JURAGAN ARJUNA

BAB 336



BAB 336

0"Maaf, saya terlalu rakus. Melihat makanan enak-enak seperti ini membuat saya ingin menghabiskan semuanya saja, toh," kata adik Pandu. Aku kembali tersenyum karena jawaban itu, jadi ingat Ningrum saat dia kecil dulu.     

"Lho, ada tamu, toh?" Manis, Wangi, dan Ningrum yang baru saja pulang dari pasar pun mendekat ke arah kami. Kemudian, ketiganya ikut duduk dengan kami di meja makan.     

Manis tampak memandang ke arahku, seolah dia meminta penjelasan tentang siapa gerangan gadis kecil yang ada bersama dengan kami saat ini.     

"Perkenalkan, toh, Ndhuk. Gadis kecil ini adalah adiknya Pandu. Namanya..., kataku terhenti, sebab aku juga ndhak tahu namanya. Duh Gusti, aku bahkan lupa untuk menanyakan nama gadis kecil ini kepada Pandu. "Namanya siapa, adikmu ini, Pandu?" tanyaku pada akhirnya. Kira-kira adiknya Pandu ini sekolah menengah atas kelas satu, dilihat dari postur tubuhnya, harus kujelaskan kepada kalian, agar kalian ndhak bingung. Itulah sebabnya awalnya Setya pikir kalau Pandu ada apa-apa dengan adik perempuannya ini.     

"Oh, nama adikku Wilujeng, Ndoro," jawab Pandu patuh. Omong-omong, kok ya aku baru sadar jika dia sekarang memanggilku, dan Manis dengan sebutan Juragan dan Ndoro. Padahal sebelumnya, dia menyebutku Paklik, toh, ya?     

"Wilujeng, sebuah nama yang indah benar. Sebuah salam yang semua orang akan ucapkan di setiap hari. Semoga, namamu ini selalu menjadi salam baik, kabar baik bagi siapa saja yang berada di sekitarmu, toh, Ndhuk. Ohya, kamu sudah sarapan?"     

"Sudah, Ndoro. Saya sudah sarapan, bahkan lauk yang ada di meja ini hampir-hampir saya habiskan sendiri," jawab Wilujeng malu-malu. Aku kembali tersenyum, melihat tingkah malu-malunya itu.     

"Ndhak apa-apa, habiskan kalau kamu kuat. Di dapur masih banyak...," kata Manis kemudian, kulirik Ningrum yang tampaknya sudah saling tukar pandang dengan Pandu. Untuk kemudian, Ningrum memalingkan pandangannya, memilih untuk sibuk dengan barang-barang belanjaannya. "Ini, ini... tadi Bulik beli beberapa dawet, dan putu ayu, ini dimakan, ya. Biar tambah kenyang, enak benar ini dawet dan putu ayunya. Tadi Bulik sampai antree, lho, untuk mendapatkannya. Ini dimakan. Ndhak usah sungkan,"     

Aku memilih mendekat ke arah Ningrum, kemudian kubisikin dia beberapa hal. "Ndhuk, jika ada pakaian yang baru, yang benar-benar baru kamu beli dan belum kamu pakai. Pilihlah barang beberapa potong, berikan kepada Wilujeng. Kasihan, pakaiannya seperti itu. Biarkan dia mendapatkan pakaian yang layak sekali-kali," kubilang.     

Wajah Ningrum tampak sumringah, kemudian dia mengangguk kuat-kuat ke arahku.     

"Iya, Romo. Bagaimana kalau dia kuajak ke kamar? Biar dia bisa memilih sendiri pakaian mana yang dia sukai, Romo?" tanyanya kepadaku.     

Aku mengangguk saja menjawabi ucapannya, melihat putriku tampak sebahagia itu, seendhaknya aku senang. Karena aku bisa melihat dia seperti mendapatkan kawan bermain. Lihatlah betapa bahagia dia sekarang.     

"Wilujeng, ayo kamu ikut ke kamarku. Kita bermain sebentar di sana, ya," ajak Ningrum pada akhirnya.     

Tapi, Wilujeng ndhak lantas ikut, sejenak dia diam, sembari memandang ke arah Ningrum dengan sungkan.     

"Dia adalah Ningrum, anak pertamaku, dia adalah kawan sekolah Mas Pandumu," kubilang untuk menjelaskan.     

Mendengar ucapanku, Wilujeng pun akhirnya mau. Dia membalas uluran tangan Ningrum, kemudian keduanya masuk ke dalam kamar.     

