JURAGAN ARJUNA

BAB 334



BAB 334

0Paginya, aku dan Setya benar-benar melakukan apa yang dikatakan Setya. Kami mulai memata-matai gerak-gerik Pandu. Pemuda itu saat ini sedang duduk berdua dengan Ningrum, dan sepertinya putriku belum mengatakan apa yang menjadi tugasnya kemarin.     

Syukur, semoga dia ndhak mengatakan apa-apa dulu. Sebab kurasa mengetahui jati diri yang sebenarnya dari Pandu adalah hal yang perlu dilakukan saat ini. Sebab aku ndhak mau, kalau nanti Ningrum bertanya, malah-malah ditertawakan oleh Pandu. Sebab terkesan putriku mengharapkan lebih dari pemuda menyebalkan itu.     

Setelah berbincang sebentar, keduanya langsung berdiri. Ningrum masuk kembali ke kamar, dan Pandu berjalan menuju meja makan. Aku ndhak tahu, untuk apa dia berada di meja makan sekarang, di jam sepagi ini pada saat orang-orang bahkan belum makan. Apakah dia sudah lapar, atau yang lainnya? Pertanyaan-pertanyaan itu semakin menjejali otakku dengan sangat aneh.     

"Kenapa dia berada di sana?" kutanya pada Setya, tapi tampaknya Setya pun ndhak tahu. Dia tampak mengangkat kedua bahunya, kemudian dia memandang ke arahku.     

Lagi aku memandang ke arah Pandu, gelagatnya mulai ndhak enak, terlebih dia seolah-olah tengah menyembunyikan sesuatu. Sembari menengok kesana-kemari seolah ingin memastikan jika semuanya sepi, lantas dia bergegas keluar dari rumah. Dan hal itu berhasil membuatku, dan Setya bergegas mengikuti langkahnya.     

Kali ini, kami ndhak akan kecolongan lagi. Kali ini kami benar-benar akan menangkap basah Pandu apa pun caranya. Dan aku akan membongkar kedoknya di depan putriku, agar seendhaknya putriku tahu, orang seperti apa Pandu ini.     

"Di sana! Di gubuk sana itu!" kata Setya dengan nada gugupnya, seolah dia telah menemukan tangkapan besar. Lihatlah bagaimana matanya tampak melebar, dengan senyum merekah itu. Aku ndhak begitu mempedulikannya. Sebab yang kufokuskan adalah Pandu.     

Ndhak lama setelah Pandu ada di sana, seorang gadis pun datang. Keduanya tampak berbincang akrab kemudian Pandu tampak memberikan sesuatu. Sebuah bungkusan yang dibalut dengan plastik warna hitam.     

Tapi yang membuatku aneh adalah, sosok gadis ini. Dia bukanlah anak dari sekolah yang sempat menjahili putriku dulu. Ya, jelas bukan. Pakaian gadis ini cenderung lusuh.     

Setya kembali menepuk bahuku, menyuruhku untuk segera mendekat karena sebelum gadis itu pergi dan kami mungkin ndhak akan sama sekali untuk menemukan barang bukti. Jadi, dengan cepat aku buru-buru mendekat ke arah Pandu. Dia agaknya kaget, terlebih gadis itu tampak ketakutan dan memeluk erat tubuh Pandu. Aku kok merasa jika gadis ini malah ndhak seperti apa yang dikatakan Setya. Tampak dari gestur tubuhnya jika hubungan mereka ini... aneh.     

"Juragan?!" pekik Pandu yang agaknya kaget, sepertinya dia cukup terkejut dengan keberadaanku di sini. Wajahnya pucat pasi, kedua tangannya tampak gemetar hebat. Untuk kemudian dia menundukkan wajahnya dalam-dalam.     

"Apa yang kamu lakukan di sini? Sepagi ini, dan siapa perempuan ini?" selidikku.     

Aku ndhak mau menyebutkan jika perempuan kecil ini adalah kekasih hati Pandu. Sebab kurasa kok ya kurang tepat jika aku mengatakan itu.     

"Apa yang kamu bawa? Dan apa yang kamu berikan kepadanya?" tanyaku lagi yang ndhak ada jawaban sama sekali.     

Sementara Setya agaknya hilang sabar, dia langsung maju kemudian merebut benda yang dibawa oleh gadis itu.     

