JURAGAN ARJUNA

BAB 333



BAB 333

0Setelah mendengar Manis mengatakan itu, Setyo akhirnya diam. Kemudian dia ikut makan denganku dalam diam. Aku ndghak begitu menggubrisnya, aku lebih sibuk dengan Ningrum dan Manis. Serta rencana kami bertiga, aku ndhak mau mengurusi Setya yang ibaratnya seperti perawan yang hendak datang bulan.     

"Jadi, kapan kira-kira kamu akan menanyakan masalah ini kepadanya, Ndhuk?" tanyaku kepada Ningrum.     

Ningrum melirik ke arah Pandu kemudian dia tampak menelan ludahnya dengan susah.     

"Kira-kira pertanyaan apa yang harus kukatakan terlebih dahulu untuk bertanya kepadanya, Romo?" tanyanya kemudian.     

Aku paham kalau dia ini gugup, dan lebih dari itu adalah dia anakku yang ndhak punya pengalaman sama sekali perkara ini.     

"Nanti, kamu bercakap dengannya yang biasa sajaa. Terus kalau suasananya sudah enak, kamu tanya saja kepadanya. Apa maksudnya dia menciummu, kamu juga harus butuh penjelasan pasti, toh. Dan lebih dari itu, semenjak kejadian itu kalian juga belum berbincang sampai sekarang, toh? Dia belum meminta maaf kepadamu. Iya, toh? Ini titik yang perlu kamu perjelas untuk memancingnya mengatakan hal yang seharusnya dia katakan sekarang juga. Setelah kamu tahu jawabannya, besok atau sorenya biungmu biar yang mengatakan itu berdua dengan Pandu. Sebab bagaimanapun, kamu ini anak kami yang paling berharga, kami ndhak mau kalau sampai laki-laki mana pun bisa memperdayamu dengan sangat mudahnya. Oke?"     

"Oke, Romo. Aku makan dulu," katanya kemudian, tersenyum lebar kemudian melahap makanannya.     

Sementara Pandu agaknya masih sungkan-sungkan, dia makan sembari sesekali mencuri-curi pandang ke arahku. Membuatku pura-pura ndhak melihat ke arahnya saja. dari pada aku naik darah karena melihat wajah menyebalkannya itu.     

Sebenarnya aku ini benar-benar bingung dengan Pandu, dia ini pemuda model apa, toh, kok ya bisa mencium seorang perempuan tanpa ada kejelasan yang pasti itu lho. Aku harus bagaimana? Masak iya aku harus ikut campur dengan cara gamblang, itu yang benar-benar ndhak baik sama sekali.     

"Sudah punya cara untuk menanyai Pandu?" tanya Setya kepadaku. "Tadi, aku pura-pura membuatmu sebal untuk memancingnya, barangkali kalau dia tahu hubungan kita tidak baik, maka dia akan menceritakan isi hatinya kepadaku. Jadi, kita harus memainkan hal ini."     

"Untuk apa? Dia anak baik, aku tahu akan itu."     

"Baik apanya? Baik kok mencium perempuan tapi tidak ada kabar. Kita pastikan dulu, biar bagaimanapun dia adalah orang luar. Jangan mudah percaya begitu saja kamu dengan orang, Arjuna. Nanti dimanfaatkan baru tahu rasa kamu."     

"Lantas, apa rencanamu setelah ini? kamu benar-benar menjadikanku sebagai manusia berprasangka buruk sama dengan sepertimu," kataku putus asa. Jujur, kemarin-kemarin aku percaya dengan Pandu, percaya dia adalah pemuda baik, pekerja keras dan bertanggung jawab. Tapi entah kenapa, setelah melihat kejadian itu, semuanya menjadi berubah abu-abu. Apalagi Setya ini, padahal awalnya bukankah dia sangat mendukung Pandu? Lantas kenapa sekarang dia menjadi berubah haluan seperti itu. apakah ada yang dia sembunyikan dariku selama aku ndhak ada di sini barang tiga hari lamanya itu?     

"Jujur, awalnya aku berpikir ini dia adalah pemuda yang sangat baik. Ndhak pantas jika kamu mencurigainya dan berbuat kasar kepadanya. Terlebih, saat aku melihat dia tidur di depan pintu beberapa waktu yang lalu. Jiwa kebapakanku meronta-ronta tidak tega. Tapi kemarin, aku melihat Pandu ini diam-diam keluar. Saat kuintai dia diam-diam, kamu tahu apa yang aku lihat?"     