"Terimakasih, Juragan...," kata Pandu lagi, aku sebenarnya ndhak paham, kenapa dia gemar benar mengatakan terimakasih. Dan terimakasih untuk apa? "Karena sudah memperlakukan adikku dengan baik, terimakasih juga karena ndhak menghukumku atas perbuatanku ini "     

"Ohya, omong-omong soal hukuman. Aku ingin bicara berdua denganmu perkara masalah penting," putusku pada akhirnya.     

Aku berdiri, tapi Manis tampak menggenggam lenganku.     

"Benar-benar Kangmas yang mau bicara dengan Pandu? Ndhak aku saja?" tawarnya.     

Aku menggeleng, sambil tersenyum manis ke arahnya.     

"Ndhak usah, Sayang. Ini masalah antar laki-laki. Biar aku yang menyelesaikannya sendiri," jawabku.     

"Ingat, tetap tenang, jangan emosi. Jangan marah, dan berpikir dengan kepala dingin," ingat Manis kepadaku.     

Duh Gusti, dasar istriku ini. Andai ndhak ada banyak orang, pasti sudah kugigit bibir tipisnya itu. Masalah seperti ini, benar-benar ndhak akan mengganggu ketenanganku, aku pasti bisa mengatasinya dengan baik dan benar.     

Setelah itu, aku mengajak Pandu ke ruang kerjaku. Kukunci pintu dari dalam, sebab aku ndhak mau kalau ada satu orang pun tahu tentang masalah ini. Cukup aku dan Pandu. hanya kami berdua yang harus menyelesaikan masalah ini secara laki-laki. Dan setelah kami berdua berada di ruang kerjaku aku pun menyuruhnya untuk duduk. dia tampak gugup sekali bahkan bisa kulihat dengan jelas kedua tangannya gemetar hebat pandangannya tidak berani sekalipun melihat ke arahku. Dia benar-benar menunduk seolah-olah, dia takut kalau hari ini ini aku akan memarahinya titik atau yang lebih buruk dari itu adalah aku akan menghukumnya, bahkan mengusirnya dari rumahku.     

Lagi, Aku sengaja diam membisu untuk beberapa saat sembari meneliti ke arahnya berkali-kali ku lakukan itu untuk menilai apakah dia benar-benar takut denganku aku atau endhak. Setelah itu akupun tersenyum, kusandarkan tubuhku pada kursi sembari kulipat kedua tanganku di depan dada kemudian aku bertanya kepadanya, "Sebenarnya aku ingin menanyakan sesuatu kepadamu tentang masalah yang benar-benar penting. penting tentangmu penting tentangku, juga penting tentang putriku," aku diam sesaat sebelum melanjutkan bicara untuk sekadar mengatur nafasku dalam-dalam sembari mencari kalimat yang tepat untuk ku ucapkan kepada Pandu. "Tentunya kamu masih ingat tentang apa yang telah kamu lakukan kan beberapa waktu yang lalu kepada putriku, oleh sebab itu aku ingin bertanya kepadamu apa maksud dari perlakuanmu itu. Apakah yang kamu lakukan itu itu inisiatif mu sendiri ataukah malah hal itu dilakukan atas dasar suka sama suka. Jadi jelaskan kepadaku yang mana dari pertanyaanku itu yang benar?"     

sejenak Pandu diam mendengar pertanyaanku itu dia pun kembali menundukkan kepalanya dalam-dalam, kedua tangannya tampak mencengkeram kuat mat kedua lututnya.     

"Sebelumnya saya ingin mengatakan kepada Juragan jika apa yang terjadi beberapa waktu yang lalu adalah murni sebuah ketidaksengajaan dari ku semata. namun seperti itu, aku juga ndhak bisa untuk ndhak bertanggung jawab atas apa yang telah kulakukan kepada Ningrum. Aku akan bertanggung jawab dengan perbuatanku juragan. Dan sebenarnya masalah kemarin itu adalah murni kesalahanku, Ningrum ndhak tahu apa-apa tentang hal itu. Aku yang melakukannya terlebih dahulu dan dia pun kaget karena itu, maafkan aku Juragan karena telah membuatmu salah paham tentang putrimu. Sampai membuat kalian bertengkar hebat dan Juragan sampai memarahinya. Sebenarnya dari kemarin aku ingin menjelaskan ini kepada Juragan jika putri juragan ndhak salah kesalahan itu sepenuhnya adalah milikku. Aku yang ndhak bisa mengontrol perasaanku sendiri sehingga hal itu terjadi dan semuanya malah menjadi seperti ini. Aku telah kehilangan kepercayaan dari Juragan, sekali lagi maafkan aku. "     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.