"Halah, Jun, jangan basa-basi, apa yang dilakukannya harus kita ketahui sekarang. Jangan sampai kita dibodohi oleh pemuda sok polos sepertinya. Kita tidak akan pernah tahu seseorang, kalau kita belum berurusan dengannya secara nyata. Jadi, pemuda yang awalnya kupikir kalau kamu adalah pemuda yang baik. Lebih baik kamu mengakui sekarang apa yang sebenarnya kamu lakukan dan siapa gadis ini, sebelum kamu membuatku emosi. Paham kamu?"     

"Tapi--"     

Kata Pandu terhenti, saat bungkusan hitam itu dibuka oleh Setya, dan ternyata isinya benar-benar sangat mengejutkanku. Kalian tahu apa isinya? Ya, di dalam kantung hitam itu ada beberapa lauk. Seperti ikan, ayam, dan bergedel. Aku benar-benar ndhak tahu, untuk apa Pandu membawa lauk-lauk yang ada di rumah kemudian diberikan kepada gadis ini? Apa yang sebenarnya ini terjadi?     

"Mas, aku takut," lirih gadis itu yang agaknya aku paham situasi apa sekarang ini.     

Mas? Ya, dia bukanlah kekasih hati Pandu. Bisa saja ada hubungan yang lain dari itu.     

"Maaf, Juragan, maafkan aku. Tapi percayalah ini ndhak seperti apa yang Juragan pikirkan, dan hubunganku dengannya juga bukanlah hubungan antara pemuda dan perempuan yang saling cinta. Akan tetapi dia ini adalah adikku," jelas Pandu.     

"Apa? Adik? Dia ini adikmu? Jangan berdusta, kamu! Zaman sekarang laki-laki itu semakin pintar dalam urusan berbohong. Tapi asal kamu tahu, kamu benar-benar tidak bisa membohongiku."     

"Setya, bisa tidak kamu diam," marahku kepada Setya.     

"I... iya, Juragan. Saya adalah adik kandung dari Mas Pandu," jelas gadis itu pada akhirnya, dengan nada terbata-bata dan tampak ketakutan luar biasa.     

"Jadi benar kamu adik dari Pandu, Ndhuk?" tanyaku pada akhirnya, dia pun mengangguk kuat-kuat.     

"Saya mohon, jangan marahi Mas Pandu karena ini. Dan jangan salah paham kepadanya. Salahkan saya saja, salahkan keluarga kami saja...," ucap gadis itu, mimik wajahnya benar-benar serius, bahkan tampak jelas jika wajahnya memerah. Mungkin dia mau menangis. "Setiap pagi, aku selalu ada di sini, menunggu Mas Pandu datang. Karena Mas Pandu memberikanku lauk-lauk itu untuk saya, untuk saya bawa pulang ke rumah agar bisa saya makan bersama keluarga. Sungguh, ndhak ada niat sama sekali Mas Pandu untuk mencuri, Juragan. Mas Pandu hanya kasihan kepada kami, karena saat dia makan enak, kami hanya makan nasi atau malah gaplek saja. Karena kasihan itulah sebabnya dia mengambil lauk-lauk ini, agar seendhaknya keluarganya bisa memakan apa yang dia makan. Iya, salah memang     

yang Mas Pandu lakukan, karena dia mengambil yang tanpa haknya. Maafkan dia, Juragan. Setelah ini saya janji, saya ndhak akan ke sini lagi. Asalkan Juragan memaafkan Mas Pandu. Saya mohon,"     

Aku terdiam mendengar ucapan dari gadis itu, benar aku ndhak terima dengan perbuatan Pandu itu. Mencuri di rumahku adalah perbuatan yang benar-benar aku benci di dunia. Akan tetapi, alasannya untuk mencuri benar-benar membuat aku terenyuh. Karena dia ingin keluarganya bisa makan enak seperti apa yang telah dia makan. Duh Gusti, berat benar beban hidup keluarga Pandu ini.     

"Juragan--" kata Pandu terhenti, karena kuangkat tanganku tinggi-tinggi ke arahnya. Dia kemudian menundukkan kepalanya dalam-dalam. Dan sepertinya dia sedang menangis. Mungkin dia ketakutan, mungkin dia merasa bersalah. Entahlah, aku ndhak tahu yang mana yang dia rasakan sekarang. Karena dia telah tertangkap basah melakukan hal yang memalukan.     

"Ndhuk, ikutlah denganku. Kita ke rumahku dulu sebelum kita membahas perihal masmu ini," putusku.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.