahu, jika dia benar-benar bukan manusia. Bodoh kamu, Arjuna! Jelas jika dia bukan Widuri, Widuri, kan, sudah mati!     

"Juragan, saya pergi dulu. Nanti saya kembali lagi. silakan, bicara berdua,"     

Kurang ajar, Suwoto, ini! Bisa-bisanya dia menyuruhku berbicara dengan lelembut? Apa dia pikir, aku ini dukun, atau ahli spiritual lainnya? Sehingga aku bisa menyelesaikan masalah para lelembut?     

"Hey—"     

Ucapanku terputus, tatkala tangan pucat itu sudah menepuk bahuku. Gusti, ini benar-benar ndhak mengenakan sama sekali. Rasa, dan auranya benar-benar berbeda jauh tatkala aku bertemu dengan Romo Adrian. Jika bertemu Widuri, aku benar-benar merasa merinding, bulu romaku berdiri semua. Seolah-olah, aku tengah bertemu dengan genderuwo.     

"Arjuna...," sapa lelembut itu. Aku diam, ndhak menjawab. Biarkan saja dia berbicara sesuka hatinya. Sepertinya, Widuri benar-benar ndhak mau melepaskanku. Setelah dia hidup selalu menempel padaku, sekarang menjadi lelembut pun menemuiku. Apa yang dia inginkan? Toh, meski aku sangat menyesali, dan menyayangkan jika dia meninggal dengan cara seperti ini. Tapi, aku pun benar-benar ndhak punya mimpi, jika aku harus memelihara lelembut. Terlebih, lelembutnya seperti Widuri. Bisa-bisa aku digerayangi setiap malam. "Aku menemui hanya ingin berpamitan," ucapnya lagi, yang berhasil membuatku menjauhkanku dari pikiran-pikiran buruk itu terhadapnya.     

"Maafkan aku selama ini menjadi egois, karena telah membuatmu menjadi serba sulit. Di rumahmu beberapa bulan ini, benar-benar membuatku tahu, jika apa yang sebenarnya kamu inginkan benar-benar bukan hanya sekadar suatu hal yang bisa aku berikan," sosok itu menunduk, rambut hitam panjangnya menutupi wajahnya seutuhnya. Aku benar-benar ndhak bisa membayangkan, bagaimana jika ada orang lewat, selain aku, dan melihatnya, pasti mereka akan lari ketakutan saat itu juga. "Aku ndhak lain hanyalah alat, Arjuna. Alat yang digunakan nenekku untuk membalas dendam keluarga Hendarmoko. Aku dilahirkan sudah harus mengikuti tujuan, dan rencana mereka. Bahkan takdirku, juga sudah ditetapkan oleh mereka. Sehingga itu sebabnya, aku tidak boleh jatuh cinta kepada laki-laki siapa pun selain kamu. Aku tidak boleh melakukan kesalahan apa pun, karena apa yang aku lakukan selama ini hanya untukmu. Bahkan, apa yang kupelajari selama ini selain ilmu kedokteran adalah hal-hal untuk memuaskanmu. Memuaskanmu secara birahi, dan secara bentuk apa pun. Aku tahu jika keluargaku jahat, sebab sejatinya Tante Ayu telah menjebak romomu, yang sebenarnya anak yang dia kandung adalah anak dari hubungannya dengan Eyang Kakungmu. Namun sayang seribu sayang, hal itu malah berbalik kepadanya. Aku tahu dari Nenek atas bagaimana dia meninggal, lalu setelahnya anaknya juga mengalami sakit aneh kemudian dia meninggal. Jujur, Arjuna, aku benar-benar ingin mengatakannya kepadamu sejak lama. Tapi, kamu seolah-olah terus memberi jarak di antara kita. Sehingga aku tidak bisa banyak bicara."     

"Sudahlah, itu sudah lalu. Yang aku sesalkan sekarang adalah, kenapa kamu harus pergi dengan cara seperti ini. Toh pada akhirnya kamu menemuiku dalam bentuk ini pun aku tahu, kalau kamu tidak lebih hanya seorang lelembut belaka."     

"Biarkan aku bercerita, sebab aku merasa pergi tidak bisa tenang kalau belum mengungkapkan semuanya," aku mengangguk saja, karena mungkin hal inilah yang membuatnya menjadi gentayangan sampai sekarang. "Kamu percaya tidak, jika aku benar-benar jatuh cinta kepadamu?" aku langsung menoleh tatkala Widuri mengatakan hal itu. "Dulu, memang aku pikir dan merasa terbebani karena tugas tidak jelas yang diberikan oleh nenekku. Untuk menjeratmu, dan mengambil semua hartamu, yang nenek pikir, harta itu seharusnya milik Tante Ayu, dan juga anaknya. Namun lebih dari itu, aku benar-benar jatuh cinta kepadamu, Arjuna. Kamu, adalah sosok laki-laki sempurna yang ada dalam hidupku. Parasmua tampan, kamu gagah, kamu berpendidikan, dan memiliki pendirian. Terlebih, kamu adalah orang yang kaya raya. Semua kesempurnaan melekat ketat pada dirimu. Kenapa ada laki-laki yang sampai seperti ini? Jadi, berhentilah berpikir jika selama ini apa yang kulakukan denganmu, dan setiap aku melayanimu waktu dulu adalah semata-mata karena uang, Arjuna. Itu semua salah, itu tidak lain karena aku sangat mencintaimu. Sangat mencintaimu sampai aku selalu ingin egois, selalu ingin memilikimu sendiri, dan membuatmu berpisah dari istrimu. Maafkan aku karena mungkin telah keliru dengan caraku mencintaimu. Tapi, sekarang aku sudah tahu dan paham, arti mencintai itu seperti apa. Aku, bahkan melihatnya dengan sangat jelas dari Manis. Perempuan itu, hatinya entah terbuat dari apa," aku tersenyum tatkala Widuri mengatakan hal itu. Iya, aku sendiri ndhak tahu, terbuat dari apa hati Manisku.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.