JURAGAN ARJUNA

BAB 307



BAB 307

0Semuanya tercengang, dengan pernyataan Wangi itu. Terlebih, kedua orangtua Setya yang bahkan baru saja duduk. Aku dan Manis tampak saling pandang, aku benar-benar ndhak tahu apa yang ada di pikiran perempuan satu itu.     

"Apa ini akan berhasil, Kangmas?" tanya Manis, yang agaknya dia sangat cemas.     

Bagaimana endhak cemas. Bayangkan saja, baru seorang perempuan dari kampung saja orangtua Setya ndhak setuju, ini ditambah dengan pengakuannya kalau dia sudah janda tiga kali. Ditinggal suaminya, lagi. Duh Gusti! Bukannya apa-apa, aku sangat menghargai kejujurannya. Hanya rasa aku pikir, kejujurannya kali ini kurang tepat. Kenapa dia ndhak bisa menahannya barang sebentar saja? seendhaknya, setelah melewati hari ini. Seendhaknya, biarkanlah Setya yang menjelaskan itu kepada orangtuanya. Bukan malah dia yang mengatakannya sendiri di saat orangtua Setya ndhak menyukai sosok perempuan kampung.     

"Sepertinya mungkin kita pulang dengan tangan kosong, Ndhuk," kujawab dengan pasrah.     

"Arjuna, apa maksud dari semua ini?" tanya Ayah Setya pada akhirnya. Sebuah hal yang benar-benar sangat normal, jika dikatakan oleh seorang yang tadinya sudah menentang hubungan ini.     

Aku diam, benar-benar ndhak tahu harus mengatakan apa. Sebab kurasa, salah juga aku kenapa ndhak mengatakannya juga dari tadi. Jika Wangi saja, dengan lantang dan berani mengatakannya.     

"Sebenarnya, perempuan murahan macam apa yang hendak dinikahi oleh putraku ini? Setelah tiga kali gagal menjalin biduk rumah tangga dan ditinggal kabur oleh para suaminya, sekarang dia berhubungan dengan putraku terlebih lagi mereka juga melakukan hubungan badan? Aku benar-benar tidak paham, perempuan jalang seperti apa perempuan ini sampai-sampai kisah masa lalu dan perilakunya benar-benar memalukan seperti itu. Apa kamu tidak berpikir, bagaimana jadinya jika ada relasi kerjaku, yang kebetulan kenal dengan mantan suami-suaminya terdahulu. Kemudian, dia mengatakan kepada semua orang kalau menantuku pernah menikah sampai tiga kali! Aku benar-benar tidak habis pikir tentang itu. benar-benar tidak habis pikir!"     

"Paman, tenanglah dulu. Paman juga belum mendapat penjelasan dari orangtua Wangi, kan?" kataku mencoba menenangkan. Tapi Ayah Setya menepis tanganku dengan kasar.     

"Apa, apa yang akan dikatakan? Penjelasan apa?" katanya, dengan nada yang benar-benar ndhak mengenakkan hati orangtua Wangi.     

"Soal itu adalah salahku, karena aku yang menjodohannya dengan orang-orang itu. Tapi ketahuilah, Wangi berpisah dengan mereka karena Wangi sendiri yang tidak mau di saat malam pengantinnya. Bukan mereka yang pergi meninggalkan Wangi. Jadi, jangan salah paham dan berprasangka buruk dulu."     

"Benar, Ayah. Apa yang dikatakan oleh orangtua Wangi adalah benar. Dan meski Ayah melarang pun, aku akan tetap menikahi Wangi. Aku mencintainya, dan aku harus menikah dengannya saat ini juga. Aku tidak peduli jika Ayah melarang atau apa pun!���     

Plak!!!     

Orangtua Setya langsung murka, ayahnya langsung menampar Setya begitu saja. sementara aku benar-benar ndhak bisa berbuat apa-apa. Semuanya fatal, benar-benar fatal.     

