JURAGAN ARJUNA

BAB 308



BAB 308

0Sementara aku, Manis, Setya, dan Wangi langsung tertawa terbahak. Ini adalah hal yang luar biasa, ini adalah hal yang benar-benar gila! Tatkala kamu telah mempermainkan seseorang hanya untuk mendapatkan restunya.     

"Kamu yakin dengan keputusanmu ini, Ndhuk?" tanya Romo Wangi, setelah kami kembali kembali duduk, karena rasa bahagia kami yang menggebu-gebu tadi. "Orangtua dari pemuda ini saja ndhak mau menerimamu. Bagaimana kamu mau menikah dengannya? Ingat, menikah itu bukan hanya mempersatukan dua hati. Akan tetapi, mempersatukan dua keluarga. Romo ndhak mau, kalau sampai kamu di sana akan menjadi sia-sia dan menderita karena ndhak dianggap ada. Iya kalau suamimu kelak bisa selalu ada untukmu, bisa melindungimu dari kedua orangtuanya yang jahat itu. kalau suamimu kerjaannya jauh-jauh, dan kalah dengan orangtuanya, yang ada kamu akan makan hati, Ndhuk. Sudah banyak contohnya di sini seperti itu. tekad awal memang menggebu, tatkala pernikahan berjalan satu atau dua tahun, mereka ndhak kuat juga kemudian mereka memilih untuk pulang ke rumah orangtuanya. Ndhuk, bagaimanapun, kamu ini sudah janda tiga kali. Romo ndhak mau kamu menjanda untuk keempat kalinya. Romo ndhak mau!"     

Senyuman kami, kebahagiaan kami, dan kepercayaan diri kami akhirnya hilang tatkala mendengar ucapan itu dari orangtua Wangi. Benar, itu benar sekali. Orangtua Wang sesungguhnya ndhak keliru sama sekali. Sebagai seorang Romo, berpikir sampai sejauh itu adalah benar adanya. Terlebih, jika melihat orangtua Setya yang seperti itu. takut, itu pasti, apalagi jika mereka takut kalau anaknya akan terluka lagi dan lagi. biar bagaimanapun, dalam kondisi apa pun, Wangi sudah gagal untuk ke tiga kalinya. Bagaimana bisa seorang perempuan di usia semuda itu akan gagal untuk ke empat kalianya? Toh pada kenyataannya ucapan semua laki-laki itu sama. Sebelum menikah mereka akan memberikan semua cinta kepada perempuannya. Namun setelah menikah mereka akan menjadi egois dan maunya menang sendiri. Menjadi ndhak peduli, sok sibuk dengan pekerjaan sampai lupa waktu dan lupa istri, dan yang paling para dari itu semua adalah. Mereka mudah termakan hasutan orangtua yang berakhir istrilah yang menjadi sasarannya.     

"Ndhuk, Romo harap kamu pikir-pikir lagi. semua yang Romo takutkan semata-mata hanyalah untuk kebaikanmu. Ndhak ada satu pun hal yang ingin Romo lihat selain kebahagiaanmu. Sebagai seorang orangtua, kebahagiaan putrinya adalah tujuan utamanya."     

"Paklik sangat benar sekali," kubilang pada akhirnya, Setya tampak terkejut tatka mendengarku, mungkin dia pikir kenapa aku malah membela orangtua Wangi, kenapa aku nndhak membelanya yang sahabatku sendiri. "Aku pun punya anak perempuan, dan aku pun sama sekali ndhak akan pernah rela jika anakku sampai disakiti oleh laki-laki mana pun. Oleh sebab itu aku selalu menjaganya selalu, bahkan kalau bisa aku ingin mengawasinya dengan mataku sendiri. Sekarang ini berapa banyak perempuan, yang rela melepaskan orangtuanya hanya untuk mengabdi kepada suaminya. Tapi pada akhirnya, suaminya itu malah berakhir berbuat yang ndhak mengenakkan karena termakan oleh hasutan orangtuanya. Jadi, Setya, apa yang kamu akan lakukan untuk itu? sebab kurasa kamu harus meluruskan dan menyelesaikan perkara yang satu ini. bahwa janji saja ndhak akan pernah cukup untuk meyakinkan kami, kalau kamu benar-benar akan menjaga Wangi sampai mati. Sebab bagi seorang orangtua, kebahagiaan dan kesejathteraan anaknya adalah yang nomor satu, lebih-lebih jika itu adalah anak perempuan. Jawablah, jawabanmu semoga bisa memuaskan calon mertuamu."     

