JURAGAN ARJUNA

BAB 236



BAB 236

0"Arjuna Sayang, ayo keluar," ajak Widuri. Tapi, tangannya yang hendak meraih tanganku langsung ditepis oleh Manis, kemudian Manis melotot ke arah Widuri.     

"Kangmas, ayo ikut."     

Duh Gusti, sebenarnya, permainan apa yang sedang mereka lakukan sekarang? Kenapa mereka kadang-kadang bisa sangat akrab, dan di saat yang lainnya mereka sangat mengerikan seperti musuh yang amat nyata? Apakah mereka sedang bersekongkol untuk mempermainkanku, toh? Aku benar-benar ndhak paham dengan yang namanya perempuan. Kurasa, sel-sel otaknya disusun dengan cara yang lebih rumit dari laki-laki, itu sebabnya baik pola pikir dan sifatnya jauh lebih ruwet, njlimet dan ndhak jelas seperti ini.     

"Sudahlah, aku sama sekali ndhak mau percaya dengan kalian berdua. Iya aku keluar, tapi aku ndhak mau dekat-dekat dengan kalian. Paham?" kataku pada akhirnya.     

Keduanya langsung tersenyum, kemudian mengangguk kuat-kuat, saling pegangan tangan kemudian masuk ke dalam toko. Iya, toh, mereka kembali berkawan lagi? Dasar ndhak jelas.     

Aku berjalan masuk ke dalam toko, untuk sekadar melihat-lihat pakaian perempuan. Di sini, banyak sekali model-model pakaian perempuan. Bahkan ada yang ndhak ada lengannya sama sekali. Rupanya, pakaian perempuan benar-benar banyak ragamnya, toh. Coba saja kalau di Kemuning, paling bagus itu rok, hanya saja yang membedakan adalah kain, motif, serta tali yang ada di belakangnya. Untuk selebihnya, mereka akan sama saja.     

Aku tersenyum, kemudian mataku ndhak sengaja menangkap sebuah gaun yang sangat cantik. Gaun model perempuan-perempuan kota, yang berwarna biru menyala. Kugenggam ujung kain dari gaun itu, seketika aku membayangkan jika Manis memakai gaun ini. Pasti dia akan sangat cantik, aku ingin meski untuk sekali saja, aku melihatnya dia memakai gaun seperti ini. Apakah dia mau?     

"Kangmas, ada apa? Kenapa kamu sedari tadi memejang pakaian ini? Apa ada sesuatu?" tanya Manis, yang agaknya benar-benar membuatku kaget.     

Aku langsung tersenyum kaku, kemudian mengambil gaun yang tergantung itu. kemudian, aku tempelkan pada tubuhnya. Pas, benar-benar pas.     

"Kamu suka ndhak? Aku ingin melihatmu memakai gaun ini. Pasti akan sangat cantik," kubilang.     

Manis memegang gaun itu, kemudian dia menempelkannya pada tubuhnya. Dia tersenyum manis, dan tampak begitu cantik hari ini.     

"Bagus, Kangmas. Aku suka," dia jawab. Rasanya, lega sekali tatkala dia mengatakan hal itu. Rasanya aku sangat senang tatkala dia menyukai gaun pilihanku. Aku jadi teringat masa lalu, tatkala kami berada di pasar untuk memilih kain untuk keperluan menjahit, aku pilih kain paling bagus yang cocok untuknya, kemudian dia yang menjadikan kain itu menjadi satu potong rok. Dan benar saja, tatkala ia menggunakan rok dengan kain yang kupilihkan dia benar-benar tampak cocok dan sangat cantik. "Tapi, Kangmas harus beli satu lagi...," katanya, yang berhasil membuatku mengerutkan kening. Satu lagi? Jadi dia mau beli dua seperti itu, atau bagaimana?     

"Ya sudah, kamu pilih semaumu saja, Sayang. Yang penting kamu merasa cocok, aku setuju saja."     

"Tapi bukan untukku, Kangmas,"     

"Lantas, untuk siapa?" tanyaku yang semakin bingung.     

"Untuk Widuri,"     

Aku kembali kaget mendengar jawaban dari Manis itu. Widuri? Widuri lagi Widuri lagi. Ndhakkah dia merasa bosan jika terus-terusan membahas Widuri dan memberikan semuanya untuk Widuri?     

"Kenapa—"     

"Lha, aku setuju. Kamu beli dua gaun, satu untukku, dan satu untuk Manis. Dan nanti malam kita makan malam bertiga, bagaimana? Makan malam yang romantis di luar," ajak Widuri semangat.     

Kuputar bola mataku, makan malam romantis bertiga? Mana ada yang namanya makan malam romantis bertiga. Yang ada itu adalah makan malam romantis berdua. Kalau bertiga namanya bukan makan malam romantis. Akan tetapi, piknik, tamasya, atau makan bersama.     

Tapi, aku ndhak jadi marah. Sebab sekarang, aku sudah melihat Widuri, dan Manis tampak sangat bahagia, sembari menempelkan gaun kembar mereka di tubuhnya masing-masing. Lama-lama mereka berdua seperti anak kembar. Apa-apa harus memakai pakaian yang sama. Tapi entah kenapa, aku tersenyum melihat betapa bahagia mereka berdua. Sudahlah, aku buang dulu rasa kesalku kepada Widuri. Seendhaknya sekarang, mereka berdua sudah rukun. Toh, bagaimanapun Widuri juga tengah mengandung anakku. Aku ndhak mungkin sekali untuk terus memarahinya, dan membencinya terus-terusan. Kasihan anaknya yang ndhak berdosa itu.     