"Kamu ini manusia atau Tuhan, Paman? Kenapa kamu menginginkan semuanya yang serba sempurna dan jauh dari cacat? Di saat Tuhan saja bisa memaafkan segala kesalahan bagi yang berniat untuk tobat. Lagi pula, menikah itu bukan pilihanku. Aku dipaksa terus-terusan untuk menikah. Apakah aku salah, jika aku tidak mau kemudian mereka menceraikanku? Atau Paman lebih suka punya calon menantu yang malah lebih parah dari itu? Melakukan hubungan terlarang ke banyak pria kemudian memanfaatkannya? Tidak, Paham. Aku tidak seperti itu. aku lebih mementingkan hati dari pada harus pura-pura baik-baik saja dan tersakiti," Wangi tampak tersenyum kecut, kemudian dia memandang ke arah Ayah Setya. "Coba sekarang, Paman tanyakan kepada anak Paman. Sebenarnya yang mengejar siapa? Sebenarnya yang mencintai siapa? Dan soal hubungan suami istri pun, sebenarnya yang mengajak siapa? Aku perempuan Paman, aku punya harga diri. Dan aku juga punya hak untuk membela harga diriku dan memperjuangkan hakku. Silakan Paham tidak terima dan tidak setuju. Aku tidak memaksa, tapi biarkan warga kampung beserta dengan para tetua-tetuanya yang mengurusi semuanya. Antara anak Paman bisa keluar dari kampung ini hidup-hidup, atau tidak akan pernah kembali sama sekali."     

Aku tertegun mendengar ucapan dari Wangi itu. Sebuah kalimat panjang lebar yang intinya cukup mengancam. Jadi, sekarang aku paham dengan strateginya. Untuk membuat orangtua Setya mau ndhak mau menyetujui hubungannya dengan Setya apa pun itu alasannya.     

Aku mengulum senyum, kemudian aku melihat ke arah Manis yang sudah melihat Wangi tanpa berkedip. Aku yakin, jika Manis agaknya kaget dengan sifat Wangi yang seperti itu.     

"Sepertinya Wangi sama sekali ndhak butuh bantuan kita," bisikku kepada Manis.     

Lihatlah, betapa orangtua Setya langsung ndhak bisa berkata apa-apa. Yang mereka lakukan hanya meraup wajahnya berkali-kali.     

Kemudian, dia duduk dalam diam, ndhak berani mengatakan apa pun lagi. seperti dijebak, memang. Tapi, siapa peduli. Toh itu untuk kebaikan anaknya sendiri. Masak ada orang yang saling cinta harus dipisahkan dengan cara yang ndhak manusiawi sama sekali. Yang namanya cinta ndhak enak kalau ndhak bersatu, ibarat kata lebih baik makan pakai nasi dan ikan asin asalkan bersama yang tercinta. Maka itu akan menjadi nikmat luar biasa, dari pada makan daging kerbau kalau hati ndhak suka. Yang ada ndhak ada rasa bahagia, tapi rasa derita yang terus melunta-lunta.     

"Jadi, Paman, Tante, bagaimana? Mengikuti saranku untuk menyetujui mereka. Atau kalian tetap bersikeras melarang. Tapi, aku sendiri juga angkat tangan jika terjadi sesuatu kepada Setya. Karena bagaimanapun, adat orang kampung masih kental. Mereka tidak akan pandang bulu dalam menjalankan hukumannya. Dari hukuman yang ringan, bahkan sampai berat. Terlebih, Setya adalah orang pendatang. Aku pikir akan dipotong burungnya dan ditelanjangi diarak keliling kampung adalah hukuman paling ringan yang bisa dia terima sekarang," kubilang. Ayah Setya tampak kaget, lihatlah bagaimana wajahnya tampak pucat pasi itu. "Aku tidak bohong, Paman, ini sungguhan. Karena aku adalah salah satu Juragan tersohor di sini aku akan membantu Setya sedikit. Mungkin, burungnya akan dipotong setengahnya saja."     

"Ah, baiklah! Baiklah!" kata Ayah Setya pada akhirnya. Aku dan Setya saling tukar pandang, kemudian kami tersenyum. Merasa telah menang dari pertarungan sengit antara orangtuanya dengan restu. "Akan kubiarkan kalian menikah. Tapi, jangan harap aku akan menerima perempuanmu itu sebagai menantuku. Dan jangan harap, dia akan ikut serta dalam jamuan-jamuan dengan relasi bisnisku. Sebab aku tidak akan pernah sudi, memperkenalkannya kepada seluruh orang kalau aku punya menantu yang telah menjada tiga kali seperti dia. sekarang, semua terserah kamu. Kamu mau menikah dengan cara apa adan di mana pun aku tidak peduli. Aku hanya akan datang, tidak lebih dari itu atau tidak kurang." Ayah Setya langsung beranjak dari sana, tanpa permisi dia langsung masuk ke dalam mobi.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.