JURAGAN ARJUNA

BAB 310



BAB 310

0"Jadi bagaimana?" tanya Romo Nathan, setelah kami sampai di rumah. Bahkan Biung pun, sepertinya ikut cemas juga, karena mungkin mereka takut, jika hubungan ini akan ditentang mati-matian oleh orangtua Setya.     

Biar bagaimanapun, Setya sudah lama tinggal di sini. Terlebih orangtuaku tipikal manusia yang paling baik sedunia, pastilah Setya akan dianggap bagian dari keluarganya sendiri. Seprti halnya dengan Ucup, yang bahkan sampai detik ini ndhak mau kembali ke Jakarta.     

"Syukur demi Tuhan, Paman. Semuanya sudah selesai dengan baik, cepat, dan restu sudah ada di kantong. Tinggal mengatur tanggal pertunganan, kemudian tanggal pernikahan. Tapi menurutku, pertunangan bukanlah menjadi prioritas sekarang. Sebab yang aku inginkan untuk cepat-cepat menikah. Lebih baik menjadi status yang jelas dulu, toh sama saja, dan lebih mempersingkat waktu," kata Setya panjang lebar.     

Romo tampak berdecak, kemudian dia melirik ke arah Setya dan melihatnya dari atas ke bawah.     

"Modelmu itu memangnya aku bakal percaya begitu saja kalau kamu hanya sekadar ingin menjalin hubungan yang jelas dan sah? Bilang saja kalau kamu ini cepat-cepat kelon (bercinta) dengannya. Karena saking ndhak tahannya, kamu berbicara seperti itu. iya, toh? Ndhak usah menipuku, aku tahu semuanya dengan jelas dari mimik wajah mesummu itu."     

Aku hampir tertawa mendengar ucapan dari Romo. Memangnya, Romo ini siapa kok ya bisa-bisanya mau ditipu oleh Setya. Dasar pemuda bangkotan saja sok-sokan bijak dan dewasa. Dia ndhak tahu saja, kalau Romo ini rajanya orang mesum, toh.     

"Asal kamu tahu, Setya, untuk masalah seperti itu, kamu tidak akan pernah bisa mengelabuhi Romo. Bahkan, dari kejauhan wajah jelekmu itu sudah tampak jelas kemesuman yang sangat nyata. Bagaimanapun, Romo adalah orang yang paling ahli di bidang ini. Bisa dibilang, dia adalah raja dari segala kemesuman duniawi. Jadi, kamu tidak akan bisa menipunya barang sekecil biji padi saja."     

"Nah, ini contoh anak ndhak tahu diri, bagaimana bisa dia mengatakan romonya sendiri kalau romonya raja mesum. Jadi, kamu ini siapa? Anak raja mesum? Pangeran mesum? Pantas saja, setiap hari kamu selalu mengajak Manis kelon sampai berkali-kali. Dasar ndhak tahu diri," ketus Romo Nathan.     

Manis menundukkan wajahnya, membuat Biung tampak meloti Romo Nathan. Karena merasa kasihan dengan menantunya, kalau aku terus dihina seperti itu.     

"Di depan banyak orang, ndhak bagus bicara seperti itu," ingat Biung.     

"Siap, Ndoro Putri. Aku keceplosan. Sepertinya, bibirku ini butuh disun (cium) biar ndhak mudah keceplosan lagi," kata Romo Nathan.     

Bilang saja kalau minta cium biung, gitu saja pakai acara seperti itu segala, sudah jelas toh jika apa yang kukatakan benar. Romo itu kalau sudah berdua sama Biung, terlebih di sekitarnya sudah dia anggap sebagai anggota keluarganya sendiri, ndhak akan pernah merasa sungkan-sungkan. Bahkan untuk mencumbu Biung pun ndhak sungkan. Tapi kalau di depan orang luar, dia sangat cukup baik dalam menghormati Biung. Ya, itulah romoku, yang meski tua saja masih ndhak tahu malu. Ndhak pernah tahu umur, soalnya.     

Aku melihat Manis yang tampak malu-malu melihat kemesraan Romo, dan Biung, kemudian kusenggol lengannya pelan.     

"Nanti ketika kita tua, ndhak usah berkhayal bisa seperti mereka, ya," kubilang.     

"Kenapa?"     

"Aku cukup malu, harus menggombal seperti itu di depan orang banyak. Menggombalnya di dalam kamar saja, berdua. Biar ndhak ada yang iri karena melihat kita selalu mesra."     