"Jadi bagaimana, Kangmas mau kita makan malam romantis bertiga?" tanya Manis agaknya penasaran juga.     

Setelah aku menghela napas panjang aku pun menyetujui peremintaan dua perempuan itu. Kemudian keduanya tampak melompat semangat. Duh Gusti, dasar mereka ini, benar-benar seperti anak kecil sekali.     

"Ya sudah, kalian sudah mendapatkan semua barang yang kalian inginkan, toh? Jadi, ayo selesaikan dan kita pulang," ajakku.     

Aku berjalan masuk dulu ke dalam mobil, sembari menunggui mereka membayar belanjaan. Untuk setelah itu, keduanya masuk ke dalam mobil, dan kami pun memutuskan untuk pulang.     

Dan akhirnya, malam yang kedua perempuan ndhak jelas itu nanti pun telah tiba. Lihatlah istriku tercinta, tampak berdandan dengan totalitas. Bahkan, dia seolah mengeluarkan jurus andalannya.     

Kupandang dia dari atas sampai bawah, tumben benar dia menggunakan sendal tinggi, rambutnya digerai seperti itu. Alisnya pun juga digambar.     

Aku nyaris tersenyum melihat penampilan istriku malam ini. Dan aku mulai merasa, jika ada sesuatu yang aneh di sini. Ya, benar-benar aneh. Apa jangan-jangan mereka saling baik itu sebenarnya memiliki niat untuk saling bersaing? Seolah ingin menunjukkan siapa yang paling baik di depanku? Jika iya, jelas itu adalah perkara yang sangat lucu. Sebab, semua orang pun pasti akan tahu jawabannya.     

"Kangmas, ayo... kita harus pergi menjemput Widuri," ajaknya.     

Aku bahkan ndhak bisa berkedip melihat Manisku sekarang. Dia benar-benar sedikit, aneh.     

Atau karena aku yang ndhak pernah melihatnya dandan, itu sebabnya tatkala dia dandan mataku jadi merasa aneh sekarang.     

"Sayang...," kataku pada akhirnya, aku ndhak tahu harus berkata seperti apa untuk mengatakan ini, sebab aku takut jika istriku tercinta akan sakit hati. "Itu... ndhak jadi," putusku pada akhirnya.     

"Ayo," ajaknya, tapi kutahan lagi dia, sembari kupandang dia lekat-lekat. Dia ini aneh di bagian apanya, toh? Kenapa melihat dandannya seperti ini aku benar-benar ndhak srek sama sekali.     

"Apa kamu ndhak mau meneliti penampilanmu lagi, Sayang? Mungkin ada sesuatu yang salah," kata mencoba memeringati.     

Manis langsung melotot, kemudian dia berkacak pinggang, seolah apa yang kukatakan dengan sangat hati-hati itu benar-benar telah melukai perasaanhya.     

"Ndhak, kok, kamu cantik. Ayo kita panggil Widuri," jawabku pada akhirnya.     

Dan setelah kami berada di depan kamar Widuri, Widuri pun langsung tertawa setelah melihat penampilan Manis. Untuk kemudian, dia memutuskan untuk mendandani Manis menjadi cantik. Aku ndhak tahu, apa benar Manis akan didandani benar-benar cantik? Atau malah akan dijadikan semakin tambah aneh.     

Namun, ndhak lama setelah aksi dandan-dananan itu. Akhirnya, keduanya pun keluar. Aku nyaris ndhak berkedip melihat Manisku yang sekarang. Manis, benar-benar sangat cantik, Manis benar-benar membuatku pangling. Entah sihir apa yang digunakan Widuri sampai bisa membuat Manisku sampai secantik ini.     

"Ya sudah, ayo berangkat," ajak Manis, menggandeng tanganku dan mengajakku berjalan keluar.     

Aku berjalan mendahului keduanya, sebab aku ingin memeriksa ban depan mobilku. Sebab tadi siang, ban ini bocor, dan telah kusuruh Paklik Sobirin untuk membenahi.     

"Jadi ini sudah Paklik ganti bannya?" tanyaku, tatkala Paklik Sobirin mendekat.     

"Oh sudah, Juragan. Beres,"     

"Widuri, mau ke mana?" tanya Manis yang saat kuperhatikan, Widuri tampak berjalan cepat-cepat menuju ke arah jalanan.     

"Sebentar, ada anak kucing!" jawabnya.     

Dan ndhak berapa lama, aku menangkap sebuah cahaya yang cukup silau, sebuah mobil truk berjalan dengan kecepatan tinggi.     

Kulihat Widuri masih sibuk dengan anak kucing yang ada di pelukannya. Aku berlari mendekat ke arah Widuri, tapi dia benar-benar ndhak paham dengan situasi sekarang.     

"Widuri, aws, ada truk!" teriakku.     

Mendengar itu, Manis dan Paklik Sobirin pun ikut teriak. Dan itu berhasil membuat Widuri kaget.     

Truk itu terus membunyikan klaksonnya, hingga akhirnya....     

Brak!!!     

Ciiit!!!     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.