"Ya tidak tahu lah! Memangnya aku dukun yang bisa menebak isi otak busukmu itu?!" marahku kepadanya. Mau bercerita saja kok ya pakai tebak-tebakan segala. Ini masakah genting, bukan masalah main-main. Semakin kita selesaikan segera semakin bagus, bukan malah dibuat tebak-tebakan. Memangnya dia pikir ini permainan apa? Dasar manusia ndhak tahu diri seperti Setya.     

"Kemarin aku lihat dia mengendap-endap menemui seorang gadis. Aku tidak tahu gadis itu siapa, tapi dari bahasa tubuhnya mereka sangat akrab. Dan yang lebih dari itu adalah, dia memberikan sesuatu yang aku sendiri tidak tahu itu apa. Dan kamu tahu, selama tiga hari kamu tidak ada, selama tiga hari pula aku melihatnya seperti itu."     

"Mereka bertemu di mana?" tanyaku yang semakin penasaran dengan siapa gerangan gadis yang ditemui Pandu? Kenapa dia smpai mengendap-endap seperti itu? apakah dia kekasih hati Pandu yang sebenarnya, sementara anakku hanya ia gunakan sebagai alat untuk menuju kesuksesannya semata? Duh Gusti, rasanya hatiku sakit sekali. Jika benar itu yang terjadi, aku ndhak akan tinggal diam. Aku akan membuat perhitungan kepada pemuda ndhak tahu diri itu.     

"Di pertigaan, di sana ada gubug kosong, kan? Nah, di sana itu aku melihatnya. Dan kamu jangan labrak dia dulu. Kita harus menangkap basah dia dengan bukti yang nyata. Dengan seperti itu dia tidak akan berkelit lagi. aku penasaran, apalagi modus dari pemuda itu, bisa-bisanya dia melakukan hal menyebalkan di belakang kita. Padahal dari wajahnya, dia pemuda cukup baik dan cukup membuat orang merasa kasihan kepadanya. Dan jika pada akhirnya dia licik, maka, lebih baik Ningrum patah hati sekarang dari pada dia mengetahui kenyataannya nanti. Biar hatinya tidak lebih hancur dari pada ini."     

Aku kembali diam, aku jadi bingung dengan apa yang hendak aku lakukan. Jadi kira-kira nanti, apakah Ningrum aku suruh tetap menjalankan rencananya saja? Atau dia kurusuh untuk tahan diri dulu? Kalau aku suruh dia tahan diri, maka semuanya malah akan semakin rumit lagi. aku juga penasaran dengan apa jawaban dari Pandu. Jika benar Pandu mengatakan hal yang membuatku emosi, aku ndhak akan segan-segan untuk merobek mulutnya. Terlebih, memberi pengharapan kepada anakku di saat dia sudah melakukan hubungan lain dengan seorang gadis di depan putriku. Sungguh, aku ndhak akan memaafkan jika putriku dicurangi dengan cara seperti ini.     

"Jika benar Pandu melakukan hal sampai sejauh itu, jangankan dengan anakku. Bahkan dia tidak pantas untuk menginjakkan kakinya di rumahku," kataku. Tapi Setya lansung menepuk bahuku, mungkin dia ingin memberitahuku, agar aku ndhak kelepasan dan mengatakan hal ini dengan suara lantang, sebab bagaimanapun kami masih satu meja dengan Pandu.     

"Jangan keras-keras, kita cukup sabar menanti besok."     

"Pagi sekali, memang?" tanyaku yang semakin penasaran. Setya mengangguk kemudian dia tampak berpikir dengan keras.     

"Aku juga heran, kenapa pagi sekali itu gadis sudah ada di gubug itu. apakah dia tidak punya pekerjaan lain selain menantikan kedatangan Pandu? Dari tingkahnya benar-benar aneh, dia seperti maling yang telah mencuri sesuatu. Bicara bisik-bisik dengan logat aneh, kemudian sosok itu kadang dipeluk atau malah dicium oleh Pandu. Apakah Pandu itu jenis manusia sepertimu? Suka merayu perempuan dan menjerat hati perempuan? Atau jangan-jangan, ini adalah karma atasmu, karena kamu suka menyakiti hati semua orang? Kurasa benar, ini adalah karmamu, karma yang menimpa anakmu sekarang!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.