Wajah Manis memerah, dia tampak menundukkan wajahnya dalam-dalam, kemudian dia menganguki ucapanku. Sementara Setya hanya bisa berdecak karena kelakuan kami.     

"Buat belajaran, biar nanti kamu itu tidak kaget. Punya istri itu harus disayangi sepanjang waktu. Kalau tidak, nanti istrimu kabur baru tahu rasa," sindirku kemudian.     

"Alah, kamu kebanyakan teori, Arjuna. Nanti, akan kubuktikan kepadamu. Istri siapa yang jauh lebih bahagia. Pasti Wangi, karena setiap hari aku selalu memberikannya cinta sampai sebesar gunung himalaya."     

"Untung Wangi tidak mati, gunung himalaya itu berat," kubilang lagi. Setya tampak mencibirku.     

"Jadi bagaimana perkara rumah? Kapan kira-kira kamu mempersiapkannya?" tanya Romo lagi. kali ini pembahasan kita sedikit serius, karena bukan lagi perkara cinta-cintaan, akan tetapi perkara tempat masa depan Setya.     

"Aku ingin bertemu dengan tukang bangunannya dulu, Paman. Aku ingin bicara dengan dia, kira-kira mengikuti mauku dia sanggup atau tidak. Jika sanggup, lalu bahan-bahan apa saja yang harus dibeli. Atau besok aku akan bertanya kepada Wangi dulu, rumah impian seperti apa yang dia inginkan untuk menjalani sisa hidupnya bersamaku."     

"Pasti rumah keong," jawabku, yang berhasil membuat Biung, dan Manis melotot.     

"Perempuan itu tipikal makhkuk yang praktis, Setya. Mereka ndhak akan menuntut apa-apa perkara rumah, asalkan laki-laki mampu memberikan kenyaman di setiap sudut tempatnya. Menurutku, Wangi akan setuju atas semua konsep yang kamu inginkan. Hanya saja saranku, di sini kan kampung, Wangi juga dari kampung. Kamu bisa mengusung konsep yang bisa kamu kira-kira sendiri nantinya seperti apa."     

"Benar kata Biung, jangan sampai di kampung kamu membangun istana. Yang ada rumahmu akan menjadi aneh di sini sendiri," kataku kepadanya.     

Setya kembali mengangguk paham, kemudian dia mulai mencatat beberapa hal di buku kecilnya.     

"Soal pernikahan, bagaimana jika Paman, dan Tante yang mengurusnya. Aku akan memberikan sejumlah uang, dan kalian yang membantuku untuk berjalannya acara pernikahan? Sebab Ayah dan Bunda enggan untuk melakukannya, mereka benar hanya memberikan restu tapi mereka tidak mau ikut campur dalam masalah ini. Dan sementara aku benar-benar tidak tahu, apa saja yang dibutuhkan untuk sebuah pernikahan, aku butuh masukan dan arahan dari kalian semua."     

"Untuk masalah itu kamu tenang saja, Setya, ndhak perlu kamu meminta, dan kamu juga ndhak perlu mengeluarkan biaya. Kami akan membantumu sebisanya, karena bagi kami, kamu itu sudah bagian dari keluarga ini. jadi, bagaimana bisa anggota keluarga akan menikah kami diam saja, iya, toh? Kami akan membuat sebuah pesta meriah untukmu dan Wangi. Selayaknya pasangan pengantin pada umumnya, kalian akan melakukan rangkaian prosesi dari awal sampai akhir. Dan kamu juga jangan kaget, jika prosesi pernikahan orang Jawa Tengah itu sangat banyak dan terperinci. Jadi, siapkan tenaga dan mentalmu saja, ya."     

"Ya Tuhan, Tante. Aku benar-benar tidak tahu harus berbuat apa. Aku merasa sangat bersyukur bisa mengenal keluarga ini. sebuah keluarga yang benar-benar tulus dan murni, sebuah keluarga yang membuatku tidak tahu lagi harus berkata apa. Terimakasih, terimakasih, Om, Tante, Arjuna, Manis. Kalian benar-benar sangat baik!     

"Ayah Besar!" aku langsung menoleh, tatkala Abimanyu memanggilku, kemudian dia memelukku erat, dengan wajah cemberutnya itu. kenapa dia bisa cemberut seperti ini, toh? "Ayah Besar ke mana saja, sih? Aku cari dari tadi tidak ketemu. Ayo main, ayo main!" rengeknya kemudian.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.