Lama, Setya menundukkan kepalanya. Seolah dia sedang menata sebuah jawaban yang luar biasa. Aku dan Manis memilih diam, karena setelah ini kami hanyalah orang luar. Satu doaku untuk mereka, jika cinta mereka mampu menembus berbagai macam masalah dan godaan dari berbagai sisi. Sebab bagaimanapun, bersama-sama melawan rintangan adalah hal yang jauh lebih menyenangkan dari pada harus menahan semua kepedihan itu sendiri.     

"Paman...," kata Setya mulai membuka suara. Dia tampak tersenyum hambar, seolah apa yang akan dia ucapkan ndhak begitu membuat percaya orangtua dari Wangi. "Aku tidak punya apa pun untuk dijanjikan sebagai jaminan untuk kebahagiaan Wangi. Aku juga tidak punya apa-apa sebagai jaminan jika Wangi akan bahagia ketika bersamaku. Aku hanyalah seorang dokter, yang sedang merintis karirnya sendiri, yang baru saja melepaskan pekerjaannya yang ada di Jakarta. Namun satu hal yang harus Paman pegang, cintaku ini kepada Wangi adalah tulus. Dan karena aku tahu jika orangtuaku tidak begitu menyukai Wangi itu sebabnya aku berencana untyk tidak tinggal bersama dengan mereka kelak, Paman. Aku akan mengajak Wangi tinggal di sebuah tempat yang aman, asri, tenang, dan tempat di mana kami bisa menikmati waktu-waktu kami yang penuh cinta berdua. Sampai kami akhirnya memiliki banyak anak. Dan kami akan merintis usaha kami sendiri. Baik orangtuaku, adalah orangtua biasa pada umumnya. Meski sekarang mereka tampak tidak menerima Wangi, tapi percayalah, dia tidak akan pernah menolak kehadiran seorang cucu yang memanggil mereka Kakek—Nenek dan meminta gendong kepada mereka. Paman, percayalah padaku. Aku akan membahagiakan putrimu. Aku bukanlah orangtuaku, aku adalah aku terlepas dari bagaimana cara pikir orangtuaku. Aku pasti akan membahagiaan Wangi, membahagiakannya lebih dari nyawaku sendiri. Sebab aku yang mencintainya, sebab aku yang mengejarnya jadi bagaimana bisa orang yang mengejar dan mencintainya mampu menyakiti hati orang yang aku cintai, Paman?"     

Romo Wangi tampak mengangguk pahan, kemudian dia melirik ke arah Wangi yang sudah memandang Setya tanpa kedip. Kurasa, Wangi sudah benar-benar jatuh hati oleh Setya. Lihatlah bagaimana cara dia memandang Setya dengan penuh cinta. Aku kembali tersenyum, ndhak pernah terbesit dalam pikiranku jika hari ini akan terjadi. Ketika Wangi dan Setya bersatu. Ketika keduanya saling berbalas cinta dengan tatapan manis seperti itu. padahal dulu, yang kutahu Wangi benar-benar membenci tingkah menyebalkan Setya yang selalu mengekori langkahnya ke mana-mana. Ternyata, Gusti Pangeran itu benar. Gusti Pangeran adalah yang pandai membolak-balikkan hati. Dia mampu mengubah benci menjadi cinta, bahkan sebaliknya.     

"Sekarang tanggapanmu bagaimana, Ndhuk? Romo terserah kamu saja, toh. Semua yang dijelaskan oleh Setya Romo agaknya paham posisinya bagaimana, agak lega Romo jika nanti kalian setelah menikah akan tinggal jauh dari orangtua Setya."     

"Kami akan membuat surat perjanjian di atas materai, Romo. Jika Setya ndhak akan pernah menyakitiku, dan ndhak akan pernah membuatku menangis. Dia akan selalu melindugiku dari siapa pun yang ndhak suka kepadaku. Dan dia akan selalu percaya kepadaku apa pun yang terjadi. Dan jika sampai dia melanggar surat perjanjian itu, aku sama sekali ndhak akan pernah melepaskannya. Akan kukejar dia walau sampai ke ujung dunia," jawaban mantab Wangi, benar-benar membuatku ingin tertawa, apalagi ini. bagaimana bisa sebuah ikatan cinta harus ada sebuah perjanjian di atasnya?     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.